Mohon tunggu...
Domenico Rafello Arsatya
Domenico Rafello Arsatya Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Kolese Kanisius

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Tentang Perenungan di Tanah Pesantren, Menenun Harmoni dalam Perbedaan

24 November 2024   15:18 Diperbarui: 24 November 2024   16:11 1062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pondok Pesantren Terpadu Bismillah

Perjalanan ini adalah kisah yang tak akan pudar dari jejak hidup saya, sebuah langkah menuju pemahaman mendalam tentang arti keberagaman. Kala itu, saya berkesempatan mengunjungi sebuah pondok pesantren, sebuah pengalaman yang memahat makna dalam di hati. Kegiatan ini adalah wujud kolaborasi indah, di mana kami, para generasi muda dari SMA Kolese Kanisius, melangkah bersama untuk menyelami arti perbedaan. Dengan latar belakang sekolah Katolik di bawah naungan pater Jesuit, kami menjalin harmoni dengan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam. Sebuah pertemuan lintas iman yang begitu kaya makna, menjanjikan kisah baru tentang kebersamaan. Ekskursi ini bukan hanya perjalanan fisik, melainkan sebuah simfoni keberagaman, di mana perbedaan menjadi nada indah yang menyatukan. 

Sejak awal, hati ini dipenuhi rasa tak sabar dan penasaran, namun juga bertanya-tanya, "Apa yang akan terjadi nanti?" Kekhawatiran perlahan sirna saat pintu pertama ekskursi terbuka. Hari itu, di SMA Kolese Kanisius, kami disambut oleh narasumber yang membawa cahaya wawasan, Ibu Inayah Wulandari Wahid, seorang pegiat budaya dan pluralisme, YM. Bhikkhu Kamsai Sumano Mahathera, pemuka agama Buddha, dan Bapak Matteo Jubileo Singgih. Dari mereka, kami belajar melihat keberagaman dari berbagai sudut pandang tentang toleransi, pluralisme, dan makna berbagi iman. Tema ekskursi kami, "Embrace, Share, and Celebrate Our Faith," terasa seperti napas yang menghidupkan perjalanan ini. Kegiatan ini tak sekadar agenda, tetapi sebuah langkah penuh makna, menegaskan bahwa perbedaan bukanlah tembok, melainkan jembatan menuju pemahaman. Langkah ini, meski sederhana, terasa megah karena ia menyentuh ruang terdalam hati kami mengajarkan bahwa dalam perbedaan, ada harmoni yang layak dirayakan bersama.

Di tengah wajah bangsa yang penuh warna, di mana perbedaan menjadi jalinan takdir, pendidikan menjadi pelita bagi generasi muda untuk mengarungi samudra keberagaman. Mereka adalah pewaris bumi yang dibentuk bukan hanya untuk hidup berdampingan, tetapi untuk saling memahami, saling menguatkan, dan membangun dunia yang penuh cinta. Dalam keberagaman agama, budaya, dan tradisi, tersembunyi rahasia kebesaran jiwa yang hanya dapat diungkap melalui toleransi, dialog, dan kasih sayang tanpa batas.

Sekolah menjadi tempat persemaian nilai, di mana para pemimpin masa depan ditempa untuk memiliki hati yang penuh belas kasih, pikiran yang tajam, dan komitmen yang tak tergoyahkan. Seperti yang dirangkum dalam semangat kanisian yaitu Competence, Conscience, Compassion, Commitment, dan Leadership, pendidikan ini mengajarkan kami untuk menjadi pelayan bagi sesama, berakar pada iman, dan berpijak pada keberanian untuk memeluk perbedaan.

Latar belakang kegiatan ini mengikuti langkah Universal Apostolic Preferences, perjalanan yang mengarah pada jalan Tuhan, mempersatukan yang terpecah, dan merangkul mereka yang tersisih. Melalui pengalaman nyata, saya belajar tidak hanya diajak untuk memahami keberagaman, tetapi juga mencintainya, melihat dalam setiap perbedaan sebuah peluang untuk menjalin persaudaraan. Di pondok-pondok pesantren, saya belajar hidup sederhana, merasakan denyut kehidupan yang mengalir dalam kebersamaan, dan memetik kebijaksanaan dari tradisi yang mungkin berbeda dari milik kita sendiri.

Dengan hati yang terbuka, saya mengenal manusia sebagai sesama ciptaan, berbagi cerita dalam ruang dialog, dan membangun jembatan persatuan. Diskresi diajarkan sebagai sebuah kebijaksanaan, seni membuat keputusan yang tidak hanya benar, tetapi juga baik, bahkan di tengah situasi yang sulit. Sementara itu, cinta pada alam dan budaya tumbuh dari pengalaman, seperti akar yang menghujam ke dalam tanah, menjaga pohon keberagaman tetap kokoh meski diterpa angin perbedaan.

Keberagaman bukanlah sekadar kenyataan yang diterima, melainkan sebuah keindahan yang harus dirayakan. Dalam kebersamaan lintas agama, saya menemukan wajah Indonesia yang sesungguhnya yaitu damai dalam perbedaan, bersatu dalam keberagaman. Saya belajar bahwa persatuan bukanlah meniadakan perbedaan, tetapi menyulamnya menjadi kain indah yang memancarkan cahaya Pancasila, iman, kebhinnekaan, gotong royong, kemandirian, dan keberanian berpikir kritis.

Inilah perjalanan kami generasi muda, yang diajak melampaui sekat-sekat perbedaan, mencintai sesama dengan tulus, dan memandang keberagaman bukan sebagai tantangan, tetapi sebagai rahmat yang meneguhkan. Sebuah semangat untuk merawat bumi pertiwi, menjaga harmoni dalam kebhinekaan, dan mewujudkan cita-cita bangsa, hidup bersama dalam damai yang abadi, menjadi bangsa yang berdiri teguh sebagai rumah bagi semua.

Hari pertama menginjakkan kaki di Pondok Pesantren Terpadu Bismillah, hati ini seperti diselimuti hangatnya pelukan. Sambutan mereka bukan sekadar ucapan, tapi sebuah penerimaan tulus yang membuat saya merasa begitu diterima. Kegiatan dimulai dengan untaian sepatah dua patah kata sambutan, penuh peneguhan, menanamkan pesan tentang toleransi dan kebersamaan. 

Dua hal yang sejak awal menjadi prinsip saya untuk hadir di sini. Saya datang untuk belajar, bukan hanya tentang agama mereka, tapi juga tentang cara kita bisa saling memahami. Kami berbagi cerita, menukar pengalaman, hingga perlahan saling mengenal lebih dalam. Banyak pelajaran baru yang saya dapatkan di tempat ini. Saya menyelami keseharian mereka, menjadi bagian kecil dari rutinitas yang penuh makna. Rasa bangga dan merasa terhormat karena kesempatan langka ini adalah hadiah yang begitu berharga bagi saya pribadi.

Saya membuka diri dan hati selebar mungkin, berbagi pengalaman hidup, mendengar kisah-kisah mereka, dan belajar bersama. Kebersamaan itu nyata, saya tidur bersama mereka, makan dari piring yang sama, bahkan mencoba merasakan seluruh aktivitas keseharian kehidupan mereka. Awalnya, ada rasa kaget dengan kedisiplinan yang begitu terjaga, kebersamaan yang kokoh, serta kekeluargaan yang hangat. Dan perlu diacungi jempol rasanya untuk melihat kedisiplinan mereka. Tetapi perlahan saya belajar, mengaji bersama mereka, mengikuti jadwal mereka, hingga menyaksikan indahnya sholat dalam khusyuk yang begitu mendalam. Budaya yang saya temui di sini berbeda, tapi begitu kaya. Ada kebiasaan yang semula terasa asing, namun kini menjadi bagian dari adaptasi yang indah. Semua ini memberi pelajaran, menanamkan kenangan yang takkan pernah pudar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun