hiburan, kita mendapatkan pula beragama informasi aktual dan faktual. Jangkauan yang luas dan gratis menjadikan radio dan televisi sebagai pilihan kebanyakan orang. Meski era digital telah memanjakan kita namun kedua media massa itu masih diminati.
Menonton tv atau mendengarkan radio memang kegiatan yang mengasyikan. Selain beragamKeluasan jangkauan terutama televisi dengan sendirinya berefek meluas pula. Bila konten yang disajikan baik, sehat, mengandung nilai-nilai positif maka efeknya pun demikian. Dan sebaliknya bila kontennya dipenuhi kekerasan, kebencian, bukan mustahil para penontonnya akan terpengaruh.
Meski Indonesia memiliki lembaga penyiaran yang akan menghukum pelanggaran namun itu belumlah cukup. Masyarakat harus berperan aktif menghukum televisi maupun radio yang menyebarkan ujaran kebencian, diksi cacian dan hinaan maupun adegan-adegan yang tidak sesuai dengan norma dan agama maupun ideologi negara.
Kita ketahui bersama, media massa tidak bekerja sendiri. Mereka dibantu sponsor yang membiayai sebuah acara atau siaran. Keinginan sponsor hanyalah agar produknya laku. Mereka akan memilih media massa atau acara yang paling tinggi ratingnya. Kerjasama itulah yang terkadang mengharuskan sebuah media massa menghalalkan segala cara.
Keterkaitan keduanya sebenarnya juga dipengaruhi hasrat penonton. Jadi, ada kerterkaitan konten sebuah media massa dengan hasrat kita. Namun demikian para penonton sebenarnya tidak bisa memaksakan sebuah siaran atau acara yang harus ditampilkan. Terkadang media massa coba sajikan sebuah acara dan ternyata banyak ditonton.Â
Karenanya peran penonton terutama para orang tua sangatlah krusial. Mengingat, tontonan dari televisi maupun siaran suara dari radio juga dinikmati anak-anak. Sementara tontonan tersebut tidak bisa dijadikan tuntunan. Selain pengawasan terhadap tontonan anak, menseleksi media massa juga penting.
Kadang kala para orang tua tidak peduli dengan tontonan anaknya. Dampaknya anak-anak dengan bebas mengakses acara atau siaran yang tidak mendidik. Tentu saja akan mempengaruhi psikologis seorang anak. Penyadaran ini hendaknya dilakukan KPI maupun pemerintah. Para orang tua harus diberi edukasi terkait tontonan anaknya.
Selain itu, para orang tua yang telah mendampingi anaknya juga dapat mendidik media massa. Misalnya dengan menghilangkan channel siaran tv atau radio tersebut. Dengan sendirinya media massa akan kehilangan rating dan sponsor. Tujuannya agar mereka mengevalusi diri. Bila gerakan menghukum media massa 'nakal' serentak dilakukan maka mereka akan berbenah, tidak seenaknya mereka.Â
Terciptalah simbiosis mutualisme yang sehat. Selama ini keuntungan hanya diraih media massa sementara kerugian ditanggung penonton terutama anak-anak. Secara umum, bila anak-anak yang dirugikan maka masa depan negara terancam. Efeknya lebih luas dari jangkauan siaran tv dan radio. Bahkan sebuah bisa selamanya menjadi 'penonton' diera kompetisi ini.Â
Karenanya, KPI tak perlu ragu menghukum sembari menanti kesadaran kolektif para penonton di Indonesia. Tontonan jadi tuntunan harus mendominasi siaran radio dan tv. Film dan Sinetron harus bisa jadi tontonan sekaligus tuntunan. Banyak tema-tema edukasi yang bisa diangkat menjadi film dan Sinetron. Misalnya tema sejarah, bila disajikan dalam bentuk sinetron tentu akan menjadi tuntunan, bernilai edukasi, dan cara lain menyajikan sejarah.