Mohon tunggu...
sonny fadli
sonny fadli Mohon Tunggu... Dokter - pejuang-pemikir

Dokter TSR PMI Kota Surabaya, PTT Mamberamo Raya Papua.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Revolusi atau Mati

21 Januari 2014   17:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:36 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebelum Bapak Taufik Kiemas meninggal dunia, beliausebagai ketua MPR bersama seluruh anggota MPR telah mewariskan sebuah konsep empat pilar kebangsaan. Keempat pilar tersebut yakni pancasila, UUD 1945, NKRI Bhineka Tunggal Ika. Ada penolakan dari berbagai kalangan mengenai konsep empat pilar kebangsaan tersebut. Alasannya adalah pemakaian istilah pilar itu sendiri, karena tidak mungkin pancasila yang sebagai dasar negara disejajarkan dengan tiga yang lain (UUD 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika) sebagai pilar.

Ada yang mengibaratkan Pancasila sebagai pondasi sebuahrumah, UUD 1945 tiang-tiangnya, NKRI rumahnya, dan Bhinneka Tunggal Ika sabagai isi dalam rumah tersebut. Pancasila jika diibaratkan sebagai pondasi maka tidak bisa disebutkan sebagai pilar. Jika dianggap sebagai pilar maka tidak akan ada yang namanya sebuah rumah, akan tetapi empat pilar yang berdiri sejajar juga sama tinggi, yang tidak saling berhubungan. Demikian pendapat sebagian kalangan itu.

Perbedaan pendapat mengenai apakah pancasila sebagai pondasi atau pilar merupakan perbedaan pendapat yang wasting time, bukan sesuatu perbedaan yang substantif. Yang perlu kita pikirkan bersamaialah apakah pancasila dewasa ini benar-benar sudah menjadi dasar pondasi atau pilar terkuat yang semakin menguatkan bangsa Indonesia. Apakah pancasila sudah diterapkan dengan baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Apakah pancasila sudah menjadi pedoman yang jitu dalam mencapai kemerdekaan yang sebenarnya, kemerdekaan yang sesuai dengan sila ke-5 pancasila yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Mari kita membedah beberapa sila pancasila. Pancasila sila pertama yakni Ketuhananyang maha esa. Maksud dari sila pertama pancasila yakni pada dasarnya semua warga negara Indonesia ini ber-Tuhan. Setiap agama dan aliran kepercayaan di Indonesia pada dasarnya ber-Tuhan. Setiap manusia beriman kepada Tuhan, dengan kualitas ketakwaan masing-masing. Para komunis, kader maupun simpatisan PKI yang dicap oleh rezim orde baru pada dasarnya juga beriman kepada Tuhan. Hanya saja nafsu politik penguasa saat itu tela mencuci otak rakyat dengan film G30S PKI bertujuan membangun imajinasi rakyat secara permanen bahwa komunisme itu sama dengan atheisme. Lebih dari itu, anak cucu partai palu arit itu mendapatkan diskriminasi dalam kehidupan berpolitik, dalam hal mencari rizki. Tentunya tindakan ini kontra dengan kasih sayang Tuhan yang maha esa. Dewasa ini nilai pancasila semakin terkikis, tercerabut dari tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap tahun kita disuguhi berita umat kristiani yang merayakan natal dalam suasana ancaman teror bom. Kita melihat umat kristiani tidak bisa merayakan natal di gereja karena konflik tanah yang dikompori ormas tertentu. Umat Kristiani yang dihalangi hak beribadahnya tersebut sudah menuntut ke presiden SBY, mereka merayakan natal di depan Istana agar mendapat sedikit perhatian bapak presiden, tapi sang bapak presiden tak muncul juga sekedar untuk menyapa mereka. Ber-Tuhan yang berkebudayaan adalah suatu hal yang mutlak untuk tercapainya perdamaian diantara umat. Bukannya sangat indah saat mendengar lonceng gereja berbunyi bersamaan suara azan, umat kristiani yang mau beribadah ke gereja tanpa ada ancaman, umat islam beribadah ke masjid tanpa ada ancaman, saat bertemu di jalan saling bertegur sapa, berjabat tangan, dan berbagi senyum. Sepulang dari rumah Tuhan, saling berlomba-lomba dalam hal kebaikan. Saling berlomba-lomba mengentaskan kemiskinan. Bukan berlomba mencari yang paling benar. Bukan berlomba-lomba memperebutkan Tuhan.

Hal tersebut adalah contohrealitas reduksi nilai-nilai pancasila dari sila pertama pancasila di kehidupan sehari-hari. Jikalau kita mau mengupas satu persatu sila tersebut apalagi sila kelima rasa-rasanya semua sudah mengalami reduksi yang sangat maksimum. Kita melupakan pancasila adalah dasar dari negara Indonesia. Generasi muda hanya diajarkan bagaimana menghafal pancasila bukan memahami pancasila. Bagaimana pancasila menjadi diskurus penting, bagaimana pancasila dipakai sebagai dasar memecahkan persoalan sehari-hari hingga persoalan bangsa. Yang lebih memalukan ada pejabat daerah yang lupa dengan lafal pancasila saat upacara memperingati HUT proklamasi kemerdekaan RI. Jika hafal saja tidak, bagaimana mungkin bisa mensintesis suatu program yang tak bertentangan dengan ideologi pancasila. Bagaimana mungkin pancasila bisa menjadi ‘kiblat’ setiap kebijakan yang akan dibuat.

Contoh lain yang lebih ekstrim yakni usaha beberapa ormas islam fundamentalis, Hizbut Tahrir, yang mencoba menyebarkan propaganda antipancasila. Bagi mereka pancasila merupakan produk buah pikir manusia. Pancasila adalah thogut. Memakai pancasila sebagai dasar negara adalah haram hukumnya. Pemerintah yang berdasarkan pada pancasila adalah pemerintah yang kafir. Orang-orang kafir tidak akan masuk surga, neraka adalah tempatnya. Apakah dengan begitu, para perumus pancasila yang menghadii sidang BPUPKI, founding fathers, yang terdiri dari berbagai agama, termasuk kiyai ternama KH. Agoes Salim dkk adalah termasuk kafir. Apakah seluruh dunia saat ini bisa dikatakan kafir kecuali pengikut ormas tersebut karena tak ada satu pun negara yang memakai konsep khilafah tersebut hingga saat ini. Menurut pandangan mereka Indonesia harus menegakkan khilafah islamiyah, Daulah Islamiyah, artinya menerapkan Al-quran dan hadist secara murni sebagai dasar negara sebagai dasar hukum satu-satunya. Padahal Muhammad SAW, selama hidupnya tak pernah berpesan kepada umatnya agar bumi ini terbangun dalam satu kesatuan Daulah islamiyah. Secara natural bumi ini tercipta berbangsa-bangsa, dengan karakter masing-masing dengan ideologi masing-masing, dengan dasar masing-masing. Dan dasar yang sesuai untuk bangsa Indonesia dengan kondisi yang beragam agama, suku, ras, budaya. Mari melihat kenyataan historis.

Pilar berikutnya yakni UUD 1945. Apa arti sebuah rumah jika tanpa tiang-tiang. Apakah arti jantung manusia tanpa pembuluh nadi maupun pembuluh vena. Mengapa sangat penting, karena Ia adalah hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi negara Republik Indonesia. Catatan sejarah menyebutkan UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. Sejak 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak 17 Agustus 1950 berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada 22 Juli 1959. Pada kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami empat kali perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan RI.

Dari paragfraf di atas yang perlu kita cermati dengan betul yakni pada kalimat terakhir. Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami empat kali perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan RI. Kita perlu menggarisbawahi kata tahun 1999-2002, kita perlu menggaris bawahi kata perubahan (amandemen). Bukankah dengan demikian UUD 1945 sudah bertransformasi menjadi UUD AMANDEMEN 1999-2002. Dan jika demikian empat pilar kebangsaan harusnya tidak menuliskan UUD 1945. Apa sebenarnya motif atau latar belakang amandemen ini. Apakah UUD 1945 dianggap sebagai sesuatu yang kuno, buah pikir founding fathers yang sudah usang. Mengapa papan nama masih bertuliskan gedung MPR bukan gedung MPR-A RI. Apakah lantas berikutnya pancasila diubah-ubah, pancasila diamandemen sesuai perkembangan jaman.

Pada kenyataannya, euforia reformasi telah menggelapkan mata kita, menggelapkan mata batin kita. UUD 1945 adalah tiang-tiang yang terbuat dari marmer yang sangat kuat. Tiang-tiang marmer itu yang mengokohkan bangunan rumah bangsa dan negara Indonesia, Amandemen tahun 1999-2002 itu telah merubah tiang-tiang marmer dengan tiang-tiang plastik, tiang-tiang rapuh. Bangunan rumah kita sulit berdiri tegak. Bangunan rumah kita menjadi reyot, sudah mau roboh. Amandemen semakin memberi jalan neoliberalisme berbagai bidang di Indonesia. Neoliberalisme yang seharusnya kita perangi bersama malahan bertumbuh besar, semakin kuat menghisap darah rakyat kecil. Apakah masih bangga dengan reformasi dan amandemen itu prof.

Dekrit!! presiden pertama RI, penyambung lidah rakyat, Bung Karno pernah mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959. Isi dekrit tersebut yakni Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, pemberlakuan kembali UUD '45 dan tidak berlakunya UUDS 1950, Pembubaran konstituante. Itu adalah tindakan revolusioner yang dilakukan Bung Karno agar kehidupan politik tidak semakin kacau, agar rakyat Indonesia kembali berdaulat sepenuhnya. Begitu pula Presiden Abdurrahman Wahid atau dikenal dengan Gusdur, mengeluarkan dekrit yang disampaikan di bulan yang sama dengan dekrit presiden Soekarno yakni pada bulan juli, tepatnya 21 Juli 2001. Suatu hal yang kebetulan, dua dekrit dari presiden yang berbeda tejadi pada bulan yang sama. Lalu apakah sama-sama bermakna, apakah sama-sama merupakan dekrit yang revolusioner.

Adapun isi dekrit Gusdur yakni: 1.Membekukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan yang diperlukan untuk menyelenggaran Pemilu dalam waktu satu tahun. 2. Menyelamatkan gerakan reformasi total dari unsur-unsur Orde Baru dengan membekukan Partai Golongan Karya sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung, untuk itu kami memerintahkan seluruh jajaran TNI dan Polri untuk mengamankan langkah penyelamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan 3. Menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang serta menjalankan kehidupan sosial dan ekonomi seperti biasa.

Dekrit Gusdur tentu tidak kalah revolusioner. Gusdur memang sama tegas dan visioner seperti Bung Karno. Dekrit Gusdur telah mencengangkan kuping para petinggi MPR, para politikus DPR yang pernah disebut seperti kumpulan anak TK, terlebi h lagitelah mencabik-cabik para politisi golkar. Langkah Gusdur sudah tepat, para orang-orang pintar yang duduk dikursi MPR-A (MPR Amandemen) maupun DPR itu telah membuat banyak perubahan yang malahan membawa Indonesia ke arah jurang kehancuran. Reformasi telah kebablasan, seperti mobil rem blong yang menabrak siapapun, dan korban tabrakan yang terbanyak adalah rakyat kecil. Gusdur memerintahkan gerakan reformasi total dari unsur-unsur orde baru. Reformasi total dari unsur orde baru itu artinya adalah mendobrak bangunan lama yakni bangunan orde baru itu tidak semata mendongkel presiden soeharto saja melainkan mendongkel kroni-kroninya yang tentunya sudah kenyang memakan uang rakyat. Membekukan golkar itu karena golkar adalah golongan yang mendominasi rezim orde baru selama puluhan tahun.Bahwa MPR yang berisi partai dan golongan telah mengalami distorsi. Seakan golkar adalah satu-satunya golongan. Bukan mengartikan golongan itu sebagai golongan petani, golongan buruh, golongan nelayan, dan golongan kaum tertindas lainnya. Itu yang diharapkan pendiri bangsa.

Dekrit yang dikeluarkan Gusdur melampaui batas pemikiran profesor, dokter, ahli hukum, dsb yang nyaman duduk di kursi MPR/DPR. Sayangnya dekri Gusdur dianggap suatu tindakan yang inkonstitusional. Tidak ada yang menyambut dekrit itu dengan kedua tangan. Malahan Gusdur dilengserkan dengan diisukan terlibat skandal korupsi, padahal hanya ulah orang kepercayaan beliau. Hebatnya Gusdur seperti Soekarno yakni dengan legowo bersedia dilengserkan padahal mungkin saja bisa memberikan perlawanan seandainya mau. Gusdur dan Soekarno memberi tauladan yang luar biasa yang sudah seharusnya kita teruskan. Kita teladani, jangan sampai kita tertipu terus, dibodoh-bodohi terus.

Gusdur menginginkan revolusi tanpa menyebut kata revolusi. Gusdur mengajarkan kita untuk berpikir kritis dan berani dalam tindakan yang beresiko bahkan berdampak pada jatuhnya kekuasaan. Pada tahun 2011 Bapak Mahfud MD, mantan ketua MK pernah berkata “tahun 1998 seharusnya terjadi revolusi tapi dihaluskan jadi reformasi. Tapi kalau sekarang pemimpinnya masih begitu-begitu juga, revolusi tidak mustahil akan terjadi”. Banyak anak bangsa yang menyesal mengapa saat itu tidak melakukan revolusi. Mengapa kita mudah sekali memaafkan presiden soeharto yang mendapat gelar presiden terkorup di dunia. Mengapa kita tidak berani berkata bahwa yang benar itu benar yang salah itu salah dan menegakkan keadilan. Malahan kita membiarkan anak didik pak harto memegang kembali pemerintahan, dan saat ini menjadi capres cawapres 2014. Kekuatan besar apa yang sudah menghipnotis kita. Mari melawan lupa.

Kita harus kembali pada UUD 1945. Kita kembalikan MPR dan DPR sebagaimana mestinya. Kita sudahi pemilihan umum yang memboroskan uang negara, yang melahirkan koruptor-koruptor baru, yang melahirkan penjilat-penjilat baru. Kita kembalikan kedaulatan negara di tangan rakyat. Kita kembalikan kedaulatan politik rakyat sesuai sila keempat pancasila yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Kita hidupkan kembali musyawarah mufakat. Kita kataka goodbay pada voting-voting transaksional yang hina. Kita haramkan praktek setgab partai koalisi yang inkonstitusional. Kita budayakan malu mengkonversi suara perolehan pemilu legislatif dengan kursi menteri. Masih mau seperti ini?

Kedaulatan ekonomi kita kembaikan sebagaimana mestinya sesuai UUD 1945. Kitatinggalkan konsep ekonomi yang pro pasar, kita tinggalkan dokterin ekonomi kapitalis barat yang terbukti mencekik negara dunia ketiga. Kita kembali pada pemikiran ekonomi ala Bung Karno dan Bung Hatta. Kita kembalikan peran negara sebagaimana mestinya mengolah sumber daya alam Indonesia sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.Selanjutnya kita pangkas habis undang-undang yang tidak pro rakyat seperti UU Perkebunan, UU Minerba, UU Penanaman Modal, dan UU pro pasar lainnya. Kita pangkas untuk memotong kaki-kaki gurita kapitalis. Kita rindu nasionalisasi peruhsahaan asing yang dilakukan di era pemerintaha Bung Karno. Kita iri dengan Nasionalisasi perusaaan asing yang dilakukan presiden Venezuela Hugo Chaves. Kita menunggu pemimpin Indonesia yang tidak didikte negara asing. Pemimpin yang memegang teguh prinsip trisakti dengan betul tidak sebatas retorika yakni berdaulat di bidang politik, baik dalam negeri maupun luar negeri bahwa tidak bisa orang ngatur Indonesia selain pemerintah dan bangsanya sendiri, lalu berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya.

Pilar berikutnya adalah NKRI. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara kita sangat luas, terdiri dari ribuan pulau, dan secara geografis dipisahkan oleh lautan-lautan.Negara kita terdiri dari beragam budaya, beragam, suku, beragam ras. Pasca reformasi terjadi otonomi daerah yang agaknya membuat kita seperti terkapling-kapling. Masalah suatu propinsi bukan menjadi masalah propinsi yang lain. Masalah suatu kota bukan menjadi masalah kota yang lain. Selain menyuburkan praktek korupsi di daerah, Otonomi daerah seperti menjadi batas untuk kita saling memperhatikan satu sama lain, antara daerah satu dengan daerah lain. Masalah sebagian besar penduduk papua yang mayoritas miskin, yang buminya disedot oleh kapal asing sudah puluhan tahun, terjadi capital flight besar-besaran yang jumlahnya malahan bisa melebihi total capital flight kolonial belanda, dimana penggarongan itu tak sebanding dengan mimpi anak-anak papua yang sebagian besar hidup tanpa listrik seperti anak-anak jawa, seperti anak Indonesia pada umumnya. Terjadinya ketimpangan di papua seakan menjadi masalah penduduk papua sendiri. Rakyat papua dibiarkan terjebak dalam kondisi kegalauan nasionalisme. Contoh yang timpang adalah bagaimana banjir di ibu kota jakarta seperti menjadi masalah nasional, satu-satunya masalah bangsa yang setiap hari diliput televisi nasional. Apakah status ibu kota teramat istimewa sehingga perhatian kita terpusat hanya pada jakarta. Para politikus, para capres/cawapres mengekploitasi banjir jakarta sebagai ajang mengeruk popularitas. Sementara di bagian Indonesia yang lain yang juga ada bencana, yang masih lebih tertinggal menjadi tercampakkan. Bagaimana akan bisa membawa perubahan besar jika kita masih berpikir bahwa NKRI itu hanya jawa saja. Mari menengok luar jawa, dari sabang sampai merauke. Saling menjaga itu penting.

Pilar keempat adalah Bhineka Tunggal Ika maksudnya walaupun kita tercipta berbeda pada dasarnya adalah satu kesatuan. Cita-cita luhur pendiri bangsa sebagaimana yang termaktub dalam alinea pembukaan UUD 1945 akan segera tercapai apabila syarat persatuan sudah tercapai. Kita berbeda itu pasti, sedangkan persatuan adalah keharusan. Integritas kita sebagai bangsa yang besar diuji dengan banyaknya keberagaman itu. Sangat elok melihat suku madura bergandengan tangan dengan suku dayak, suku batak bergandengan tangan dengan suku jawa, dan sebagainya. Dan sebaik-baik persatuan adalah persatuan dengan tujuan perubahan sebesar-besarnya. Persatuan yang tidak sekedar persatuan. Persatuan antara berbagai elemen bangsa, persatuan mahasiswa, buruh, petani, pedagang, pedagang sayur, tukang semir, guru, dokter, dan semua yang tertindas oleh ketidakadilan. Persatuan kita adalah persatuan yang meniadakan seorang dokter mengejek buruh yang sedang aksi menaikkan upah buruh di tengah naiknya harga kebutuhan pokok. Persatuan kita adalah persatuan yang meniadakan seorang guru mempertanyakan aksi dokter menolak BPJS yang dirasakan tidak berpihak untuk rakyat. Persatuan kita adalah saat buruh melakukan aksi, mahasiswa ikut melakukan aksi dibantu elemen lain. Persatuan yang kita dambakan adalah persatuan siapapun yang merasa tertindas untuk bersama-sama menggalang revolusi melawan tirani kekuasaan yang menindas. Dan pada akhirnya persatuan itu mengantarkan kita mampu melewati jembatan emas bersama yang berujung pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Revolusi atau Mati. Merdeka!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun