Mohon tunggu...
Nurfahmi Budi Prasetyo
Nurfahmi Budi Prasetyo Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis kalau lagi mood

Penguber kuliner, tertarik politik & penggila bola

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketum GRANAT Prof. Henry Yoso Tolak Rencana Pemerintah Legalisasi Kratom

22 Juni 2024   18:13 Diperbarui: 22 Juni 2024   18:23 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prof. Henry Yosodiningrat, SH. MH. Ketum DPP GRANAT - Foto: dokumen pribadi

Jakarta - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Nasional Anti Narkotika (Ketum DPP GRANAT) Prof. Henry Yosodiningrat menolak rencana pemerintah untuk legalisasi tanaman kratom. Menurut dia, kratom merupakan narkotika jenis baru dan masuk dalam narkotika Golongan I.

"Saya menolak legalisasi terhadap penanaman atau budidaya dan tata kelola serta tata niaga kratom. Selain itu, kami DPP GRANAT juga mendesak DPR RI untuk memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU RI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Prolegnas Prioritas," ungkap Prof. Henry Yosodiningrat dalam keterangan persnya, Sabtu (22/6/2024).

Lebih lanjut Prof. Henry menjelaskan, kratom memiliki resiko ketergantungan yang tinggi, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memvalidasi penggunaannya sebagai terapi.

"Tidak ada bukti empiris atau riwayat penggunaan kratom sebagai obat tradisional atau jamu di Indonesia," bantah Prof. Henry.

Selain itu, sambung Anggota DPR RI Periode 2014-2019 tersebut, untuk menjadikan kratom sebagai obat, dibutuhkan riset ekstensif guna membuktikan sisi keamanan, khasiat dan kualitasnya sesuai standard internasional.

"Sebelum membuat regulasi terkait budi daya, distribusi dan penggunaan kratom, terlebih dahulu harus ditentukan dan dipastikan mengenai persyaratan perijinan untuk budi daya dan distribusi kratom serta otoritas regulasinya dan harus dipastikan akan melakukan inspeksi serta pengecekan kepatuhan secara rutin," tegas Prof. Henry.

Di sisi lain, masih kata Prof. Henry, juga harus dilakukan program pendidikan dan kesadaran publik mengenai resiko dan manfaat penggunaan kratom. Dan yang tidak kalah pentingnya harus dan wajib dilakukan pengujian serta kontrol kualitas produk untuk memastikan keamanan produk.

"Hal tersebut diterapkan di Phillipine oleh Phillipine Drugs Enforcement Agency (PDEA). Dimana dalam pembuatan regulasi harus didasari pertimbangan akan resiko kesehatan yang terkait dengan penggunaan kratom, meliputi potensi ketergantungan, interaksi negatif dengan zat lain, dikarenakan kualitas produk yang tidak konsisten akibat kurangnya regulasi," papar Prof. Henry.

Diuraikan dia, UNODC Early Warning Advisory menginformasikan bahwa pengelolaan narkotika jenis baru seperti kratom, memberikan wawasan mengenai trend regulasi global dan langkah-langkah kontrol efektif yang dapat diadaptasi secara lokal.

"Laporan Pratinjau WHO Expert Committee on Drug Dependence (WHO ECDD) tahun 2021 tentang kratom, mitragynine dan 7-Hydroxymitragynine, pada pokoknya berpendapat bahwa kratom memiliki potensi penyalahgunaan dan pengguna dapat mengalami efek kesehatan yang fatal dan tetap menjadi obat terlarang," tukas Prof. Henry.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun