Selama ini kita saksikan pula bagaimana AHY tak pernah bersama Prabowo-Sandi turun ke daerah-daerah. Jarang sekali AHY berkomentar yang menunjukkan Demokrat benar-benar serius mendukung Prabowo-Sandi. Sikap tersebut jelas berbeda dengan PAN maupun PKS.
Realitas itulah yang membuat publik percaya bahwa dari lubuk hati terdalam, AHY sebenarnya ingin bersama Jokowi-Ma'ruf Amin. AHY bukan SBY yang memiliki masa lalu tak nyaman dengan Megawati. AHY bicara masa depan, sementara SBY selalu melihat masa lalu sehingga enggan bersama PDIP.
Karena pandangan ke depan, AHY berpikir berdasarkan peluang 2024 bukan 2019. Bagi AHY, pilpres 2019 hanya pilpres administratif, sehingga Erick Thohir harus sigap membaca peluang ini. Bila abstainnya Demokrat dalam pilpres 2014 menguntungkan Jokowi, konon lagi bila didukung oleh Demokrat.
Deal politik yang bisa ditawarkan kepada AHY ialah menjadi cawapres bahkan capres 2024. Bila AHY enggan, maka kerugian yang ia dapati. Pasca Jokowi atau Prabowo menang, Gerindra dipastikan tidak akan mencalonkan AHY. Maklum, Gerindra memiliki amunisi yang cukup.
Selain Sandiaga Uno, Gerindra maupun PKS bakal mengajukan Anies Baswedan pada pilpres selanjutnya. Sementara PDIP barangkali akan mengajukan Ridwan Kamil, dan bisa jadi AHY bila kali ini mau mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin. Pilihan bersama Jokowi-Ma'ruf Amin menurut saya lebih logis bagi AHY.
Kini, masa depan AHY ada di tangannya pasca SBY lengser sementara. Keputusan sekecil apa pun akan berimbas pada masa depan dirinya dan partai Demokrat. AHY harus berani bersikap dan cerdas membaca peluang. AHY harus mandiri, tak boleh lagi menjadi 'anak babe'.
AHY juga harus mampu menyerap aspirasi kader-kader Demokrat di daerah. AHY harus berani mengubah Demokrat, dari partai keluarga menjadi partai terbuka. Kalaupun tidak menjadi capres setidaknya AHY harus menjadi cawapres 2024. Bila tidak, riwayat Cikeas hanya sampai 2019.
Sempat menjadi buah bibir, kini elektabilitas AHY sudah ditenggelamkan tokoh muda lain. Selain Sandiaga, ada Fahri Hamzah, Anies Baswedan, maupun Ridwan Kamil. Tanpa jabatan publik selama 5 tahun ke depan, sulit bagi AHY bersaing dengan nama-nama di atas.
Lalu benarkah episode ini akan berakhir manis bagi AHY? Ataukah episode ini lebih menyakitkan dari pilkada DKI Jakarta? Hanya AHY dan Tuhan yang tahu.
Bila tak salah analisis saya, maka AHY saat ini sedang menuju Jokowi-Ma'ruf Amin. Bagaimana menurut Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H