Mohon tunggu...
dona jonaidi
dona jonaidi Mohon Tunggu... Lainnya - Analis Perkara Peradilan Ditjen Badilmiltun MA RI

saya ingin terus membaca dan berkarya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

negeri seribu masalah

10 Juni 2013   18:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:14 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kisah sepotong tanah surga yang jatuh di tengah khatulistiwa. Negeri yang menebar indah dan pesona tiada tara, mengundang decak-decak kagum dan puji tiada henti dari setiap mata. Tanah yang subur rakyat yang makmur memang sudah semestinya. Hidup mudah dan berkecukupan memang sudah selayaknya. Namun, hidup tidaklah selalu berbanding lurus, kesuburan tidak selalu bergandeng dengan kesejahteraan, atau keindahan rupa alam yang terbentang tak selalu merefleksikan kebahagiaan hidup yang sudah terlanjur terlentang. Ironis memang, namun itulah kenyataan yang harus ditelan. Kehidupan pelik memunculkan seribu masalah. Masalah perut bukan lagi jadi rahasia, malah dianggap memang sudah sewajarnya ada.

Belum lagi ditambah masalah pendidikan yang tak kunjung merata di setiap daerah. Masih terlalu banyak anak-anak yang menuntut ilmu di bawah atap ilalang, berdinding angin dan berlantai tanah. Bagi mereka cita-cita menjadi hal muluk yang dapat digapai. Kaum akademik yang digarap dan diharap-harap dapat melenggangkan kesejahteraan, justru ikut menumbuk dan hanya menjadi beban dalam perjalanan. Para aparat yang semestinya menjamin rasa tenteram dan aman, justru bertanding menunjukkan kekuatan dan menimbulkan kegaduhan. Ditambah soal disintegrasi bangsa yang bukannya surut malah semakin akut dan berlarut-larut.

Namun, dari sekian banyak masalah yang terkapar di negeri ini, morallah yang menjadi induk. Jika saja penguasa dan kita punya sedikit waktu untuk melihat sekeliling, tidaklah mungkin ada yang sehari hanya makan sekali, tidaklah mungkin ada anak-anak yang masih tidak bersekolah, tidaklah mungkin negeri ini menjadi negeri yang lemah, papah dan berpecah belah. Sejatinya, kesejahteraan hidup suatu bangsa tak diukur dari besarnya pendapatan per kapita, tetapi dilihat dari rasa simpati empati terhadap keadaan yang ada dan mau berbuat untuk menjadi lebih mulia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun