Mohon tunggu...
Unu D Bone
Unu D Bone Mohon Tunggu... Lainnya - Belajar Sama-Sama

Kadang suka jalan-jalan, kadang suka diam di rumah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bunuh Diri: Kenapa Jumlah Pelaku-Korban Laki-Laki Cenderung Lebih Tinggi dari Perempuan?

29 Januari 2025   23:03 Diperbarui: 30 Januari 2025   00:03 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan Awal

Tahun 2023, berdasarkan beberapa kejadian bunuh diri di TTU, saya coba mendata kasus bunuh diri yang dilaporkan media. Secara khusus saya mencoba untuk mendata dan mendalami kasus bunuh diri yang melibatkan korban remaja. Data-data tersebut tersimpan dengan baik di laptop, dan belum diolah sampai saat ini. Namun viralnya kasus bunuh diri di awal tahun 2025 menggoda saya untuk membongkar kembali data-data yang tersimpan, kemudian mencoba untuk mengolahnya dari perspektif lain.

Data Berbicara

Bunuh diri merupakan kejadian yang sering kita dengar. Artinya peristiwa bunuh diri bukan merupakan hal baru. Dan mengutip laman RSJWR Bunuh diri merupakan penyebab kematian ketiga tertinggi setelah kecelakaan dan pembunuhan.

Pada 2016 World Health Organization melaporkan bahwa diperkirakan ada 793.000 kematian akibat bunuh diri di seluruh dunia. Menurut Asosiasi Pencegahan Bunuh Diri Indonesia (INASP) terdapat 670 jumlah kasus bunuh diri pada tahun 2018 yang dilaporkan. Selain itu terdapat lebih dari 303 persen kasus bunuh diri yang tidak dilaporkan. Data tersebut diperoleh berdasarkan perbandingan data kepolisian dan Sample Registry System (SRS) dari Kementerian Kesehatan.

Kasus bunuh diri sejak tahun 2018 hingga akhir 2023 mengalami peningkatan yang signifikan. Berdasarkan data dari Polri, dilaporkan bahwa terdapat 663 kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang periode Januari-Juli 2023, dan total pada bulan Desember 2023 mencapai sekitar 1.200 kasus. Sementara itu yayasan Emotional Health For All (EHFA) mengemukakan data bahwa tingkat bunuh diri di Indonesia mencapai empat kali lipat dari angka yang dilaporkan. Tambahan, berdasarkan data pada laman BPS-NTT dicatat bahwa pada tahun 2018 terdapat 158 korban bunuh diri, dan pada periode 2018 -2021, dengan masih merujuk data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat 303 kasus. Yang lebih memprihatinkan lagi, percobaan atau upaya untuk bunuh diri tujuh kali lipat dari jumlah yang dikemukakan.

Perspektif Gender

Kembali ke apa yang sudah digambarkan pada catatan awal di atas, di TTU sendiri, sejak tahun 2018 sampai tahun 2022 ada beberapa kejadian bunuh diri. Dari beberapa laporan media yang tercatat, kejadian-kejadian tersebut melibatkan korban lebih dari 70%-nya adalah laki-laki. Catatan ini sejalan dengan data WHO beberapa tahun sebelumnya. WHO mencatat bahwa pada 2016 diperkirakan ada 793.000 kematian akibat bunuh diri di seluruh dunia, dan sebagian besar adalah laki-laki. Selanjutnya pada tahun 2021, dari 6.544 angka bunuh diri di Indonesia, sebanyak 5.095 kasus terjadi pada laki-laki. Data ini kemudian diulas lebih lanjut dengan garis bawah, bahwa meskipun proporsi ide dan rencana bunuh diri lebih tinggi pada perempuan, ternyata proporsi percobaan bunuh diri justru ditemukan lebih besar pada laki-laki. Artinya bahwa meskipun perempuan lebih rentan terhadap kondisi masalah mental seperti depresi dan sejenisnya, keputusan untuk melakukan tindakan bunuh diri karena tekanan mental lebih cenderung dilakukan oleh laki-laki.

Deskripsi data di atas lantas menimbulkan pertanyaan tentang mengapa angka bunuh diri cenderung tinggi pada kelompok laki-laki? Mengapa laki-laki lebih rentan terhadap tindakan bunuh diri? Meskipun dalam banyak kejadian kasus bunuh diri dihubungkan dengan gangguan mental seperti depresi. Memang tidak salah, bahwa depresi merupakan suatu situasi mental yang menjadi kunci utama prediktor bagi kejadian bunuh diri. Namun hal tersebut adalah situasi permukaan. Ternyata ada hal lain yang banyak kali luput dari perhatian.

Kalau membahas soallaki-laki dan perempuan, perbedaan antara keduanya tidak hanya terletak pada fisik dan kekuatan saja. Dalam menyikapi sebuah masalah pun baik pria maupun perempuan punya caranya sendiri. Kalau perempuan cenderung menanggapinya dengan perasaan dan bercerita pada orang sekitar untuk mencari solusi, laki-laki biasanya lebih sering menyembunyikan masalahnya sendiri. Laki-laki terkondisi untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Laki-laki tidak boleh mengekspresikan kesedihan, kekecewaan, stres dan sebagainya. Kondisi tersebut berbeda dengan perempuan. Para perempuan lebih bebas untuk mengekspresikan emosi mereka, mereka bebas untuk mengutarakan masalah mereka kepada teman-teman mereka. Penjelasan tentang perbedaan laki-laki dan perempuan dalam menghadapi suatu masalah secara gamblang uraikan oleh John Gray dalam Men are from Mars and Women are from Venus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun