Mohon tunggu...
Iwan Berri Prima
Iwan Berri Prima Mohon Tunggu... Dokter - Pejabat Otoritas Veteriner

Seorang Dokter Hewan | Pegiat Literasi | Pejabat Eselon III di Pemda

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Kisah Inspiratif: Noor Inayat Khan, Perempuan Muslim, Tokoh Pejuang Anti Penjajahan

9 April 2023   04:04 Diperbarui: 9 April 2023   06:16 1434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Noor Inayat Khan, Pejuang Muslim Keturunan India dan Amerika (Sumber: National Portrait Gallery/ npg.org.uk)

Di bulan ramadan seperti saat ini, patut rasanya jika kita mengulik sosok kisah inspiratif seorang Noor Inayat Khan. Ia adalah pejuang perempuan muslim yang sangat populer di eropa pasca perang dunia.

Bagi masyarakat Indonesia, nama Noor Inayat Khan memang masih cukup asing. Ia dikenal sebagai agen mata-mata dan juga seorang penulis. Salah satu bukunya yang diterbitkan oleh pustaka sufi adalah "Ajaran Spiritual Sufi Besar Hazrat Inayat Khan: Dimensi Mistik Musik dan Bunyi". Ia juga menulis buku untuk anak-anak yang berjudul "Twenty Jataka Tales".

Selain itu, Inayat yang juga dikenal dengan panggilan "Nora Baker", Madeleine",dan "Jeanne-Marie Rennier" merupakan seorang pejuang muslim. Dunia internasional mengenalnya sebagai agen Special Operations Executive (SOE) Sekutu semasa Perang Dunia II. Ia dianugerahi George Cross, penghargaan sipil tertinggi di Britania Raya dan Persemakmuran. Sebuah penghargaan yang tidak main-main dan sangat bergengsi guna menghormati kepahlawanannya.

Selain itu, oleh negara Perancis, Pada 1946 Inayat Khan juga mendapatkan Croix de Guerre Perancis, penghargaan militer yang juga cukup prestisius di Perancis.

Bahkan, pada 2012, patung Khan juga diresmikan di London oleh Putri Anne untuk menghormati kepahlawanannya dalam perang.

Kemudian, tahun 2014, sebuah perangko dikeluarkan untuk menghormatinya serta terakhir, pada 2020, Inggris telah menganugerahi Noor Inayat Khan Plakat Biru, sebuah penghormatan atas pengorbanannya sebagai Pemimpin Operasi Khusus (SOE) di Perancis.

Kisah Noor Inayat Khan

Noor Inayat Khan, sejatinya lahir pada 1 Januari 1914 di Moskow, Rusia, dari ayah seorang Muslim India dan ibu Amerika. Ayahnya seorang yang sudah sangat terkenal sebagai musisi sekaligus seorang sufi, Inayat Khan Rehmat Khan Pathan atau Hazrat Inayat Khan. Sedangkan ibunya seorang penyair bernama: Ora Ray Baker. Ia juga merupakan cicit dari Sultan Tipu, penguasa Muslim Mysore India pada abad ke-18.

Nama Khan sendiri cukup identik dengan nama Islam di India. Biasanya marga ini dapat ditemui pada nama dari mereka yang memiliki keturunan India. Termasuk banyak dari artis Bollywood papan atas yang disematkan marga Khan pada nama belakang mereka. Sebut saja ada Shah Rukh Khan, Aamir Khan, Salman Khan dan lain sebagainya.

Noor Inayat Khan merupakan anak tertua dari empat bersaudara; dia memiliki dua saudara laki-laki, Pir Vilayat Inayat Khan dan Hidayat Inayat Khan dan seorang saudara perempuan, Khair-un-Nissa

Selama Perang Dunia I, keluarga Inayat Khan pindah ke London, Inggris dan ia bersekolah di Notting Hill, sebuah daerah di London Barat. Tidak jauh dari markas klub Sepakbola Chelsea.

Namun, Ketika Noor Inayat berusia 6 tahun atau pada tahun 1920, keluarganya pindah dan menetap di 'Fazal Manzil' di Suresnes, Paris. Fazal manzil sebenarnya adalah sebuah sebutan yang artinya tempat pengajian atau house of blessing. Nama itu juga dikenal luas sebagai tempat para sufi mengaji, dikenal juga sebagai rumah yang penuh dengan cinta kasih dan sayang. Disinilah Noor kecil tinggal dan mendapatkan pengajaran dari keluarganya.

Akan tetapi, musibah menimpa keluarga Khan. Pada tahun 1927 atau ketika Noor Inayat masih berusia 12 tahun, sang ayah meninggal dunia saat berziarah di India. 

Berita kematian ayahnya, ternyata membuat ibunya terguncang. Ibunya demikian tertekan. Sehingga Noor Inayat harus mengambil alih tanggungjawab untuk membesarkan ketiga adiknya.

Mengutip dari portal: ganaislamika.com, Noor Inayat sempat merampungkan pendidikan di Universitas Sorbonne (saat ini sering disebut sebagai Universitas Paris) mengambil jurusan Psikologi anak, dan juga bergabung dengan cole Normale untuk belajar musik. 

Kemudian kecintaannya pada dunia literasi mengantarkannya untuk mulai menulis cerita anak-anak. Tulisannya diterbitkan secara mingguan di Le Figaro. Sebuah surat kabar di Prancis yang didirikan tahun 1854 dan sangat berpengaruh di Paris. 

Kompilasi tulisannya tersebut kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku pada tahun 1939 di London, Inggris, dengan judul "The Twenty Jataka Tales". Karya tersebut hingga sekarang masih dinikmati oleh masyarakat di dunia.

Walakin, pada tahun 1940, atau saat usianya 26 tahun, Perang Dunia II pecah di Perancis. Situasi ini membuat Noor Inayat memutuskan meninggalkan profesinya dan menjadi perawat di Palang Merah Perancis. 

Namun, kekalahan Perancis di Perang Dunia Kedua sudah mulai tercium di tahun 1940, pasukan Perancis bersama sekutu tampaknya kesulitan menghadapi gempuran pasukan poros yang dikomandoi Jerman, Jepang dan Italia. Ia pun melarikan diri dengan kapal menuju ke Inggris bersama ibu dan saudara perempuannya. Kisah heroiknya yang membantu pasukan sekutu juga di filmkan dalam film yang berjudul Enemy of the Reich: The Noor Inayat Khan Story (tahun 2014).

Setibanya di Inggris, Noor Inayat yang memiliki jiwa juang yang tinggi langsung menyatakan bergabung dengan Women's Auxiliary Air Force (WAAF), atau Angkatan Udara Tambahan Wanita Inggris. 

Kemudian, karena kecakapannya ketika menjadi operator nirkabel di Angkatan Udara Tambahan Wanita Inggris, ia pun diminta bergabung dengan salah satu dinas rahasia Inggris yang bernama Special Operations Executive (SOE). Kesatuan militer ini juga kadang-kadang disebut sebagai "Laskar Baker Street" dan secara resmi dibentuk oleh Perdana Menteri Winston Churchill dan Menteri Ekonomi Peperangan Hugh Dalton. Tujuannya sebagai pendukung peperangan dengan misi mendorong dan memfasilitasi dalam kegiatan spionase dan sabotase. 

Para agen anggotanya akan mendampingi perjuangan para gerilyawan Perancis yang berusaha melawan pasukan Poros (Jerman Nazi dkk), agar ritme perjuangannya selaras dengan kelompok perlawanan di sejumlah Negara Eropa lainnya seperti Belgia, Belanda, Polandia, Norwegia dan beberapa tempat lainnya.

Pada tahun 1942, Noor Inayat bergabung dengan dinas rahasia tersebut dan kemudian menggunakan nama Nora Baker. 

Sejak negara Perancis dikuasai blok Poros (Jerman), adanya para gerilyawan yang dibantu oleh pasukan (agen) SOE, Jerman sejatinya tidak pernah berkuasa sepenuhnya di sana. 

Hal ini disebabkan karena selalu saja ada gangguan dari para gerilyawan, baik langsung maupun tidak langsung. Mereka meledakkan jembatan, merusak sarana publik dan militer, menghancurkan rel kereta, dan membunuh setiap prajurit Nazi yang mereka temui. Dan yang paling berbahaya, SOE juga yang menuntun serangan Inggris sehingga selalu tepat sasaran.  

Sesuai dengan seruan Perdana Menteri Winston Churchill "biarlah Eropa (yang diduduki Jerman :Hitler) tetap berkobar dan menyala-nyala, sehingga tidak bermanfaat bagi Hitler". Sebuah pernyataan yang juga menjadi motivasi agar Jerman tidak betah di wilayah yang berhasil mereka duduki.

Keberhasilan para agen SOE bersama gerilyawan dalam mengganggu stabilitas jerman di tanah Perancis, menyebabkan Jerman meningkatkan kekuatan Gestapo, atau mata-mata Nazi. Akibatnya, banyak agen SOE yang tertangkap dan dibunuh. Sehingga Inggris pun memerintahkan seluruh agen SOE untuk ditarik kembali ke Inggris.

Termasuk agen Noor Inayat. Beberapa informasi menyatakan bahwa Noor Inayat mendapat perintah untuk meninggalkan Perancis untuk kembali ke Inggris. 

Tapi informasi ini belakangan mulai diragukan. Mengingat hampir tidak mungkin seorang pejuang seperti Noor Inayat melanggar perintah militer, terlebih itu adalah instruksi langsung dari London. Tempat institusinya bernaung.

Menurut sebuah buku yang ditulis oleh Sarah Helm, yang berjudul "A Life in Secrets: Vera Atkins and the Missing Agents of WWII in Secrets," tidak ada bukti bahwa Noor pernah diperintahkan untuk kembali, dan jika dia telah diinstruksikan demikian, dia akan terpaksa patuh. 

Namun, menurut Maurice Buckmaster, seorang pimpinan SOE di London, saat itu ia menulis bahwa Noor Inayat sebenarnya diberi kesempatan untuk kembali, tetapi ia memohon untuk tetap di Perancis dan telah diizinkan meskipun konsekuensi yang akan ia hadapi bisa sangat besar. Sebuah tekad yang sangat kuat dan sangat membahayakan keselamatan hidupnya.

Dan demikianlah, Noor Inayat memilih tetap melanjutkan misinya di Perancis dengan terus mengirim pesan radio secara rahasia ke Inggris. Ia pantang menyerah dan berdedikasi sangat tinggi.

Ketika semua temannya berhasil ditangkap, praktis dalam kurun waktu kurang lebih selama tiga bulan, Noor Inayat Khan menjadi satu-satunya agen SOE yang tersisa di Perancis. 

Dalam kondisi seperti itu, dia bahkan mampu mengelola sendirian semua sel mata-mata di Perancis. Ia benar-benar wanita pejuang yang tidak mudah menyerah.

Kemampuannya berkelit dari sergapan musuh sungguh di luar dugaan. Bahkan berbanding terbalik dengan hasil latihan saat awal bergabung dalam SOE. Ia saat itu pernah dianggap tidak cukup layak untuk menjadi agen mata-mata di pasukan elit dengan tingkat ancaman tinggi. 

Namun, ia justru mampu survive sendirian, berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dan mengubah-ubah penampilan serta identitasnya untuk menghindari penangkapan Nazi. Ini yang membuat Jerman merasa kewalahan.

Walakin, Gestapo Nazi akhirnya berhasil menangkapnya. Konon, penangkapannya pun akibat di khianati oleh rekannya sendiri. Ia pun diinterograsi dan dipaksa untuk membocorkan rahasia yang ia ketahui. Namun, ia tetap teguh dan memilih bungkam. Jerman tetap tidak berhasil mendapatkan info apapun dari Noor Inayat Khan.

Akibatnya, pada bulan September 1944, Noor Inayat dipindahkan ke kamp konsentrasi Jerman di Dachau (sebuah daerah yang berada di utara Mnchen, Bayern, Jerman bagian selatan) bersama 3 orang agen lainnya. Dan tepat pada tanggal 13 September 1944, mereka semua di bawa ke krematorium untuk dieksekusi oleh regu tembak. Tapi sebelum itu, Noor Inayat mendapat penyiksaan yang luar biasa. Dia mendapat pukulan dan tendangan yang brutal dari eksekutornya, hingga akhirnya dia tidak mampu lagi berdiri dan dieksekusi dalam keadaan berlutut. Ia pun meninggal di usianya ke 30 tahun di tangan regu tembak Nazi. Sebuah kisah yang sangat heroik dan menginspirasi.

Kini, Noor Inayat Khan memang telah tiada. Menurut data dari para sejarawan, ia sejatinya bertindak sehebat itu bukan karena cintanya untuk Inggris, tetapi karena ia tidak menyukai fasisme dan diktatorianisme. 

Shrabani Basu, seorang jurnalis dan sejarawan India mengklaim bahwa Noor Inayat berjuang karena "tidak tahan melihat penjahanan di atas muka bumi", sebuah gagasan yang tampaknya memang bawaan genetik dari keluarganya.

wallahualam bish-shawab

Semoga bermanfaat...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun