Mohon tunggu...
Dolly Priatna
Dolly Priatna Mohon Tunggu... -

Lahir, besar, dan menetap di kota hujan, Bogor. Sempat 16 tahun bermukim di Kota Medan dan Jambi. Nasib membawanya kembali ke kota kelahiran medio 2007. Saat ini bekerja sebagai Country Coordinator pada ZSL Indonesia, sebuah organisasi konservasi satwa liar dan habitatnya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pagar Kawat Listrik Tewaskan “King Arthur” Berbak

13 April 2011   02:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:51 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_101895" align="alignleft" width="300" caption="Foto: Nurazman Nurdin/BKSDA Jambi"][/caption] Eitt!, tunggu dulu...!. Ini bukannya kisah King Arthur sang legendaris yang pernah menjadi Raja Inggris di akhir abad ke-5 hingga awal abad ke-6, yang juga cerita hidupnya diangkat ke layar lebar beberapa tahun silam. Tapi, ini cerita tentang seekor harimau sumatera penghuni hutan Berbak, sebuah taman nasional di pesisir timur Provinsi Jambi.

Terus terang, berduka….. Itulah perasaan ketika mendapat kabar ada seekor harimau tewas di dalam salah satu kebun sawit masyarakat di Air Hitam Laut, sebuah desa di pesisir timur Provinsi Jambi. Lebih lagi, kebun tempat tewasnya sang raja rimba berbatasan langsung dengan Taman Nasional Berbak, kawasan hutan konservasi tempat kami melakukan survey dan monitoring kucing terbesar di hutan Sumatera ini.

Memang, sejak 2008 lalu, Balai Taman Nasional (TN) Berbak bersama ZSL (The Zoological Society of London), satu organisasi konservasi satwa liar asal Inggris, melakukan survey dan monitoring harimau sumatera di kawasan hutan gambut pantai timur Jambi itu. Pemantauan dengan alat jebakan kamera ini, telah berhasil mengidentifikasi 13 ekor harimau yang berbeda, 5 jantan dan 8 betina.

Begitu foto mayat harimau didapatkan, Citra Novalina, yang sehari-hari bertugas sebagai koordinator survey di ZSL, langsung mencoba mencocokannya dengan seluruh arsip foto harimau Berbak yang pernah terekam jebakan kamera. Memang, sejak dioperasikannya jebakan kamera, satu per satuharimau Berbak yang terekam fotonya diberi nama. Pola loreng badan-lah yng digunakan untuk membedakan satu dengan lainnya. Maklum, pola loreng harimau bisa dijadikan penciri individu, sebab tidak ada dua harimau yang memiliki pola loreng sama.

“Saya yakin harimau yang mati ini King Arthur”, klarifikasi Citra dalam surat elektroniknya. “Saya sedih dan menangis. King Arthur itu harimau pavorit saya”, aku Citra lagi.

King Arthur, harimau jantan dewasa muda berusia sekitar 4 tahun,pertama kali fotonya terekam jebakan kamera pada Juni 2010 lalu. Citra juga mengatakan King Arthur pernah terekam video otomatis selama 10 menit. Namun tragis, sang raja rimba tewas setelah menyengol pagar kawat yang beraliran listrik tegangan 220 Volt pada 21 Maret 2011 lalu. Pagar listrik semacam ini ternyata sangat umum digunakan warga Desa Air Hitam Laut, untuk melindungi kebunnya dari babi hutan, yang sering merusak tanaman sawit muda mereka. Menurut warga, pagar listrik ini sangat efektif. “Dalam seminggu bisa membunuh sampai 50 ekor babi”, demikian tulis Nurazman Nurdin, staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, dalam laporannya.

Sebulan sebelumnya, 16 Pebruari 2011, kasus serupa juga terjadi di desa yang sama. Seekor harimau lain juga meregang nyawa terkena pagar kawat listrik,. Diduga harimau ini masuk kebun sawit saat berburu babi yang merupakan satwa makanannya. Sayangnya, kejadian ini terungkap seminggu setelah kejadian, sehingga harimau yang tewas sudah dikuliti warga dan bagian tubuhnya telah membusuk.

Jika ditelusuri, ternyata penggunaan pagar kawat beraliran listrik untuk melindungi kebun, sudah biasa dipakai masyarakat yang bermukim di daerah pinggiran hutan di Sumatera Selatan (Sumsel) dan Jambi. Menurut Abdul Halim, seorang staf BKSDA Sumsel, di tahun 2005 pernah ada kasus harimau yang sengaja dieksekusi dengan pagar kawat listrik di sebuah desa yang berbatasan dengan TN. Sembilang, di Sumsel. Masyarakat desa memasang kawat beraliran listrik tersebut setelah ada beberapa kejadian hewan ternak dimangsa harimau di desanya.

“Ternyata pagar kawat listrik tidak hanya digunakan untuk melindungi kebun saja, tapi sering sengaja dipasang untuk membunuh satwa yang akan dijadikan ofsetan (satwa yang diawetkan kering)”, ungkap Sabil, coordinator lapangan proyek ZSL yang bertugas di Dangku, Sumsel, yang juga dibenarkan oleh Abdul Halim.

“Pihak kami telah mengumpulkan pihak-pihak terkait di tingkat desa dan kecamatan untuk mencari solusi permasalahan ini”, papar Nurazman. “Warga masyarakat Air Hitam Laut sudah siap untuk mengganti pagar kawat listrik dengan “electric fencing” yang tidak berbahaya, yang ditawarkan oleh pihak kami”, imbuhnya pula.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun