Mohon tunggu...
Dominica Nursanti
Dominica Nursanti Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Dogs lover. Peace maker.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Manusia Langit, Sebuah Novel Etnografi

28 Oktober 2010   13:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:01 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahendra tersentak. Yasmin, mahasiswi sekaligus teman dekatnya diberitakan bunuh diri di sebuah hotel. Sebagai dosen sebuah universitas ternama di Yogyakarta, ia harus segera melakukan sesuatu. Kedekatannya dengan Yasmin dapat menyeretnya ke dalam rentetan investigasi polisi. Maka ia lari, meninggalkan pulau Jawa menuju ke Nias. Butuh waktu berhari-hari untuk sampai ke pedalaman Banuaha dari Gunungsitoli. Masyarakat Banuaha menganggap diri mereka sebagai keturunan manusia langit. Nenek moyang mereka turun langsung dari langit ke bumi dengan maksud merasakan hidup sebagai manusia. Dengan status sebagai arkeolog peneliti, Mahendra masuk dan hidup dengan masyarakat Banuaha. Mahendra tinggal bersama keluarga Hia. Marga Hia sangat di hormati di Banuaha karena dianggap marga yang tertua, keturunan langsung manusia langit. Dalam masyarakat Banuaha, sebuah rumah di huni oleh beberapa keluarga dari marga yang sama. Ada Ama dan Ina Budi, Sayani; anak termuda mereka dan beberapa keluarga Hia lainnya dalam rumah yang ditinggali Mahendra. Ama berarti bapak, sedangkan Ina berarti ibu. Nama seorang kepala keluarga dalam masyarakat Banuaha akan diganti sesuai dengan nama anak pertama. Anak pertama Ama Budi adalah Budi, maka ia pun dipanggil demikian, begitu juga istrinya, Ina Budi. Berada jauh dari pulau Jawa, Mahendra berharap akan dapat mengatasi rasa sedihnya atas kematian Yasmin. Sehari-hari ia menghabiskan waktunya untuk menggali artefak-artefak masyarakat Banuaha. Dalam sebuah penggalian, Sayani menemukan sebuah periuk yang membuka duka lama keluarga. Memiliki banyak anak laki-laki dalam masyarakat Banuaha tidaklah  murah. Ketika saatnya laki-lakimenikah, pihaknya harus menakar harga seorang wanita calon pengantinnya. Menurut Ama Budi, paling tidak dibutuhkan 60an ekor babi, 20 gram emas dan puluhan meter kain untuk sebuah pernikahan. Hal inilah yang membuat banyak keluarga Banuaha memasukkan bayi laki-laki mereka ke dalam periuk dan menguburnya sebagai usaha mengurangi beban keluarga. Periuk yang ditemukan Sayani adalah periuk yang dipakai Ama Budi bertahun-tahun lalu untuk memasukkan dan mengubur bayi salah seorang anak laki-lakinya. Usaha itu ternyata tidak membantunya lepas dari jeratan hutang. Sebagai keturunan langsung manusia langit dan tokoh terhormat, Ama Budi harus menggelar pesta pengukuhan diri yang membutuhkan biaya tidak sedikit. Pesta pengukuhan itu haruslah mampu menjamu lebih dari 300 tamu. Harga dirinya ditentukan dari besarnya pesta pengukuhan yang dapat ia gelar. Bahkan sampai hari tuanya pun, hutang pesta pengukuhannya itu masih belum dapat dilunasi. Mahendra merenung, meski dengan ukuran yang berbeda, ia menyadari bahwa manusia selalu di kejar dengan harga diri. Harga dirinya sebagai dosen sebuah Universitas ternama di Yogyakarta membuatnya lari menuju pedalaman Banuaha. Ia kembali teringat akan Yasmin, mahasiswa-mahasiswinya serta kampus tempatnya mengajar. Sebuah keluarga berhutang pada Ama Hia, anak perempuannya yang bernama Saita kemudian bekerja di rumah Ama Budi untuk melunasi hutang. Ia wanita Banuaha tulen yang cantik dan dalam usia yang pantas untuk ditaksir harganya dalam sebuah pernikahan. Mahendra tergetar, duka lama percintaannya menolak rasa yang muncul tiap kali bertemu Saita meski tak jarang ia tak kuasa melawan. Mahendra dan Saita memang tidak dapat berbicara atau bertemu secara terang-terangan. Adat Banuaha melarang seorang laki-laki dan wanita Banuaha yang belum menikah untuk bahkan sekedar berbicara tanpa menjalani aturan adat terlebih dahulu. Mahendra berontak. Ia mengikuti Saita dalam perjalanannya menuju pasar di Gunungsitoli, ia merebut karung belanjaan Saita dan memanggulnya sampai di rumah Saita, ia bahkan berani menyatakan rasa cintanya dan mencium kening Saita. Ia memilih untuk kembali mencinta. Banuaha gempar, seorang Muslim Jawa bernama Mahendra berani melanggar begitu banyak aturan adat Banuaha. Ia tak menyangka, keinginannya untuk kembali mencinta membawa Saita dan dirinya pada kematian. ....................... Manusia langit adalah sebuah novel etnografi yang di tulis oleh seorang arkeolog muda Indonesia, Jajang A. Sonjaya. Pernah tinggal dan meneliti kebudayaan masyarakat Nias, ia mencoba menuliskan pengalamannya dalam novel ini. Novel ini bisa dibeli di toko buku Gramedia. Semoga menginspirasi apresiasi terhadap budaya lain di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun