Mohon tunggu...
dominggus penga
dominggus penga Mohon Tunggu... Administrasi - :)

:)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Malala dan Kita

20 September 2019   07:35 Diperbarui: 20 September 2019   07:59 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 "Teman-teman terkasih, pada tanggal 9 Oktober 2012, Taliban menembak saya di sisi kiri dahi saya. Mereka menembak teman-teman saya juga. Mereka mengira bahwa peluru akan membungkam kami, tetapi mereka gagal. Dan dari keheningan yang datang ribuan suara. 

Para teroris mengira mereka akan mengubah tujuan saya dan menghentikan ambisi saya. Tapi tidak ada yang berubah dalam hidup saya kecuali ini: kelemahan, ketakutan dan keputusasaan telah mati. Kekuatan, kekuasaan dan keberanian telah lahir."

Pernah mendengar nama "Malala Yousafzai"? Seandainya kamu punya waktu luang, cobalah masukkan entri nama itu di Google. Tenang, Google tidak pelit berbagi informasi. Ia seperti kantong ajaib Doraemon yang dengan murah hati memberi solusi atas semua keingintahuanmu.

Benar bukan?! Ada sekitar 4.800.000 tautan berita atau cerita tentang Malala Yousafzai. Kamu barangkali bertanya, "Siapa sih orang yang namanya terasa asing itu? Apa hebatnya dia?"

Malala Yousafzai adalah seorang gadis remaja yang sebagian kata-katanya saya kutip di atas. Yang menarik, kata-kata tersebut ia sampaikan di hadapan puluhan kepala negara pada Sidang Umum PBB, 12 Juli 2013. Waktu itu usianya sekitar 16 tahun.

Berselang setahun kemudian, tepatnya Oktober 2014, ia mendapat hadiah Nobel untuk perdamaian. Luar biasa! Kalian tahu, Nobel bukanlah penghargaan sembarangan. Hadiah Nobel diberikan pada mereka yang mempunyai jasa besar terhadap dunia.

Gadis remaja yang menginspirasi dunia ini berasal dari Pakistan, letaknya persis di sebelah India. Di negaranya, Malala berjuang untuk hak-hak pendidikan dan kesetaraan kaum perempuan. Perjuangan Malala bukan tanpa alasan. Ia tinggal di lingkungan yang dikuasai oleh Taliban (kelompok militan yang paling berbahaya di Pakistan).

Bagi kelompok militan tersebut, perempuan dilarang untuk sekolah. Perempuan tidak ada gunanya untuk melek membaca dan menulis. Bagi yang melawan, ancamannya adalah kematian. Dan memang benar, pada Oktober 2012, Malala sempat menjadi sasaran tembak dari kelompok bersenjata Taliban. Syukur pada Allah, nyawanya masih terselamatkan.

Lantas, apa Malala menjadi gentar dan takut? Tidak. Meski mendapat ancaman, Malala terus berjuang agar para perempuan di negaranya bisa sekolah, melek membaca dan menulis. Ia pun rajin menuliskan kisah perjuangannya pada dunia luar. Baginya, pena lebih tajam dari pedang.

Sekarang lihat diri kita. Sampai umur kita sekarang, apa pernah kita dilarang sekolah? Dilarang untuk pintar membaca dan menulis? Tidak pernah, bukan?! Yang ada, kita diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk sekolah, untuk menjadi pintar.

Orangtua kita memilihkan sekolah yang terbaik. Guru-guru kita murah hati membagi ilmu. Buku-buku melimpah tersedia, menunggu untuk dibaca. Beruntunglah kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun