Mohon tunggu...
Yoseph Samodra
Yoseph Samodra Mohon Tunggu... profesional -

dokter, blogger, dan calon PhD (Perfect husband and Daddy)

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Impian Susan

25 Januari 2014   15:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:28 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tepian hutan, tinggallah keluarga petani yang memiliki seorang anak perempuan berumur sepuluh tahun bernama Susan. Mereka hidup sederhana dengan menanam padi, jagung, kacang, dan sayur-mayur. Ada juga beberapa pohon buah di sekitar rumah mereka yang berbuah sesuai musimnya. Dua ekor sapi milik mereka dibuatkan kandang di belakang rumah, dekat dengan pohon alpukat.

Sesekali mereka pun pergi ke dalam hutan untuk mengambil sesuatu yang disediakan oleh Tuhan. Kadang mereka bisa pulang membawa madu hutan yang berasa manis asam, buah-buahan dan umbi-umbian, kayu bakar, dan beberapa hewan buruan.

Tidak hanya Susan dan keluarganya yang menikmati berkat Tuhan dari hutan tersebut. Penduduk di desa sekitar hutan, bahkan masyarakat yang tinggal di pesisir ataupun di ibukota pun ada yang datang ke hutan itu. Ada yang hanya berburu, ada juga yang menebang beberapa pohon untuk membangun rumah, ada pula yang hanya numpang lewat untuk menuju negeri tetangga. Akan menempuh jarak yang amat jauh untuk pergi ke negeri tetangga bila tidak melalui hutan itu, bisa dua hari dua malam bila menggunakan kuda. Sedangkan bila melewati hutan itu hanya memerlukan waktu sehari semalam dengan berkuda.

-=-

Suatu sore Susan bermain dengan anjing peliharaan mereka hingga ke tepi hutan. Mereka berkejaran di hamparan rumput yang mulai menguning di pertengahan musim panas nan kering. Sesekali mereka berpapasan dengan penunggang kuda yang keluar dari hutan. “Mungkin mereka baru tiba dari negeri tetangga,” ujar Susan ketika melihat beberapa penunggang kuda lewat membawa berbagai bungkusan besar berwarna-warni. “Wah, mereka pasti pemburu yang hebat,” teriak Susan kagum saat melihat beberapa penunggang kuda lewat dengan membawa beberapa babi hutan dan rusa hasil buruan mereka.

Di tepi jalan menuju hutan terdapat pohon beringin besar, besar sekali. Usia pohon itu sudah puluhan bahkan mungkin ratusan tahun. Saat Susan pertama kali melihatnya, pohon itu sudah besar sekali. Bahkan, ayah Susan pun menyampaikan bahwa kata kakek Susan pohon itu sudah ada sejak kakek Susan belum dilahirkan. Daunnya yang amat rimbun seolah tidak memedulikan musim panas yang amat kering. Hal ini mungkin disebabkan oleh juluran akarnya yang sudah amat jauh menjelajahi tanah hingga bisa mencapai sumber air yang ada jauh di dalam tanah.

Kerimbunan daunnya membuat sore semakin gelap ketika berada di bawah pohon itu. Susan memutuskan untuk pulang karena hari sudah semakin sore. Anjing Susan tiba-tiba menggonggong, “Gug.. Gug…. Guug….,” Susan pun menoleh. Ketika dilihatnya anjingnya mengibaskan ekornya, Susan tahu bahwa anjingnya menemukan sesuatu. “Semoga sesuatu yang menarik,” gumam Susan dalam hati.

Susan pun berjongkok, mengambil sesuatu yang ada di depan anjingnya. Ternyata itu adalah sebuah bungkusan kain, terasa berat. Susan pun membuka ikatannya, lalu jatuhlah sebagian isinya, beberapa koin emas dan perak. Susan sangat terkejut. Bungkusan itu juga berisi beberapa perhiasan dan sebuah kotak logam yang terkunci. Susan bingung sekaligus gembira akan barang temuannya. Segera dibungkusnya kembali barang temuannya. Di sejauh mata memandang sudah tidak ada orang maupun penunggang kuda yang tampak, hanya tampak rumah Susan yang mulai diselimuti suasana petang hari. Susan dan anjingnya pun bergegas pulang.

-=-

Sesampainya di rumah, Susan segera memberikan barang temuannya kepada ibunya dan menceritakan kisah penemuan barang itu oleh anjingnya. Ayah Susan baru saja selesai mandi, dia pun mendengarkan cerita Susan yang disampaikan kembali dengan berapi-api dengan mata yang berkilat-kilat gembira. “Ya sudah, mandi dulu sana, sudah hampir malam ini,” kata ayah Susan, “Nanti kita lanjutkan ceritanya.”

Sesudah Susan mandi dia mendatangi ayah dan ibunya yang sudah duduk di teras rumah. Bungkusan itu sudah dibuka dan diletakkan di atas meja bambu. Di bawah cahaya lampu minyak, koin dan perhiasan itu tampak begitu berkilauan. Susan amat takjub, belum pernah dia melihat barang seindah itu. Dari tatapan mata kedua orang tuanya, tampaklah bahwa ayah dan ibu Susan juga sama takjubnya melihat barang berkilauan itu, mungkin mereka juga belum pernah melihat benda-benda seperti itu. Kotak logam itu tampak kusam, kuncinya tidak ada di bungkusan itu sehingga kotak itu tidak bisa dibuka.

“Jadi apa yang akan kita lakukan Ayah?” tanya Susan. Ayah Susan menjawab, “Benda-benda ini adalah benda yang amat berharga, bisa ditukarkan dengan seratus ekor sapi. Pemiliknya mungkin amat sedih mengetahui miliknya ada yang hilang. Mungkin jatuh saat dalam perjalanan, dan kini mungkin pemiliknya belum menyadari kalau barangnya ada yang jatuh.”

Dengan mata berbinar Susan bertanya, “Jadi kita bisa memiliki seratus ekor sapi? Atau kita besok pergi ke ibukota saja untuk membeli baju baru dan mainan yang bagus. Besoknya lagi kita ke kota pelabuhan, aku suka sekali makan ikan bakar di pinggir pantai, lalu naik perahu kecil mengelilingi Pulau Bidadari yang indah. Bagaimana Ayah, apakah Ayah setuju?” Ayah Susan tersenyum, demikian pula dengan ibu Susan. “Sebaiknya kita simpan dulu saja barang berharga ini. Barang ini bukan milik kita, engkau hanya menemukannya. Kita tunggu hingga tiga hari, bila tidak ada yang mencarinya kita akan pikirkan lagi akan diapakan barang ini,” ujar ayah Susan sambil membungkus kembali barang-barang tersebut. Ibu Susan pun menyahut, “Susan, ayo bantu ibu menyiapkan makan malam.” “Iya Bu,” sahut Susan.

-=-

Keesokan harinya, pagi-pagi benar Susan sudah bangun. Semalam dia bermimpi indah. Bermimpi berkejaran di tepi laut dengan ayah dan ibunya, dengan memakai baju baru berwarna-warni yang indah. Dia juga bermimpi berkunjung ke ibukota, berjalan-jalan di pusat kotanya yang ramai dengan berbagai pedagang mainan. Boneka-boneka besar, pinsil warna-warni, dan banyak hal menarik dilihatnya dalam mimpinya. Ketika pagi itu dia bangun, dia mengingat akan barang berharga yang ditemukannya. Kini barang itu disimpan oleh ayahnya.

Susan pun berpikir bahwa dia pasti akan sedih bila barang kesayangannya hilang, jadi Susan pun berpikir bahwa pemilik barang itu pun kini sedang sedih. Tapi jika pemiliknya datang mengambil barang berharga itu Susan juga akan sedih, dia tidak bisa membeli mainan yang indah dan pergi ke kota pelabuhan yang indah dengan hamparan pasir putihnya. Sapinya pun tidak akan bertambah, padahal ayahnya bilang bahwa benda temuan Susan bisa ditukarkan dengan seratus sapi. Teringat akan sapinya, Susan pun keluar rumah, menuju ayahnya yang sedang memberi makan sapi mereka.

“Selamat pagi Susan,” sapa ayah dan ibunya serempak. Ibu Susan sedang menjemur baju di samping rumah. “Selamat pagi Ayah. Selamat pagi Ibu,” sahut Susan lirih. Ayah Susan tersenyum dan memandang ke arah ibu Susan dan kembali menatap Susan dan berkata, “Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Kalau Tuhan yang memberikan benda berharga itu untuk kita tentu nanti itu akan menjadi milik kita. Kalau Tuhan Yesus hanya menitipkan barang itu, ya harus kita jaga dengan baik dan kita kembalikan kepada pemiliknya.” “Tersenyumlah, Tuhan Yesus baik,” timpal Ibu Susan. Susan pun tersenyum dan menjalani hari itu seperti biasa.

-=-

Esok harinya Susan sudah bangun dan beraktivitas seperti biasa. Kemarin Susan sudah benar-benar memahami kenapa orang tuanya harus menyimpan dulu benda berharga temuannya dan tidak segera menjualnya. Tapi Susan pun tak bisa menyembunyikan keceriaannya karena seperti yang disampaikan lagi oleh ayahnya kemarin, bahwa bila setelah tiga hari tidak ada pemilik yang mencari barang berharga itu maka mereka boleh menjualnya. Sudah dua hari berlalu, ini sudah hari ketiga, maka besok benda berharga itu bisa menjadi milik mereka. Susan pun membantu orang tuanya di ladang jagung dan bermain dengan anjingnya.

Siang hari, sesudah makan siang Susan merasa mengantuk. Mungkin karena tadi dia capek membantu mengangkat jagung yang dipanen dari ladang mereka. Panen kali ini cukup banyak, persediaan makanan untuk beberapa bulan ke depan sudah tersedia. “Sana, tidur saja dulu,” kata ibu Susan. Susan pun menurut, dia pergi tidur siang di kamarnya. Cuaca sedang panas terik, Susan pun membuka lebar-lebar jendela kamarnya, supaya ada angin masuk dan membawa aliran udara yang dapat mengurangi suhu yang membuat gerah sehingga Susan bisa tidur nyenyak.

-=-

Beberapa saat setelah Susan tertidur, datanglah serombongan pasukan berkuda. Ayah dan ibu Susan saling berpandangan. Mereka pun segera mengenali bahwa di antara tamu yang datang ada sang Pangeran. Mereka pun menyambut Pangeran dan prajuritnya dengan membungkuk. Kemudian mereka mempersilahkan para tamunya untuk duduk di teras. Ibu Susan pun segera ke dapur untuk mengambilkan air minum dan pisang ambon yang masak pohon sebagai sajian.

“Kedatangan saya ke sini adalah untuk menanyakan kepada Bapak dan Ibu, apakah beberapa hari ini mendengar kabar seseorang menemukan bungkusan berisi koin emas? Saya kehilangan bungkusan itu dalam perjalanan ke negeri tetangga.” tanya sang Pangeran. Ibu Susan saling berpandangan dengan suaminya, lalu mereka mengangguk pelan.

“Sebenarnya anak kamilah yang menemukannya,” kata ayah Susan, “kami sengaja menyimpannya, menunggu kalau-kalau ada orang yang mencarinya.” Lalu ayah Susan pergi ke dalam kamar dan mengambil bungkusan benda berharga yang ditemukan oleh Susan dan anjingnya. Ayah Susan juga membangunkan Susan yang sedang tidur siang, mengajaknya ke teras rumah untuk bertemu Pangeran.

“Ini barang yang ditemukan anak saya. Dan ini anak saya, Susan,” kata ayah Susan saat meletakkan bungkusan itu di meja. Mata sang Pangeran pun berbinar, “Ya, ini bungkusan saya. Terima kasih sudah menemukan harta yang tak ternilai harganya, terima kasih Pak, Bu. Terima kasih Susan,” ucap sang Pangeran dengan penuh senyum kepada Susan dan keluarganya.

Kemudian Pangeran menjelaskan bahwa bungkusan itu adalah pusaka kerajaan, berupa koin dan perhiasan kuno. Kotak logam yang kusam itu adalah kotak penyimpanan batu permata, kuncinya ada di kalung pada leher sang Pangeran. Ketika dibuka, semua mata yang ada di situ terbelalak akan kilau yang luar biasa dari intan permata yang ada di dalamnya.

Pangeran menyampaikan bahwa itu semua adalah benda-benda yang akan dipamerkan di negeri tetangga. Namun Pangeran tidak menyadari ketika bungkusan itu jatuh saat dia berkuda melintasi daerah tepian hutan itu. Saat sampai di negeri tetangga, barulah Pangeran menyadari bahwa harta karun kerajaannya sudah hilang. Maka Pangeran dan pengikutnya kembali menelusuri jalan yang dilalui dan menanyakannya kepada masyarakat sekitar.

Wajah Susan tampak sedih. Dia sudah merelakan barang berharga yang ditemukannya kembali kepada pemiliknya. Namun dia terus membayangkan mimpi indahnya untuk pergi ke kota pelabuhan dan ibukota.

Setelah menjelaskan semuanya, sang Pangeran pun berterima kasih lagi, “Terima kasih sudah menyelamatkan pusaka negeri ini. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi jika benda ini tidak ditemukan lagi.” Dengan senyuman lebar sang Pangeran melanjutkan, “Sebagai ucapan terima kasih, saya akan memberikan kesempatan untuk kalian berlibur di tempat peristirahatan saya yang ada di Pulau Bidadari selama satu bulan. Saya juga akan memberikan kalian baju, peralatan rumah tangga, dan peralatan pertanian sebagai hadiah. Dan untuk adik Susan, saya akan berikan mainan baru dari ibukota.”

Wajah Susan dan orang tuanya berseri-seri, mereka berterima kasih kepada Pangeran dan tertawa kegirangan, mereka bersyukur kepada Tuhan karena semua impian mereka terkabul tanpa mereka harus menjual barang yang bukan milik mereka. Mereka senang ketika perbuatan mereka dihargai dengan luar biasa oleh Pangeran. “Tapi Pangeran,” ayah Susan bertanya, “bagaimana dengan tanaman dan sapi kami? Siapa yang akan mengurusnya ketika kami liburan?”

Pangeran dan seluruh pengikutnya tersenyum. Lalu Pangeran menjawab, “Tadi saya lupa, saya juga akan memberikan seratus ekor sapi sebagai hadiah buat keluarga ini. Dan saya juga akan perintahkan beberapa petugas istana untuk mengurus tanaman dan binatang peliharaan Bapak. Saya akan membuatkan kandang yang baru, bahkan rumah yang baru untuk kalian. Saya benar-benar berterima kasih.”

Sukacita semakin meluap di keluarga Susan. Mereka pun banyak berterima kasih kepada Pangeran. Mereka juga banyak bersyukur kepada Tuhan Yesus. Perbuatan baik tidak ada ruginya, Tuhan yang Maha Mengetahui akan membalas tiap orang menurut perbuatannya.

- Selesai -

Dibuat oleh Daddy Yoseph pada 25 Januari 2014 di Kos Arini, Yogyakarta, untuk Bunda Vera dan Ade Nona Aan.

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun