Mohon tunggu...
Dona Dianisya
Dona Dianisya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pelaku atau Penonton Sejarah

24 April 2015   13:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:43 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Bergerak atau tidak sama sekali” suatu kalimat yang sering kali terlontar bagi kalangan mahasiswa, ya mahasiswa yang menginginkan perubahan tentunya, mahasiswa sesungguhnya.

“Tak ada kemajuan tanpa perubahan. Orang-orang yang tak bisa mengubah pikirannya tak akan mengubah apa pun.” -George Bernard Shaw

Mahasiswa yang menyandang predikat sebagai pelajar tingkat atas mempunyai intelektual yang dirasa mampu untuk mengkritisi berbagai persoalan dalam negeri. Seolah-olah menjadi suatu amanah tersendiri yang diberikan masyarakat sebagai perantara antara golongan atas dan golongan bawah. Dengan berbagai carut marut keadaan sosial, politik bahkan ekonomi dalam Negara ini, hasil perilaku busuk sang pemangku kekuasaan. Berbagai kebijakan yang menyusahkan kaum pinggiran namun memerdekaan kaum penguasa.

Kemudian timbul berbagai pertanyaan dalam diri mahasiswa. Akan dibawa kemanakah raga ini, akankan otaknya yang cerdas dapat mengatur strategi untuk penyelamatan bangsa? Akankah hatinya terketuk untuk memikirkan keadaan bumi pertiwi ini? Ataukah hanya sibuk dengan keperluan pribadi, kesenangan pribadi, sikap-sikap hedonism yang mulai bertebaran, mulai tertanam merasuk dalam hati para pengemban amanah rakyat ini.

Sesungguhnya bukan hasil yang akan menghantarkan kegembiraan, tetapi bagaimana suatu proses yang akan menghantarkan suatu perubahan pada negeri ini. Tidak akan pernah ada perubahan tanpa adanya pergerakan. Pergerakan mahasiswa yang pernah mencatatkan sejarah tersendiri dalam buku catatan bumi pertiwi ini akan dibawa kemana? Akan dilanjutkan atau hanya akan menjadi suatu kenangan bagi para mahasiswa sang penonton sejarah, seakan kaki dan tangannya kelu untuk bergerak, seakan akan otaknya beku untuk memikirkan apa yang terjadi pada negeri ini, seakan akan hatinya membatu akan situasi saat ini.

Seperti yang kita ketahui, tidak mungkin semua mahasiswa maju pada barisan utama pergerakan, ada kalanya sekelompok mahasiswa harus berada di belakang pasukan penyerang, menyiapkan suatu strategi, yaa.. mahsiswa seperti ini adalah salah satu kelompok mahasiswa yang bergerak dengan mengandalkan intelektualnya. Mahasiswa yang habis-habisan belajar untuk membanggakan negaranya.

Karena bagaimanapun itu pergerakan harus mempunyai suatu tiang kokoh yang sewaktu waktu apabila tertiup badai, pasukan tersebut masih tetap bisa berdiri tegak dengan penopang yang kuat. Analogi tersebut mempunyai arti bahwa setiap mahasiswa dapat bergerak dengan caranya masing masing. Ada mahasiswa yang harus maju pada barisan utama pergerakan, mahasiswa yang dapat menjadi pengingat para pemangku kekuasaan yang sering lupa atau bahkan sengaja membuat kebijakan yang menyusahkan kalangan kecil. Namun tidak semua pasukan harus maju ke barisan utama, mereka adalah mahasiswa mahasiswa yang harus bergerak dari belakang, mahasiswa yang bergerak untuk membuat suatu perubahan baik pada bangsanya. Jika hal tersebut dapat mengharumkan nama Indonesia, mengapa hal tersebut tidak bisa dikatakan perubahan? Tentu hal tersebut termasuk pergerakan, pergerakan mahasiswa dengan mengandalkan tingkat intelektualnya.

“Setiap karya luar biasa yang bisa anda lihat, memiliki keringat perjuangan di dalamnya” jadi tidak ada kata lagi bagi mahaasiswa yang hanya mau berperan sebgai penonton sejarah, karena sejatinya sejarah itu harus diciptakan bukan dibukukan apalagi hanya menjadi suatu kenangan. Bergerak atau tidak sama sekali, muncul atau tenggelam, sebuah pilihan yang harus ditentukan oleh sang pemegang amanah ibu pertiwi.

Maju dalam barisan utama pergerakan atau maju dalam barisan sang penyusun strategi pergerakan. Jadi tida ada kata lagi bagi mahasiswa untuk tidak ingin bergerak. “Biarkanlah langkahmu menapaki sebuah perjalanan dengan berbagai cara, namun tegurlah kaki, tangan, otak, dan hatimu saat terlena dengan sebuah tempat semu yang membuat kalian malas untuk meneruskan sebuah perjalanan panjang.”

“Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu.

Teruslah berlari, hingga kebosanan itu lelah mengejarmu.

Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu.

Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.

Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu.” -TanK MIPA UNJ

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun