Mohon tunggu...
Wimpie Fernandez
Wimpie Fernandez Mohon Tunggu... Penulis - Tak harus kencang untuk berlari

Penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memakai Sepatu di Dalam Rumah, Sebuah Anomali yang Terus Dilakukan

25 September 2020   07:58 Diperbarui: 26 September 2020   18:56 1214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai orang terpelajar yang menuntaskan pendidikan S2 di luar negeri, sejatinya memiliki kecerdasan akademik yang sangat apik. Namun, mereka yang memiliki kecerdasan akademik, belum tentu memiliki kecerdasan sosial. Hal ini sama seperti orang baru yang memakai sepatu di dalam rumah. 

Mengutip (Widodo, Indraswati, & Sobri, 2019), setiap orang dituntut agar memiliki kepekaan terhadap lingkungan sosial di mana mereka berada.

Orang yang baru saja saya kenal, tampaknya tidak memiliki kepekaan yang mendalam terhadap lingkungan sosial di mana ia beraktivitas. 

Justru, saya menilai, ia sudah terpengaruh oleh budaya barat. Contoh nyata dan sederhananya adalah memakai sepatu di dalam rumah yang disulap menjadi kantor. Itu bukanlah cermin budaya bangsa Indonesia, melainkan budaya barat bung!

Di satu sisi, semua karyawan yang bekerja di sana melepas alas kakinya. Anehnya, tidak ada yang berani menegur perilaku dari orang anyar itu. Mungkin karena jabatan, jadi semua karyawan sungkan atau takut untuk menegur. 

Saya juga tidak tahu pastinya. Padahal, menurut (De Jaegher, Di Paolo, & Gallagher, 2010), orang yang pandai menempatkan diri serta menyadari kedudukan serta fungsinya dalam lingkungan sosial disebut dengan kecerdasan sosial.

Ironisnya lagi, orang anyar itu tidak bisa menghargai sesama manusia yang bertugas membersihkan seisi rumah yang disulap menjadi kantor. Mulai menyapu, mengepel, sikat kamar mandi, membersihkan perpustakaan mini yang penuh dengan debu, buat kopi dan teh, siram-siram tanaman, hingga membuang sampah.

Orang baru itu tidak bisa memposisikan diri di mana ia berada. Justru dengan tegak, ia mengibas-ngibaskan kedua kakinya di atas keset, kemudian melangkahkan kaki berjalan masuk ke dalam rumah itu.

Cukup miris melihat mereka yang bekerja di lembaga sosial, tapi sungkan atau takut menegur. Akhirnya muncul ketidaknyaman bahkan ketidak harmonisan saat menjalankan aktivitas. 

Seorang kawan ngrasani perilaku orang baru yang acapkali menggunakan sepatu di dalam rumah. Dengan kata lain, ada unek-unek yang ingin disampaikan, tapi tidak berani. Mungkin minoritas, jadi takut dibilang pemberontak yang kemudian merambat ke pekerjaannya.

Nasution (2019:2) mengungkapkan bahwa terdapat norma-norma, nilai dan etika yang harus dipatuhi sebagai kesepakatan bersama dalam sebuah masyarakat. Salah satu tujuannya adalah agar hubungan sosial tersebut dapat berjalan harmonis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun