Polemik berkepanjangan terkait Capim KPK dan revisi UU 03/02 tentang KPK seperti sebuah film. Mengapa? pertama soal Capim KPK yang dianggap tak paham atau tak memenuhi kualifikasi. Bagi saya ini agak terlambat dilakukan. Bahkan terkesan politis yang dibungkus dengan kata kualifikasi.
Kita harus sportif menilai Capim yang akan diseleksi DPR. Mereka telah melewati fase ujian yang harus dihadapi. Kita juga memiliki waktu menyanggah, mengapa sekarang meributkan kualitas mereka. Apalagi jika yang meributkan pansel, ini agak aneh. Jangan-jangan ini hanya perkara Capim unggulan dan titipan tidak lulus uji tulis dan wawancara.
Itulah mengapa saya berani katakan ini hanya 'film' serial. Film yang mengganggu psikologis pasar kita. Sangat berbahaya bagi ekonomi kita yang bakal mengalami dampak dari resesi global.Â
Ekonomi kita akan semakin hancur apabila resesi global dan kondisi internal buruk. Persoalan Capim KPK tampak dibesar-besarkan. Pansel tampak tak percaya diri dengan apa yang mereka lakukan.
Segmen kedua soal revisi UU KPK. Kita cepat sekali memakan propaganda bahwa revisi merupakan pelemahan. Harus diingat bahwa UU produk manusia, tidak akan sempurna. Revisi merupakan usaha agar UU semakin baik. Jangan buru-buru menuduh pelemahan akan dilakukan DPR.Â
Kedua film ini harus diakhiri. Jangan terlalu larut dengan fiksi. Bagi saya kedua propaganda itu fiksi. Pertama soal kualifikasi Capim dan kedua soal pelemahan KPK.Â
Kita harus jujur bahwa selama ini sudah gagal. Mereka gagal menjadikan KPK sebagai lembaga anti korupsi. Selama ini KPK hanya menjadi lembaga penangkap koruptor. Tidak ada yang istimewa dengan kerja itu.
Bagi saya semua lembaga negara tidak boleh super. Absolute power attend to corrupt. KPK tidak boleh absolut kekuasaannya, sebagai penganut demokrasi harusnya kita sepakati hal itu. Buanglah prasangka buruk, biarlah DPR melakukan tugasnya bersama presiden. Jangan memperburuk situasi dengan fiksi.
Sama halnya dengan fiksi pernyataan JK pada saat Jokowi akan nyapres. Dalam sebuah video JK mengatakan Indonesia akan hancur apabila dipimpin Jokowi. Faktanya JK malah menjadi pendamping Jokowi. Ada juga fiksi Indonesia bakal bubar pada tahun 2030.
Saat ini suguhan fiksi yang didramatisir mampu menggerakan kita semua. Bahkan Kompasiana ikut menjadikan Capim KPK dan revisi UU KPK sebagai Topik Pilihan. Padahal media harusnya paham semua isu itu hanya propaganda, sebuah fiksi yang dikemas menjadi nonfiksi. Pertanyaannya kemudian, siapa mereka?
Siapapun mereka, satu hal yang pasti adalah mereka kelompok yang takut dengan perubahan. Ketum PBNU mengatakan, setiap UU yang sudah lama wajar apabila direvisi. Dan soal Capim, penghembus isu bisa jadi kelompok yang jagoannya gagal lulus. Harapannya, masyarakat tidak terpancing dengan kedua propaganda tadi.Â
Harapan lebih besar kita amanatkan kepada awak media. Sebagai pilar demokrasi, media harus cerdas bukan culas. Media harus menjadi pencerah bukan malah sebaliknya, media harus menjadi pemersatu bukan pemecah. Mari akhiri fiksi dan hiduplah dalam dunia nyata. Selamat berakhir pekan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H