Herman Willem Daendels lahir 21 Oktober 1762 -- 2 Mei 1818). Ia adalah seorang politikus dan jenderal Belanda yang menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-36. Saat itu, Belanda dikuasai oleh Perancis. Misi Herman Willem Daendels di Indonesia adalah mempertahankan Jawa dari ancaman Inggris. Sebagai pegawai negeri, ia memerintah Indonesia dengan sistem diktator dan dikenal sering menerapkan kebijakan yang merugikan rakyat.Â
Pada tanggal 5 Januari 1808, setelah menempuh perjalanan jauh dari Belanda, ia tiba di Batavia (Jakarta) menggantikan Gubernur Jenderal Albertus Wiese. Kedatangan Daendels menandai awal jatuhnya tatanan Jawa dan dimulainya era baru pemerintahan kolonial di Nusantara. Menurut sejarawan Inggris Peter Carey dari Universitas Oxford, kemunculan Daendels dikenal sebagai "Orde Baru Daendels". Â
Setelah sebulan berada di Jawa, langkah pertama yang dilakukan adalah mendapatkan informasi yang jelas tentang kerajaan-kerajaan selatan Jawa Tengah. Ia mengatakan ingin kontak langsung dengan para pejabat Belanda di halaman Istana.Â
Pada 28 Juli 1808, ia mengeluarkan kebijakan baru yang mencakup pelarangan berbagai upacara dan ritus keraton bagi penduduk Belanda. Misalnya, warga tidak lagi harus berhenti di jalan karena melihat raja lewat, maka warga negara yang menjadi pegawai negeri Belanda akan mendapat berbagai keistimewaan seperti gelar "menteri" dan seragam baru. Â
Untuk menguasai kekuasaannya, ia sering bepergian ke daerah-daerah tertentu dan mengumpulkan warga serta bupati untuk mengarahkan. Salah satunya menunjuk Komisi Kehutanan untuk Akses ke Hutan Jati. Jati sangat dibutuhkan dalam berbagai perkembangan pada saat itu.Â
Kehadiran Daendels dengan berbagai kebijakan dan pedoman praktis membuat raja-raja Jawa tak berdaya dan tunduk kepadanya.Â
Dengan menyerahnya raja-raja di Jawa, Daendels leluasa menjalankan berbagai proyek, seperti Jalan Raya Pos (De Groote Postweg), Berdasarkan jurnal Paramita, pembuatan jalan pos berjarak 600 pal (904 km), dan dalam jurnal berjudul Perkembangan Jalan Raya di Pantai Utara Jawa Tengah Sejak Mataram Islam Hingga Pemerintahan Daendels, dituliskan bahwa jalan yang dibangun oleh Daendels, lebarnya 7,5 meter. Jalan ini membentang dari Anyer di Banten hingga Panarukan di Jawa Timur.Â
Jalan ini awalnya ditujukan untuk keperluan militer dan pos. Ia kemudian menjadi sarana pengangkutan hasil rempah-rempah dari berbagai perkebunan di Jawa. Â Pembangunan jalur pos ini merupakan salah satu pembangunan infrastruktur paling awal di Pulau Jawa. Menyebarkan ribuan pekerja dan beberapa mempertaruhkan nyawa mereka. Sumber-sumber di Inggris melaporkan, total korban meninggal akibat pembangunan Jalan Raya Pos sebanyak 12.000 (Pramoedya Ananta Toer, 2010:23). Angka inilah yang berhasil didata, jumlah korban disebut lebih banyak dari itu.Â
Proses Pembangunan Jalan Raya Pos:
Pembangunan Jalan Raya Anyer - Panarukan melewati Jakarta, Bogor, Cianjur, Bandung, Pangeran Cadas, Majalengka, Cirebon hingga Jawa Tengah. Dari Cirebon hingga Surabaya, pembangunan jalan dilakukan di pantai utara.
Jalan ini sebenarnya belum sepenuhnya dibangun sejak Anyer - Panarukan. Beberapa jalan sudah dibangun, jadi Daendels tinggal melebarkannya. Beberapa ruas jalan telah diperlebar, antara lain Jalan Anyer - Batavia dan Pekalongan - Surabaya.