Mohon tunggu...
Dombel Door
Dombel Door Mohon Tunggu... Penulis - Konten Manajer Katapublik

Penulis yang manis

Selanjutnya

Tutup

Money

Nestapa Industri Tembakau bagi Negara

31 Agustus 2023   15:53 Diperbarui: 31 Agustus 2023   15:56 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memiliki peran penting dalam pembangunan nasional dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Kabar teranyar, capaian penerimaan APBN pada Juli 2023 mencapai Rp1.614,8 triliun, menembus 65,6% dari target atau meningkat 4,1% dibandingkan Juli tahun lalu.

Berdasarkan informasi yang disampaikan Kementerian Keuangan, rincian penerimaan APBN hingga Juli 2023 berasal dari penerimaan pajak Rp1.109,10 triliun, kepabeanan dan cukai sebesar Rp149,83 triliun, dan PNBP Rp355,5 triliun. Penerimaan APBN sampai Juli 2023 tersebut dianggap stabil dan masih tumbuh positif mendukung perekonomian nasional.

Hanya saja ada pula kabar tidak sedapnya. Penerimaan APBN dari kepabeanan dan cukai baru mencapai sekitar 49% dari target. Hal ini terjadi karena adanya penurunan sumber pendapatan dari Cukai Hasil Tembakau (CHT). Padahal, pemerintah telah menaikkan tarif cukai sebesar 10% pada tahun 2023 dan, salah satunya, dengan harapan untuk mendapatkan lebih banyak penerimaan dari CHT.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya, yakni penerimaan CHT malah merosot. Mengacu pada penjelasan Kementerian Keuangan, sejak bulan Januari hingga Juli 2023, CHT hanya menyumbang sebesar Rp111,23 triliun atau turun 8,93% dibandingkan periode yang sama di tahun 2022.

Kementerian Keuangan menyatakan bahwa menurunnya CHT dari Januari hingga Juli 2023 salah satunya disebabkan rendahnya produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) yang masuk dalam golongan 1. Padahal, golongan 1 selama ini dikenakan tarif cukai rokok yang paling tinggi dan menjadi kontributor terbesar penerimaan CHT.

Pemerintah (baca: Kementerian Keuangan) perlu berkaca apa penyebab merosotnya produksi golongan 1 beserta penerimaan CHT. Kenaikan cukai yang terjadi berturut--turut menyebabkan disparitas tarif cukai golongan 1 dan golongan paling rendah makin besar, hingga 80%. Alhasil perbedaan harga rokok di pasaran makin melebar.

Perokok juga cenderung memilih rokok yang lebih murah dan sesuai dengan kondisi kantong mereka. Kondisi ini lah yang mendorong banyak perokok untuk bersiasat guna menghindari membayar cukai golongan 1 yang semakin tinggi. Hal ini yang menyebabkan terjadinya perang harga untuk mengejar produksi semurah-murahnya agar dapat mengambil lebih banyak perokok.

Kenaikan cukai yang makin tinggi dan banyaknya rokok murah juga tidak mendorong penurunan tujuan jumlah prevalensi perokok. Justru mahalnya harga produksi tembakau golongan 1 membuat banyak perokok beralih mengonsumsi produksi tembakau golongan di bawahnya yang lebih murah.

Alih-alih harapan mewujudkan masyarakat yang lebih sehat tanpa konsumsi produksi tembakau, tetapi yang ada hanya membuat masyarakat menikmati produksi tembakau golongan lebih rendah sebab harganya yang lebih terjangkau.

Begitulah logika penjelasan mengapa produksi tembakau golongan 1 yang seharusnya penyumbang besar penerimaan APBN dari sisi CHT tetiba menjadi 'ambrol' dalam waktu sekejap saja. Instrumen kenaikan CHT yang diharapkan menambah pundi-pundi negara malah menjadi kontraproduktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun