Mohon tunggu...
Wimpie Fernandez
Wimpie Fernandez Mohon Tunggu... Penulis - Tak harus kencang untuk berlari

Penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Nyala Lilin yang Tak Pernah Padam

24 Januari 2019   10:05 Diperbarui: 24 Januari 2019   10:08 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kegelapan tidak bisa mengusir kegelapan, hanya cahaya yang bisa melakukannya. Kebencian tidak akan mampu menghapus kebencian, hanya cinta yang mampu melakukannya" Marthin Luther King Jr. 

Perempuan bertubuh mungil dengan usia yang sudah tak lagi muda sedang berdiri di persimpangan jalan. Berbusana serba hitam lengkap dengan atribut payung,Ia berdiri tegap menghadap Istana Negara. Rambut yang sudah memutih, tak menggoyahkan niat serta imannya. Baginya, kebenaran itu bersinar. Ibarat nyala lilin yang tak pernah padam dan terus bersinar meski berada di lorong yang gelap.

12 tahun sudah, sejak kematian putra tercintanya, Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan), akibat peluru yang dihempaskan aparat militer di halaman kampus Atmajaya pada Jum'at 13 November 1998, membuat Perempuan bernama lengkap Maria Katarina Sumarsih selaku ibu kandung Wawan, berdiri tegap menatap Istana Negara. Meminta pertanggungjawaban pemerintah atas kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang hingga saat ini tak kunjung tuntas. Aksi ini kemudian dikenal dengan sebutan aksi kamisan. 

Aksi kamisan dimulai sejak tanggal 17 Januari 2007. Tujuannya, meminta kejelasan alasan pemerintah membunuh, menculik dan menghilangkan orang secara paksa di zaman orde baru. Lalu, menuntut pemerintah menangkap sekaligus mengadili pelaku yang terlibat dalam serangkaian tragedi tahun 1998. Mulai kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, Tanjung Priok, Talang Sari hingga kasus tragedi 1965.

Hanya saja, perjuangan Maria bersama keluarga korban kasus pelanggaran HAM, aktivis dan LSM "Bagai Pungguk Merindukan Bulan". Pasalnya, sejak era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga Joko Widodo, mereka sudah melakukan 571 kali aksi kamisan dan sudah menyerahkan 540 lembar surat ke kantor kepresidenan. Dengan harapan, dibaca kemudian ditindaklanjuti kasus pelanggaran HAM berat itu. Namun, semuanya menguap begitu saja. Tidak ada respon dari pihak pemerintah. Hanya sekali diundang masuk ke Istana Negara bertemu dengan Presiden Jokowi pada 31 Mei 2018. Sama, hasilnya nihil. Tidak ada kelanjutan yang jelas.

Meski tidak mendapat kejelasan, Maria bersama keluarga korban pelangaran HAM, para aktivis dan LSM konsisten melakukan aksi kamisan dan terus mendesak pemerintah agar berani mengungkap siapa dalang kasus 1998 untuk kemudian diadili sesuai dengan UUD yang berlaku di Indonesia. Cara semacam ini terus dilakukan untuk menghidupkan serta mengingatkan kembali catatan sejarah kelam yang pernah dilakukan Pemerintah Indonesia kepada warganya sendiri.

Berkaca dari berbagai macam kasus di tahun 1998 yang tak kunjung usai, Maria menilai, Indonesia sebagai negara hukum tidak konsisten menjalankan aturan sebagaimana yang diatur dan ditetapkan dalam UUD. UUD nomor 26 tahun 2000 tentang pelanggaran hak asasi manusia yang seharusnya mengadili dan bertindak tegas terhadap pelaku pelanggaran HAM, justru digunakan untuk melindungi orang-orang yang melakukan aksi pelanggaran HAM berat itu.

Ironisnya, mereka yang dituding secara blak-blakan oleh media dan beberapa jurnalis asing sebagai "aktor" kasus penembakan dan penculikan orang secara paksa tahun 1998, kini berada di lingkaran Istana. Hebatnya lagi, ada yang maju sebagai calon pemimpin negara. Alangkah lucunya negeri ini.

Mengingat perjuangan yang terus diperjuangkan beberapa kawan-kawan pemerhati hak asasi manusia dan keluarga korban pelanggaran HAM, penulis mengajak masyarakat yang hidup di tengah keramaian dan ketidakwarasan dunia saat ini, sejenak menyempatkan diri berdoa bagi mereka yang sudah meninggal maupun yang hilang, utamanya perjuangan keluarga korban yang tengah berjuang mencari dan menunggu keadilan hak asasi manusia dari pemerintah. 

Ketika banyak orang berdoa dengan cinta, maka kebenaran itu perlahan-lahan tumbuh dan terlihat. Dan kegelapan akan semakin redup dengan kehadiran cahaya lilin yang lambat laun semakin bersinar terang. Dengan begitu, Pencipta semakin menambahkan banyak bahu untuk menopang. Mulut untuk memperkukuh tekad. Tangan untuk menguatkan. Kaki untuk melangkah bersama-sama. Kami masih ada dan terus berlipat ganda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun