Risiko “Make Love” pada usia remaja: Semakin dini dicoba akan semakin sering
Seks bebas dan dimulai saat remaja merupakan perbuatan yang dilarang agama. Perbuatan ini memang merupakan perbuatan yang berisiko buat kesehatan. Sekali seseorang jatuh didalam kehidupan seks bebas memang akhirnya susah untuk melepaskan diri dari kehidupan tersebut. Seseorang remaja baik putri maupun putra yang pernah melakukan hubungan seksual akan mengulangi perbuatan tersebut pada pasangannya atau pasangan barunya. Penelitian yang dilakukan di South African University yang dipublikasi pada Journal of evidence based Social worker pada tahun 2014 yang lalu melaporkan bahwa 46,3 % responden pernah melakukan hubungan seksual dalam 3 bulan terakhir. Yang menarik dari para mahasiswa dan mahasiswi yang melakukan hubungan seksual ternyata 55,91% melakukan seks dengan berganti-ganti pasangan dalam 3 bulan terakhir. Masih dari penelitian tersebut pada kelompok yang berganti-ganti pasangan tersebut ternyata telah melakukan seksual pada usia yang lebih muda dan cenderung untuk melakukan seksual tanpa menggunakan kondom. Budaya kita memang beda dengan budaya Afrika selatan tetapi kalau seseorang sudah jatuh dalam kehidupan seks bebas kondisi gonta-ganti pasangan ini bisa saja terjadi.
Yang menjadi masalah adalah jika seseorang remaja tersebut sudah mempunyai penyakit infeksi menular maka dia akan menularkan penyakit tersebut pada pasangannya. Masalahnya memang seseorang remaja tidak bisa mengetahui apakah pasangan tersebut mengidap penyakit infeksi menular atau tidak.
Kehidupan seks bebas berisiko berbagai penyakit terutama Human Immunodeficiency Virus (HIV). Laporan Joint of United Nations programme tahun 2013 menyatakan bahwa angka orang dengan HIV di Indonesian meningkat hampir 50% dari tahun 2008 ke 2013. Yang menarik bahwa sebagian besar penularan HIV di Indonesia melalui hubunga seksual.
Pengalaman klinis saya sebagai Dokter Spesialis Penyakit Dalam mendapatkan bahwa pasien dengan HIV terjadi pada semua kalangan. Penyakit ini bisa mengenai semua profesi, ibu rumah tangga (IRT) yang tidak gonti-ganti pasanganpun menderita HIV karena mungkin tertular dari suaminya yang suka “jajan” diluar. Seorang ibu muda baik-baik yang akan menikah ternyata telah menderita HIV kemungkinan tertular dari mantan pacarnya yang menderita narkoba dimana saat pacaran sewaktu duduk di bangku SMA dulu pernah berhubungan seks beberapa kali. Pasien-pasien yang menderita HIV AIDS diusia remaja ternyata mempunyai riwayat pernah berhubungan seksual diusia remaja. Semakin banyak pasangan hubungan seksual semakin luas virus tersebut menyebar.
Dari sudut agama jelas bahwa hubungan seks diluar pernikahan resmi merupakan zinah dan amal ibadahnya tidak diterima selama 40 tahun. Dari sudut kesehatan gonta-ganti pasangan berisiko penyakit, kelompok penyakit akibat gonta-ganti pasangan ini dimasukan sebagai sexually transmitted disease (STD). Untak para wanita yang gonta-ganti pasangan selain penyakit STD tadi juga berisiko untuk terjadinya kanker mulut rahim sedang untuk laki-laki gonta-ganti pasien akan menambah risiko untuk menderita kanker prostat dikemudian hari.
Siapapun yang berhubungan seks dengan dengan seseorang tanpa hubungan tali perkawinan berpotensi untuk tertular penyakit yang didapat dari pasangan seks sebelumnya. Pasien dengan HIV positif atau dengan hepatitis B atau C tidak bisa dibedakan dengan orang normal tanpa infeksi virus tersebut. Ketiga penyakit virus ini merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Yang membedakan bahwa satu dengan yang lain adalah bahwa didalam darah pasien dengan HIV atau pasien dengan hepatitis B atau C mengandung virus tersebut sedang yang lain tidak. Secara fisik tidak dapat dibedakan siapa yang didalam tubuhnya mengandung virus yang sangat berbahaya tersebut. Oleh karena itu saat pasangan remaja melakukan hubungan seksual maka mereka sudah berisiko untuk dapat menderita penyakit infeksi yang berbahaya dan mematikan. Fase tanpa keluhan penderita infeksi virus ini dapat berlangsung selama 5-10 tahun sampai mereka mempunyai gejala. Oleh karena itu sering saya mendapatkan pasien yang mengalami HIV AIDS saat ini dan menduga tertular pada saat 5 atau 10 tahun yang lalu saat sebelum menikah karena mereka menyampaikan setelah menikah 5 tahun belakangan ini mereka tidak pernah berhubungan seks dengan orang lain kecuali kepada istri atau suami sahnya saja.
Kita tahu bahwa penyakit HIV AIDS merupakan penyakit yang berbahaya dan mematikan.Penyakit ini disebabkan oleh virus "Human Immunodeficiency Virus" (HIV), sampai saat ini vaksin yang established yang dapat digunakan secara luas belum ditemukan. Obat-obat anti retroviral (ARV) yang ada saat ini sudah mampu menekan jumlah virus sampai tidak terdeteksi. Bukti klinik membuktikan bahwa pengobatan dengan ARV bisa menekan penyebaran virus sampai lebih 90 %. Di Indonesia ARV saat ini masih gratis dengan akses mudah untuk mendapatkannya. Memang saat ini angka penggunaan ARV di Indonesia masih rendah. Pasien-pasien HIV yang tidak mau mengkonsumsi ARV dengan berbagai alasan lebih cepat menghadap Yang Maha Kuasa.
Gejala klinis akibat virus baru muncul pada penderita infeksi HIV yang sudah lanjut, jika daya tahan tubuhnya sudah menurun. Berbagai infeksi oportunistik akan muncul seperti sariawan karena jamur kandida, TBC paru, infeksi otak, diare kronik karena infeksi jamur atau parasit atau berupa timbul hitam2 dikulit. Selain itu, pasien HIV yang sudah masuk tahap lanjut ini mengalami berat badan turun. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien terinfeksi HIV yang lanjut jumlah lekosit akan kurang dari 5000 dengan limfosit kurang dari 1000. Diare kronik, sariawan dimulut dan berat badan turun merupakan gejala utama jika pasien sudah mengalami infeksi HIV lanjut dan sudah masuk fase AIDS.
Bagaimana mencegah infeksi ini lebih lanjut? Stop gonta-ganti pasangan, ingatkan remaja untuk tidak berhubungan seksual sebelum menikah. Sayang kepada pacar bukan berarti menyerahkan bulat-bulat diri kita kepada pacar kita. Sekali para remaja pernah merasakan hubungan seksual maka mereka akan mencoba lagi dengan pasangan dan terus berulang sehingga jatuh pada kehidupan seks bebas yang sangat berbahaya tersebut. Siapa saja yang pernah melakukan hubungan seksual, terutama hubungan seksual diluar nikah dan pernah menggunakan jarum suntik yang tidak steril atau pernah menggunakan Narkoba jarum suntik dianjurkan untuk memeriksa status HIVnya.
Gonta-ganti pasangan bukan merupakan budaya tapi merupakan kebiasaan dan tentunya kebiasaan buruk. Risiko gonta-ganti pasangan bukan saja pada prianya tapi juga wanitanya, ketika seseorang remaja dirayu oleh pacaranya untuk berhubungan seksual dan mengikuti keinginan naluri seks pacarnya tersebut, maka sebenarnya para remaja tersebut juga sudah berisiko untuk tertular penyakit dari pasangan tersebut. Bagaimana kalau sudah pernah berhubungan seksual sebelum menikah stop kebiasaan tersebut, bisa saja anda menularkan penyakit atau tertular penyakit dari pasangan hubungan seksual berikunya.
Bagi yang belum terjebak dari hubungan seksual diusia remaja harus selalu ingat bahwa pacaran tanpa rambu-rambu akan berisiko untuk jatuh kedalam kebiasaan gonta-ganti pasangan. Permintaan keinginan seksual dari pasangan hanya semata-mata untuk kesenangan belaka banyak cara untuk menyatakan cinta bukan dengan menyerahkan diri bulat-bulat kepada pasangan.
Salam sehat,
Dr.Ari Fahrial Syam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H