Kenyataan ini terus berlanjut, dari dulu hingga saat ini bahkan bukan mustahil diwarisi generasi selanjutnya. Bahkan untuk pemilihan ketua lembaga yang hidunya dari proposal, tidak sedikit uang yang harus dikeluarkan si calon maupun timnya. Apalagi kepala daerah yang mengelola uang milyaran  serta kekuasaan melalui tanda tangannya.Â
Karenanya, agar lahir pemimpin yang amanah, kita sebagai pemilih harus amanah pula. Agar hadir pemimpin yang jujur, kita harus menjadi pribadi yang jujur pula. Tolak suap yang diberikan calon pemimpin melalui tim pemenangannya. Jangan pilih calon pemimpin yang  senang menyuap. Percayalah, kemenangan hakiki akan diraih apabila kita melakukannya dengan jujur dan amanah.
Jangan tergoda sikap pesimis beberapa orang, mereka yang tak yakin ada ruang jujur dan amanah dalam politik. Masih banyak calon pemimpin yang jujur dan amanah serta cerdas namun mereka luput dari pandangan mata kita. Kita telah terlalu lama dalam gelap, ketika muncul sinar terang kita silau.
Selama ini pernahkah kita menyaksikan kawan kambing dipimpin harimau atau sebaliknya, karenanya harapan memiliki pemimpin amanah dan jujur ada di tangan kita. Â Dan itu bukan kemustahilan, karena tidak membutuhkan rumus matematika atau fisika yang rumit. Dan tidak pula membutuhkan gelar akademik yang mentereng. Cukup menjadi pemilih yang amanah, jujur dan cerdas.
Jangan lagi menjadi sebab para calon pemimpin melakukan korupsi setelah terpilih. Semoga masa kelam republik ini akan segera berakhir dengan hadirnya pemimpin yang amanah dan jujur serta cerdas melalui tangan pemilih yang jujur dan amanah serta cerdas pula.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H