Pasca-Pemilu 2009, data Kementerian Kesehatan ada ribuan orang sakit jiwa baru yang dihubungkan akibat pesta demokrasi itu. Pada Pemilu 2014 juga terjadi kembali ledakan orang sakit jiwa walau dengan jumlah yang tidak sebanyak 2009. Bagaimana pada 2019, peningkatan sakit jiwa juga diprediksi akan terjadi.
Bisa sakit jiwa yang ringan misal depresi, sampai berat atau psikosis akut. Kekecewaan pasti dialami oleh sebagian mereka yang gagal tersebut. RSUD dan RS Jiwa juga sudah mengantisipasi lonjakan pasien gangguan jiwa pasca-Pemilu ini.
Untuk ajang demokrasi tahun 2019 ini ada 245.106 caleg DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Mereka hanya memperebutkan 10% kursi yang artinya akan ada 200.000 orang gagal dan pastinya kecewa karena tidak berhasil menjadi anggota dewan. Walau mungkin saja sebagian besar juga sudah siap kalah.
Yang menarik lagi dari data di KPU hampir 3000-an caleg tersebut menyebut tidak punya atau belum punya pekerjaan.
Para calon legislatif (caleg) sudah bekerja keras tanpa kecuali. Caleg dengan nomor urut kecil seolah-olah punya harapan sedang caleg nomor urut awal ("nomor jadi") juga tidak bisa yakin menang. Apalagi jika masyarakat pemilihnya paham yang dipilih orang bukan partai. Jelas kondisi ini membuat para caleg akan mengalami stress luar biasa untuk meraih harapan kursi tersebut.
Kita bisa melihat berbagai caleg melakukan berbagai hal dari yang tidak rasional sampai rasional yang bisa diterima akal untuk mendapatkan 1 kursi legislatif baik DPRD kabupaten/kota, DPRD propinsi dan DPR pusat serta Dewan Pimpinan Daerah (DPD).
Perjalanan panjang pun juga sudah dilalui oleh para caleg untuk menjadi caleg. Ada caleg yang harus keluar dari perkerjaannya karena merasa kans besar untuk menjadi anggota legislatif dan mencoba peruntungan untuk bisa menjadi anggota legislatif. Perjalanan panjang sudah dilalui dan penentuan lolos atau tidak tinggal menunggu rekapitulasi dari KPU.
Selain para caleg, para keluarga caleg, para politisi, para penyandang dana para caleg, juga akan menunggu harap-harap cemas apakah mereka, keluarga mereka, caleg yang mereka usung dapat berhasil. Dana yang besar yang terus dikeluarkan selama masa kampanye selama 7 bulan merupakan salah satu faktor stress tersendiri.
Belum lagi jika uang tersebut didapat melalui pinjaman uang baik melalui kantor penggadaian atau bank atau bahkan melalui rentenir. Rumah, tanah, atau aset lain mungkin sudah jadi  jaminan dari proses hutang piutang ini. Aset ini akan tersita jika mereka tidak bisa mengembalikan dana pinjaman tersebut.
Kondisi ini jelas potensial untuk menimbulkan kekecewaan dan stress yang cukup berat apalagi bisa juga berdampak pada rumah tangga yang berantakan.