Perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 semakin semarak. Setidaknya, ini setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi membuka pendaftaran bakal calon legislatif (caleg) Pemilu 2024 mulai 1 Mei 2023 hingga 14 Mei 2023. Artinya, hari ini adalah hari terakhir pendaftaran.
Setelah pendaftaran, tahapan berikutnya adalah Verifikasi Dokumen Persyaratan Bakal Calon yang dimulai sejak 15 Mei hingga 23 Juni 2023. Ditahapan ini, KPU memiliki waktu untuk melakukan verifikasi. Apakah ada dokumen yang dipalsukan atau persoalan persyaratan lainnya.Â
Pada tahapan ini, masyarakat juga diminta untuk aktif melakukan pengawasan. Jangan sampai, setelah diberi waktu untuk verifikasi, justru dikemudian hari ada gugatan "terlambat" atau gugatan "nyeleneh" tentang pemalsuan dokumen.
Pada pemilu 2019 misalnya, kasus dugaan ijazah palsu sempat menjadi persoalan yang cukup menyita perhatian. Sebut saja di Kabupaten Cianjur. Bawaslu Kabupaten Cianjur menerima laporan dugaan ijazah palsu yang dipakai oleh calon anggota legislatif. Demikian juga di Kota Tanjungpinang Provinsi Kepri. Seorang anggota DPRD terpilih justru dipersoalkan ijazah palsunya pasca pelantikannya menjadi anggota DPRD. Termasuk, Presiden Joko Widodo yang juga dilaporkan atas penggunaan ijazah palsu. Padahal, Presiden Jokowi telah melewati beragam tahapan Pilkada yang sangat ketat sebelumnya.
Meski pada akhirnya, Bambang Tri Mulyono, sang pelapor, divonis enam tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Surakarta karena terbukti bersalah menyebarkan kebohongan hingga menimbulkan keonaran terkait tuduhan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Partisipasi Publik dibutuhkan
Meski pihak penyelenggara pemilu seperti KPU, Bawaslu dan DKPP memiliki mekanisme sendiri dalam melakukan tahapan pemilu seperti pengawasan pemeriksaan dokumen para BaCaleg, namun partisipasi masyarakat tetap dibutuhkan.
Waktu satu bulan lebih pasca pendaftaran Bacaleg, harus dimanfaatkan sebaik mungkin oleh masyarakat. Jangan sampai, kejadian Bacaleg sudah ditetapkan dan telah dilantik menjadi anggota legislatif terpilih, justru digugat karena penggunaan dokumen palsu (salah satunya ijazah palsu).
Walakin, secara politis hal ini sah-sah saja, namun secara normatif, sebagai masyarakat yang berbudaya, sengaja menunda pelaporan (pemalsuan dokumen dan lain sebagainya) dengan menunggu setelah yang bersangkutan terpilih dan ditetapkan, tentu ini bukan sikap yang ksatria. Â Tidak baik bagi kemajuan demokrasi di Indonesia.
Selain itu, pada tahapan pelaksanaan Pemilu, masyarakat juga dapat turut serta (berpartisipasi). Keterlibatan masyarakat dalam Pemilu tidak hanya sekedar untuk datang ke TPS (Tempat pemungutan Suara) dan memilih, tetapi juga turut melakukan pengawasan atas potensi adanya kecurangan yang terjadi serta melaporkan kecurangan tersebut kepada Bawaslu sebagai lembaga yang bertugas mengawasi proses Pemilu.Â
Berikut ini adalah contoh beberapa bentuk partisipasi masyarakat dalam mengikuti tahapan pemilu dan melakukan pengawasan partisipatif dalam pemilu: