Mohon tunggu...
Donald Sitompul
Donald Sitompul Mohon Tunggu... -

I'm cool.........

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aku ingin Melihat Bintang!

24 Maret 2011   07:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:29 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam terasa panjang, suara nocturnal* bersahut-sahutan. Iramanya seperti nyanyian pengantar tidur. Tapi ia ingin malam segera berakhir, tidurnya gelisah. Cepatlah berakhir, wahai sang malam! Malam ini begitu istimewa, lebih dari malam sebelumnya. Bukan alang kepalang gembira hati Krista, kakak akan mengajaknya ke sebuah perpustakaan di pusat kota. Sejak semalam sebelumnya, kakaknya, Rini, akan mengajak ke sana. Sebuah tempat dimana ia bisa membaca cerita apa saja, ia merasa bersyukur ayah dan ibunya selalu mendorongnya untuk banyak membaca. Kakak berjanji bila ia selesai ujian pra semester sekolah menengah pertama di sekolahnya, ia akan diajak untuk melihat-lihat dan boleh membaca sepuasnya buku-buku yang ada di perpustakaan tersebut. Sejujurnya ia tak tahu dimana tempat itu, tetapi menurut kakak di sana banyak tersedia bacaan dari segala zaman. Mendengarnya saja ia menjadi kegirangan, hatinya melompat-lompat. Pagi itu, ia segera mandi. Kakak sudah bersiap-siap. Ibu sudah membereskan sarapan paginya. “Ibu, aku berangkat ya..!” ia segera menggandeng lengan kakaknya yang manis dan baik hati itu. Ia tak mengerti dalam perjalanan di dalam busway, kakaknya tampak tak terlalu gembira, seperti ada sesuatu yang ingin dikatakan, sorot matanya memandang ke depan. Ia hanya diam, mematung. Setelah sampai di stasiun Gambir, tempat kereta api dari berbagai jurusan berhenti, mereka masih menumpang bajaj untuk sampai ke perpustakaan yang dijanjikan oleh kakaknya tersebut. “Kak Rini, tempatnya dimana? Kenapa masih lama?” “Sebentar lagi sayang, itu di sebelah sana!” kakak menunjuk sebuah tempat dengan pintu masuk besar, tertulis Taman Ismail Marzuki. Ia melihat banyak sekali spanduk-spanduk acara-acara bergelantungan ia tidak begitu mengerti, ada juga tayangan film bioskop. Di kiri-kanan pintu masuk ia melihat banyak sekali beragam tukang jualan, ada tukang mie baso, nasi goreng, soto, es campur dan masih banyak lagi. Apakah kakak akan mengajaknya menonton film atau mau mengajaknya makan? Bukankah ini masih pagi hari? Ia bingung. Ia menggandeng lengan kakak memasuki gerbang besar tempat tersebut. Mereka melangkahkan kaki ke dalam, ada berbagai gedung di sana. Ia bertambah bingung dimanakah tempat itu? Perpustakaan tempat ia dapat sepuas-puasnya membaca? Tampaknya mereka masih terus melangkah. Terlihat beberapa orang berjalan kesana kemari, sibuk dengan pikirannya. Mau kemana mereka? Ia melihat sebuah kubah besar, kakak berkata itu sebuah planetarium, tempat dimana ia dapat melihat bintang, begitu. Aiiyyhh... Aku juga ingin melihat bintang! Kakak tersenyum kepadanya, kemudian menyenandungkan beberapa bait lagu, ia tak tahu lagu apa* itu. Kali ini raut wajah kakak tampak lebih gembira sesaat mendekati tempat itu. Just like a star across my sky Just like an angel off the page You have appeared to my life ......... Kata kakak, aku dapat melihatnya nanti kalau malam sudah tiba, tetapi tidak sekarang. Nanti kalau ada libur lagi dari sekolahnya. Jalan itu seperti gang, begitu kecil kemudian mereka menaiki tangga sedikit mendaki ke atas. Terlihat pakaian dan handuk di jemuran digantung beberapa potong di pinggiran bawah tangga, hiiii... Punya siapa itu? Akhirnya ia tiba di sebuah ruangan besar, dan kakak tersenyum padanya, “Inilah dia tempatnya, Krista!” Ia melihat sekeliling, tempat itu sepi, hanya ada satu dua pengunjung, terlihat hamparan buku dimana-mana tersusun rapi di beberapa bagian. Hatinya berbunga-bunga, disinilah tempat yang selalu diceritakan kakak. Perpustakaan itu, lebih besar dari perpustakaan sekolahnya. Aduuhh... Aku ingin membaca semuanya, kakak! [caption id="attachment_97158" align="alignright" width="300" caption="PDS HB Jassin"]

1300950679893647824
1300950679893647824
[/caption] Kakak menunjuk pada sekumpulan buku, agar ia mencari dulu buku NH Dini, pengarang perempuan kesayangannya, “Carilah buku-bukunya, itu di sebelah sana! Pergilah!” Dan, buuummm... di sana ada buku “Namaku Hiroko” sebuah cerita yang selalu menginspirasinya. Gadis desa Jepang bersahaja bercita-cita besar, mengadu nasib di kota besar. Walau menghadapi banyak cobaan dalam perjuangannya, ia mencapai kepuasan dalam hidupnya. Kakak mengatakan tempat ini namanya Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, begitu katanya. Ia tak dapat menahan dirinya, ia terus mencari-cari hampir di segala sudut, nyaris semua buku yang diinginkannya tersedia di sana. Hari-hari sebelumnya kakak selalu bercerita dengan antusias tentang tempat ini. Itu terjadi di masa lalu, tetapi dalam perjalanan menuju tempat ini kakak seperti kurang gembira. Apakah ia terlalu memikirkan tugas-tugas kampusnya, sehingga merasa depresi? Ia tak terlalu memikirkannya saat dalam perjalanan tadi. Ia hanya tahu sudah berada disini. Pernah di hari lain, kakak mengatakan tempat indah ini akan berakhir, tidak lagi dapat ditemui di masa datang. Ia heran, setelah berada disini mengapa tempat ini harus ditutup? Begitu yang ia coba pahami dari penuturan kakaknya pada hari-hari sebelumnya itu. Sulit memahami orang dewasa. Padahal ia ingin mengajak teman-teman di sekolahnya nanti untuk menyempatkan diri ke sini. Mengapa kakak? “Kalau kamu lapar, ada ayah dan ibu yang menjagamu. Merawatmu setiap hari, Krista. Membiayaimu untuk dapat bersekolah. Tempat ini sudah nyaris tak berayah dan beribu lagi. Ia ditinggalkan, lihatlah sekeliling, walau ada ribuan buku yang dikumpulkan oleh pendirinya, bapak HB Jassin sang Paus Sastra, kumpulan bukunya mulai dari koleksi sastra tertua tahun 1890-an hingga sastra Melayu Tionghoa yang ditulis dengan bahasa Melayu Pasar, jauh lebih tua dari buku-buku Balai Pustaka yang pernah kamu baca, misalnya yang kemarin baru kamu pinjam dari perpustakaan sekolah, “Salah Asuhan” dari Abdul Muis, bukan?” Krista, kamu tentu akan tercengang bila mengelilingi perpustakaan ini, sehari semalam pun tak akan selesai. Sebulan pun tak akan kamu puas membacanya. Selalu ketagihan untuk datang ke sini lagi. Lihatlah koleksi sekitar 17.000 judul karya sastra fiksi, 12.000 judul nonfiksi, ribuan buku referensi, naskah drama, biografi, coretan-coretan dan draft tulisan tangan para penyair besar, makalah, skripsi atau disertasi. Belum lagi masih ada 50.000-an eksemplar kliping hasil guntingan koran yang memuat artikel sastra berupa cerita pendek atau puisi. Kakak terus bercerita tentang banyak hal mengenai tempat ini. Katanya tempat ini setara dengan sebuah perpustakaan di Negeri Belanda, tepatnya di kota Leiden. Begitu lengkap koleksinya. Seperti diberitakan di koran-koran beberapa hari ini, tempat ini mengalami kekurangan dana. Negeri yang katanya tempat dewa-dewi tersenyum, rupanya itu hanya hikayat semata. Kakak terus bercerita, bagaimana risaunya ia. Koran pun memberitakan, bagaimana galaunya negeri ini. Orang-orang berebut kekuasaan, berbagi tempat agar mendapat jatah di kabinet. Katanya semua itu demi kemaslahatan bangsa, mereka harus mendapat tempat untuk memperjuangkan rakyat, siapa nanti yang membela rakyat, begitu katanya. Infrastruktur dipersiapkan di berbagai arena, jalan-jalan tol baru dibangun, termasuk untuk menikmatkan hajat sang wakil rakyat, dibangunlah gedung istimewa yang sudah dalam rencana, bermilyar-milyar rupiah akan ditumpahkan agar mereka semua menjadi nyaman dalam pekerjaannya yang mulia itu. Kakak terus bercerita, bagaimana mereka di sana berdebat siang-malam bagi pembangunan negeri, semua diukur dengan angka-angka, statistik berbicara. Tempat ini terlalu terpencil, di belakang. Tak berimbas bagi meningkatnya suara pemilih, suara rakyat. Mereka bilang Vox Populi Vox Dei*. Tempat ini tak bersuara, hanya utopia. Mereka tak paham akan penghalusan rasa, tak berimbas bagi peningkatan kemakmuran sebesar-besarnya bagi orang banyak, begitu. Ia semakin tak mengerti, sulit memang memahami orang dewasa. "Kakak, apakah rakyat itu seperti kita? Siapakah mereka, manusia?" Perlahan ia memahami kerisauan, kegundahan kakak. Jalan pikiran orang dewasa, rupanya terlalu terjal baginya. Ia sudah berbahagia dengan ayah ibu dan kakak yang menyayanginya, mendukungnya dalam membangun minat membaca. Apakah ia masih bisa ke tempat ini lagi di hari lain? Pesan-pesan halus dalam buku-buku Nh. Dini membuatnya kuat, membentuk karakternya di kemudian hari. Ia bangga karena dari bacaan-bacaan yang sudah dilahapnya, ia merasakan kenikmatan merasuk jiwanya, akal budi, sesuatu yang tak terlihat, tetapi begitu bernilai. Ia menjadi yakin kepada masa depannya. Alangkah indahnya bila ia bisa mengajak banyak teman-teman untuk ikut membaca buku-buku di sini. Apakah tempat ini masih ada di hari lain? Hari semakin siang, ia ingin berlama-lama di sana bila perlu sampai malam menjelang. Seekor cicak merayap perlahan di dinding atas rak-rak buku itu. Sang cicak menatapnya, matanya riang seakan ingin berkata, "Hai gadis kecil, sering-seringlah datang ke sini!" Namun mereka hanya diijinkan sampai jam 3 sore saja. Ia menggandeng lengan kakak, kakinya melangkah ke luar sambil tersenyum pada petugas perpustakaan. Ketika melewati kubah besar planetarium, ia melirik bangunan yang menjulang ke angkasa, berkata di dalam hatinya, kapan aku ke sana? Aku ingin melihat bintang! Jakarta, 22 Maret 2011 ----------------------------------------------------------------------- (Diolah dari berbagai sumber, Foto kompas.com, google.com) *nocturnal - binatang-binatang kecil di malam hari *petikan bait lagu - "Like A Star" dinyanyikan oleh penyanyi jazz asal Inggris, Corinne Bailey Rae *Vox Populi Vox Dei - sebuah kutipan peribahasa tua oleh William Malmesbury di Abad Ke-12, Suara rakyat adalah suara Tuhan All related articles, u can find on this bLog site, click..... Stories from The Road...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun