Bahan Bacaan -> Injil Matius 12:38-42
Para saudara terkasih, Injil yang kita renungkan ini berbicara tentang perlunya menyikapi tanda-tanda. Pada zaman dahulu, tanda-tanda zaman diketahui berdasarkan pengalaman konkrit. Misalnya, ketika langit mendung, nenek moyang kita mengingat itu pertanda hujan. Selain itu, ada banyak tanda-tanda lain terkait berbagai fenomena alam dan dinamika kehidupan. Pada intinya, manusia perlu mengenali tanda-tanda supaya siaga sebelum suatu peristiwa terjadi.
Bersikap antisipatif atau siap siaga seharusnya dibentuk oleh setiap orang. Tanda tidak boleh dibiarkan berlalu begitu saja. Contohnya, ketika mendengar pemberitaan media tentang penularan virus korona, ada banyak orang yang tidak bersikap antisipatif. Bahkan tidak mematuhi protokol kesehatan setelah pemerintah menghimbau masyarakat menerapkan beberapa aturan pola hidup selama pandemi. Akibatnya, penularan korona terus berlanjut. Hal tersebut membuat pemerintah dan tenaga kesehatan semakin kewalahan menangani pasien yang begitu banyak jumlahnya.
Menentukan sikap atau keputusan ketika melihat atau mendengar tanda ditekankan oleh Santo Ignatius Loyola melalui latihan doa. Ia memberi penekanan pada discernment atau pembedaan roh. Kita diajak belajar mengenali dorongan atau suara yang berbisik dalam hati kita. Melalui discernment, kita menentukan apakah dorongan tersebut berasal dari roh baik atau roh jahat.
Dalam kenyataan hidup konkrit, seringkali permasalahan hidup yang kita hadapi tidak sesederhana mengetahui tanda-tanda alam. Tetapi, perkara-perkara rumit dan pelik membuat kita sulit mengidentifikasi mana dorongan roh baik dan mana yang hanya kelihatan baik. Ketika berhadapan pada situasi ini, kita diajak untuk memiliki relasi yang baik dengan Tuhan. Kalau dekat dengan-Nya, kita merasa lebih mengenal kehendaknya atas persoalan-persoalan yang kita hadapi.
Apabila kita berada pada posisi yang salah, kita harus belajar rendah hati mengakuinya dan mengubah haluan. Manusia tidak dapat menutup mata pada kebenaran baru yang membuktikan bahwa apa yang dia yakini selama ini benar tidaklah demikian adanya. Sebelum berlarut-larut pada kesalahan, orang harus bersedia mengakui kekurangannya dan berpindah pada apa yang benar sebagaimana ia kenali pada tanda-tanda atau pemberitahuan dari orang lain.
Semoga akal budi dan hati nurani kita mampu menilai berbagai hal dalam hidup. Tujuannya ialah agar kemampuan, pengetahuan dan seluruh hidup ini dapat kita gunakan untuk melakukan kehendak Allah dan kebaikan sesama. Dengan cara itulah kita menjadikan hidup ini berkat bagi sesama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H