Mohon tunggu...
Dommy Waas
Dommy Waas Mohon Tunggu... -

Seorang Ayah yang berharap agar anaknya dapat menghargai dan bangga akan pluralitas bangsanya. Senang mempelajari agama-agama lain selain agama yang diyakininya. Selain menuangkan 'kegundahan' lewat artikel juga lewat puisi. Lebih dari itu...masih belajar menulis dengan baik. :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

'Sinetron' Kekerasan Atas Nama Agama?

14 Februari 2011   06:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:37 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Orang bicara cinta atas nama Tuhannya,

sambil menyiksa, membunuh, berdasarkan keyakinan mereka."

(Lirik lagu 'Cinta' - Swami/Iwan Fals)

Koq sinetron? Kalau ditanya begitu, saya akan jawab: karena berbagai episode yang disuguhkan di media-media informasi seputar kondisi bangsa kita ini, Indonesia, bak sinetron-sinetron produksi Punjabi yang kental dengan intrik, konspirasi, menduga-duga, saling serang, gosip, ketamakan, rebutan harta/warisan, tak mencerdaskan, simbolisasi agama, gampang ditebak, soq penting, materialistis, tak mendidik, hambur kata-kata merendahkan kemanusiaan, serta bertele-tele. Ditambah dengan 'miskinnya' isi cerita. Oops! Maaf, ini kenyataan. Bicara rating? Hahaha....bukankah mirip? Rating sinetron di televisi berdasarkan banyaknya iklan yang masuk. Rating untuk 'sinetron' kekerasan atas nama agama? Ya, berapa banyak nyawa manusia yang bisa dihilangkan karena dianggap berseberangan, sesat, kafir, pendosa, halal darahnya ditumpahkan, serta semakin bertambahnya jumlah massa yang bisa dimobilisasi. Umumnya mereka yang dimobilisasi ini adalah mereka yang 'pengangguran', baik yang pendidikannya rendah maupun yang pendidikannya tinggi.

Kalau saya ditanya soal peristiwa rusuh PENYERANGAN - bukan BENTROKAN - terhadap Ahmadiyah di Cikeusik, Banten dan perusakan/pembakaran tiga gereja di Tumenggung beberapa waktu yang lalu, maka dengan sejujurnya saya merasa jengkel, gemas, sedih, dan sekaligus sedikit senang. Loh, koq ada sedikit senangnya? Ya, senangnya karena pada akhirnya salah satu pentolan kelompok ormas yang berjubah agama tak kuasa menyimpan rahasia di hatinya. Rahasia? Di Tempointeraktif.com, Munarman, seorang pentolan FPI, menantang pemerintah negeri ini jika ormasnya dibubarkan. Ia balik mengancam akan menjadikan Indonesia seperti Tunisia dan Mesir jika pembubaran dilakukan. Secara implisit, Munarman tak lagi mengindahkan hukum yang berlaku tapi justru menerapkan vigilante. Hebat ya? Pendiri Ahmadiyah - yang dicap sesat/kafir - saja mendidik para pengikutnya agar mentaati pemerintah negara dimana mereka tinggal. Ah, sudah jadi rahasia umum kalau kelakuan ormas yang satu ini memang lebih banyak catatan negatif ketimbang positif. Lebih banyak mudaratnya, meski mereka suka mengklaim melakukan hal-hal postif ketika dimintai penjelasan terkait perilaku negatifnya. Bagi mereka hanya ada satu hukum "vox populi, vox Dei", suara massa suara Tuhan - tentu dalam artian negatif. Beraninya keroyokan! Apapun dilibas, diterjang, dihakimi, diserbu, didesak, jika perlu dengan memutar balik kata. Misalnya jika mereka jelas-jelas terdokumentasi melakukan kekerasan terhadap 'lawannya'. Oh, mereka dengan enteng berkelit: "Kami terprovokasi!" Ah, ngeles lagi. Basi! Senjata pamungkas untuk melegitimasi tindakan kekerasannya, selain berkoar-koar atas nama 'umat Muslim', Islam dan Tuhan. Tanpa ragu meneriakan 'yel' : Allahu akbar! (sebelum, ketika dan sesudah melakukan keonaran. Mungkin mereka sangka dengan begitu pahalanya berlipat-lipat). Kalau meminjam istilah Buya Safii Ma'arif dalam sebuah episode Kick Andy, bahwa kelompok preman berjubah agama ini "menganggap diri benar di jalan yang sesat". Mereka dengan gagah mengatasnamakan umat Muslim Indonesia yang mungkin bisa saja merasa sebal dan muak diwakili keislamannya dalam wujud 'the ugly Islam'. Kalau saya jadi Muslim, saya tidak akan rela Islam dibajak oleh sekelompok orang yang berkoar-koar menawarkan Islam yang 'asing', Islam yang kasar, otoriter dan hanya mengandalkan simbol-simbol semata.

Oya, ada yang sudah menyaksikan sebuah video yang di-upload di Youtube yang berisi 'kebebasan berekspresi' para ustad kelompok/ormas dalam memprovokator massa pengikutnya supaya menghabisi Ahmadiyah di manapun dan menyatakan halal darahnya? Juga seorang ustad yang terobsesi penerapan syariah dengan cara 'harus menguasai pemerintahan'? Atau ada yang sudah menyaksikan cuplikan dari 'video horor' yang menggambarkan sikap kebiadaban manusia terhadap manusia lainnya pada peristiwa penyerangan terhadap Ahmadiyah di Cikeusik? Apa pendapat Anda? Buat saya, tanpa melihat bahwa mereka (mengaku beragama) Islam, ini seharusnya segera ditindak tegas. Selain menghasut, tak berprikemanusiaan, sekaligus tak berketuhanan. Lalu, kenapa dibiarkan? Ada banyak pertanyaan dan spekulasi di masyarakat yang berkembang. Kita bisa kumpulkan itu semua dalam sebuah bundel kliping, lalu kita telaah polanya. Bagi saya, ini pola sinetron (Indonesia). Kita sudah bisa tebak alur ceritanya, bahkan ending-nya. Kalimat apa yang selalu diucapkan ketika terdesak? Nanti siapa yang jadi pemeran antagonis dan protagonis? Siapa yang selalu cocok jadi pemeran pembantu? Siapa yang selalu jadi korban? Siapa yang diuntungkan? Bagaimana nantinya mereka saling menutupi? Tuntutan apa yang diajukan jika di antara mereka di tahan oleh Polisi? Apakah ceritanya akan jadi bersekuel, trikuel? Ah, sinetron banget!!

Lalu bagaimana? Saya hanya rakyat jelata yang awam soal politik. Tapi bolehlah saya kasih bocoran dua hal yang saya simpan dalam benak saya. Bisa saja ini sebuah kelindan rumit antara kekuasaan (politik) dan agama. Pertama, bahwa ini adalah skenario klise yang diusung elit penguasa dalam mempertahankan kekuasaan dan kepentingannya. Kedua, kelompok/ormas berjubah agama ini benar-benar ingin mengubah ideologi negara, menjadikan negara ini negara agama, dengan cara-cara yang mengatasnamakan umat Muslim Indonesia dan menggunakan hukum negara untuk melibas pihak-pihak yang dianggap bisa menghalangi tujuan mereka: mendirikan khilafah Islam. Tinggal tunggu saja akan 'ditayangkan' pada episode ke berapa. Wah, benar-benar 'sinetron' yang tak mencerdaskan. Lupa bahwa ini Indonesia, tempat bertemunya berbagai budaya dari berbagai bangsa. Bhinneka Tunggal Ika, unity bukan uniform. Kalau kita berpikir bahwa kita harus waspada dan menyaring pengaruh negatif budaya asing, maka budaya asing itu bukan hanya datang dari Amerika atau Eropa, tapi juga dari Malaysia, Jepang, Singapura, Australia, Thailand, Korea, juga tak terkecuali dunia Arab / Timur Tengah. Jika kita mengklaim diri sebagai Muslim, maka jadilah Muslim Indonesia. Jika kita mengklaim diri sebagai Kristen, maka jadilah Kristen Indonesia. Dan seterusnya. Maksud saya, tidakkah lebih asyik menjadi umat beragama dan bertuhan yang bisa mengembangkan keberimanan dan intelektualitasnya tanpa kehilangan identitasnya dan tanpa menghilangkan identitas umat beragama lainnya? Tidakkah lebih mendatangkan kedamaian menjadi umat yang 'berani' menerima perbedaan dengan kedewasaan beriman. Kita berharap Indonesia tak dijadikan ajang persaingan dan pertarungan budaya (Amerika/Eropa vs Arab/Timur Tengah) seperti tesis Samuel Huntington dalam 'The Clash of Civilization". Atau sebagai ajang 'benturan antar fundamentalis' seperti analisis Tariq Ali.

Kita pasti telah paham, bagaimana supaya tayangan sinetron di televisi kita tak terus meracuni dan membodohi kita? Yup! Matikan televisi atau pindah channel yang lebih beradab dan mencerahkan. Tetap bersikap kritis, terhadap apa yang terjadi di sekitar kita dan terhadap apa yang kita yakini, termasuk terhadap ucapan para pemimpin agama kita, serta agama itu sendiri. Lakukan segala sesuatu yang positif dan bermanfaat buat banyak orang dari hal-hal kecil tanpa melulu berdasar pada keinginan 'masuk surga' dan memperoleh reward dari Tuhan (uapah/pahala), melainkan tetap fokus pada pertanyaan: apakah kehadiran, perilaku, keberagamaan, dan keberimanan saya benar-benar menghadirkan rahmatan lil alamin atau tidak? Alangkah ganjilnya jika Indonesia harus dihuni dan dikuasai para pemain 'sinetron' yang tiranik, otoriter dan cupet berjubah agama. Selain tidak mencerdaskan, penuh konflik, dan membosankan, juga akan membawa peradaban bangsa ini menjadi mundur dan cenderung barbar. Hiiiiy! Amit-amit! Maka dari itu, hentikan 'sinetron' kekerasan atas nama agama, apa pun alasannya. Harus ada tindakan tegas dari pemerintah.

Bdg, 13 Februari 2011

Before Valentine's Day

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun