Mohon tunggu...
Don Zakiyamani
Don Zakiyamani Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Kopi Senja

personal web https://www.donzakiyamani.co.id Wa: 081360360345

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pantaskah Lafran Pane Menjadi Pahlawan Nasional

6 November 2017   21:55 Diperbarui: 8 November 2017   14:03 2304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Koordinator Presidium Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Mahfud MD mengatakan bahwa Presiden Jokowi akan memberi gelar pahlawan kepada pendiri HMI Lafran Pane pada 9 November 2017 mendatang.


Lalu siapakah Lafran Pane? Lafran Pane yang lahir di Kampung Pagurabaan, Kecamatan Sipirok, yang terletak di kaki gunung Sibual-Bual, Sumatera Barat itu memprakarsai pendirian HMI pada 5 Februari 1947 di Yogyakarta,
Bersama Kartono Zarkasy (Ambarawa), Dahlan Husein (Palembang), Siti Zainah (Palembang), Maisaroh Hilal (cucu pendiri Muhammadiyah KH.Ahmad Dahlan, Singapura), Soewali (Jember), Yusdi Gozali (Semarang, juga pendiri PII), M. Anwar (Malang), Hasan Basri (Surakarta), Marwan (Bengkulu), Tayeb Razak (Jakarta), Toha Mashudi (Malang), Bidron Hadi (Kauman-Yogyakarta), Sulkarnaen (Bengkulu) dan Mansyur.

Lafran Pane juga dikenal sebagai sosok yang sabar dan sederhana. Setelah menjadi guru besar ilmu sosial di IKIP Yogyakarta, ia mudah ditemui sedang mengayuh sepeda onthelnya. Ketika sepedanya dijahili mahasiswanya, dia tidak marah. Tidak melempar sepedanya pada mahasiswanya, tidak melemparkan bambu pada mahasiswanya, juga tentu makan di warung dengan membayar.

Hal berbeda dengan para alumni HMI lainnya yang bergelimang harta. Mendirikan organisasi sebesar HMI sebenarnya mudah bagi Lafran Pane untuk meraih jabatan dipemerintahan, namun hal itu tidak dilakukannya. Baginya, apapun profesi seseorang terutama kader HMI, nilai-nilai Islam harus dijaga. Amanat ini tampaknya sudah dilupakan kebanyakan kader HMI, menjadi anggota HMI hanya sebagai jembatan menuju kekuasaan. Setidaknya itu yang dapat dilihat dari fenomena setelah orba berkuasa.

Kakek Lafran Pane seorang ulama, Syekh Badurrahman Pane sedangkan ayahnya Sutan Panguraban, merupakan salah satu pendiri Muhammadiyah. Itulah mengapa pendidikan Islam dalam dirinya telah sejak lama tertanam. Ia melihat mahasiswa dimasanya sudah terkontaminasi dengan paham komunisme, Lafran Pane muda melihat gejala itu tidak baik bagi karakter calon pemimpin. Sebagai "bidan" kelahiran HMI, tentu Lafran akan sedikit kecewa dengan yang terjadi pada kader-kader HMI belakangan ini.

Bagi Lafren, Islam itu harus digunakan dalam segala aspek kehidupan. Kesempurnaan ajaran Islam belum terpatri didalam diri umat Islam sendiri, padahal bila ajaran Islam dipraktikkan dengan benar, peradaban Islam akan menjadi rujukan didunia ini. Itulah mengapa Lafran Pane tidak sepakat dengan omongan yang mengatakan bangsa barat lebih baik dari bangsa Indonesia, menurutnya bangsa Indonesia dan terkhusus umat Islam belum dengan benar memahami ajaran Islam.

Sikap dan sifatnya yang sederhana serta tidak haus kekuasaan ditunjukkan bukan hanya setelah menjadi alumni HMI. Lafran Pane hanya 7 bulan menjadi Ketua Umum HMI dan memilih menjadi wakil ketua. Padahal ia merupakan penggagas berdirinya organisasi, hal itu sangat jarang kita jumpai pada saat ini. Saat ini elit politik baik itu lulusan HMI atau bukan, menjadi Ketua Umum merupakan tujuan. Sementara Lafran Pane muda hanya menjadikan jabatan sebagai alat berdakwah. Alat memudahkan dalam menyebarkan dan menularkan nilai-nilai Islam dalam segala aspek.

Jauh sebelum Indonesia merdeka, Lafran Pane bersama GERINDO (Gerakan Rakyat Indonesia) ikut berperan aktif melawan pendudukan Jepang. Mengambil pernyataan Frederick Douglass (1818-1895) 'tanpa perjuangan, tak akan pernah ada kemajuan'. Itu berarti tanpa pejuang tidak ada kemajuan, dan Lafran Pane merupakan salah satu pejuang itu. Dan Lafren Pane menjadi pejuang saat sebelum dan sesudah Indonesia merdeka.

Melalui organisasi yang diprakarsainya, Lafran Pane telah melahirkan tokoh-tokoh nasional maupun lokal. Sumbangsih pemikirannya pantas dijadikan teladan, gelar pahlawan pantas disematkan kepadanya. Namun bila penyematan pahlawan nasional didasari kepentingan 2019, orang yang pertama menolak pastilah Lafran Pane. Ia tak butuh pujian dan penghargaan yang didasari pada kepentingan kekuasaan, sudah terbukti ketika kader-kader HMI berada dikekuasaan, ia lepas diri dari mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun