Urusan kesehatan hewan (keswan) dalam menghadapi persoalan Zoonosis dan Penyakit Infeksi Emerging (PIE) seperti Flu Burung, Rabies, Anthraks, Filariasis, Leptospirosis, Toksoplasmosis dan lain sebagainya di Indonesia, tampaknya masih belum optimal.
Pasalnya, keswan hingga kini masih menjadi urusan pilihan bagi pemerintahan daerah (pemda), artinya, urusannya boleh dipilih, boleh juga tidak. Sehingga wajar jika tidak semua pemda menyelenggarakan urusan keswan, dampaknya, tidak semua pemda memiliki dokter hewan pemerintahnya (dokter hewan berwenang).
Berbeda dengan urusan wajib, namanya juga wajib, urusan ini wajib dilaksanakan oleh seluruh pemda di Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, urusan wajib terbagi menjadi dua, yakni urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.
Adapun urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar, terdiri dari: pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum penataan ruang; perumahan rakyat kawasan permukiman; ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat; serta urusan sosial.Â
Sedangkan urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar, antara lain tenaga kerja; pemberdayaan perempuan, pelindungan anak; pangan; pertanahan; lingkungan hidup; administrasi kependudukan pencatatan sipil; pemberdayaan masyarakat, desa; pengendalian penduduk, keluarga berencana; perhubungan; komunikasi informatika; koperasi, usaha kecil, dan menengah; serta urusan penanaman modal.Â
Untuk melaksanakan urusan wajib, biasanya setiap pemda akan membentuk struktural kelembagaan atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sebagaimana urusan terkait. Sehingga koordinasi dan eksekusi teknis pelaksanaannya akan menjadi lebih mudah.
Sementara itu, berbeda dengan Urusan Pilihan. Urusan ini di setiap pemda belum tentu ada. Hal ini dikarenakan, urusan pilihan dipetakan berdasarkan potensi, proyeksi penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan lahan, ketersediaan anggaran dan kajian lainnya.
Adapun yang termasuk dalam urusan pilihan bagi Pemda antara lain adalah bidang kelautan, perikanan, pariwisata, pertanian, kehutanan, energi, sumber daya mineral, perdagangan, perindustrian, dan transmigrasi.
Oleh sebab itu, sangat dimungkinkan, di suatu daerah tatkala tidak memiliki potensinya, maka diperbolehkan untuk tidak memiliki urusan itu (Struktural/ OPD nya bisa jadi tidak ada). Seperti pemda yang tidak memiliki wilayah laut, ia boleh tidak memilih untuk menyelenggarakan urusan bidang kelautan. Demikian juga dengan pertanian, perikanan dan lain sebagainya.
Urusan Kesehatan Hewan Seharusnya Menjadi Urusan Wajib Bagi Pemda
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) yang telah disahkan oleh Presiden RI sejak tanggal 30 September 2014, urusan kesehatan hewan merupakan sub-urusan dari urusan pertanian. Akibatnya, urusan ini menjadi urusan pilihan.
Padahal, urusan kesehatan hewan (keswan) sejatinya merupakan urusan wajib bagi pemda. Meski keswan berada di bawah Kementerian Pertanian (Kementan), bukan berarti urusan Keswan adalah urusan pilihan.
Terbukti, urusan pangan yang juga sebelumnya berada di bawah Kementan (saat ini berada di instansi Badan Pangan Nasional/ Bapanas), faktanya bukan merupakan urusan pilihan. Urusan pangan masuk sebagai urusan wajib bagi pemda yang masuk dalam kategori wajib bukan berkaitan dengan pelayanan dasar.
Oleh sebab itu, sudah saatnya kita dorong perlunya revisi UU Pemda agar urusan kesehatan hewan turut menjadi urusan wajib bagi pemda.
Terdapat lima alasan mengapa Keswan seharusnya menjadi urusan wajib bagi pemda.
Pertama, ancaman zoonosis atau penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia, semakin nyata. Bahkan, penyakit hewan yang selama ini tidak ada di Indonesia, kini semakin merebak di negeri ini. Tidak ada pemda di Indonesia yang luput dari Zoonosis.
Kedua, sejak tahun 2017, kedokteran hewan, ditataran kampus telah masuk dalam rumpun ilmu kesehatan. Satu rumpun dengan kedokteran, kedokteran gigi, farmasi, kebidanan, keperawatan dan rumpun ilmu kesehatan lainnya. Sebuah rumpun yang merupakan urusan wajib bagi pemda. Sementara, Kedokteran hewan tidak lagi rumpun ilmu hayat pertanian peternakan.Â
Maknanya, perubahan rumpun ilmu ini seharusnya juga diikuti dengan perubahan regulasi yang mengatur urusan di tataran pemda.
Ketiga, kesehatan hewan merupakan salahsatu pilar untuk mewujudkan kesehatan secara menyeluruh (one health). Kesehatan hewan juga tidak semata-mata ditinjau dari sisi ekonomi.
Artinya, seluruh daerah (pemda) berpotensi tertular penyakit hewan. Meski daerah itu mungkin tidak potensi pertanian peternakan. Karena, selain hewan ternak, kesehatan hewan juga sejatinya berkaitan dengan hewan kesayangan (anjing, kucing, dan lain sebagainya/ hewan non pangan dan satwa liar.Â
Kata kuncinya: setiap daerah pasti memiliki hewan dan berpotensi menyebabkan persoalan kesehatan hewan.
Keempat, ancaman penyakit hewan terbukti menghambat perekonomian dan berdampak pada kehidupan sosial kemasyarakatan.
Contohnya, adanya PHMS (penyakit hewan menular strategis), negara telah menganggarkan anggaran yang tidak sedikit. Bahkan ada daerah yang menutup lalu lintas hewan sehingga pasokan hewan dan daging nya menjadi sangat minim. Dampaknya, pasokan atau stok hewan untuk hewan kurban di daerah itu sangat terbatas dan mahal.
Kelima, urusan keswan bukan hanya terbatas pada hewan hidupnya, tetapi urusan kesmavet (kesehatan masyarakat veteriner) justru menjadi urusan yang sangat penting sebagai pilar utama mengapa urusan ini wajib menjadi urusan wajib bagi pemda.
Kesehatan Masyarakat Veteriner adalah segala urusan yang berhubungan dengan Hewan dan produk Hewan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia.Â
Urusan Kesehatan Masyarakat Veteriner meliputi: penjaminan Higiene dan Sanitasi; penjaminan produk Hewan; Pengendalian dan Penanggulangan Zoonosis.
Kesimpulan
Keberadaan UU Pemda telah berlaku hampir sepuluh tahun di Indonesia, persoalan Kesehatan harus dijadikan sebagai persoalan serius jika ingin negara ini mampu bertahan menghadapi ancaman penyakit secara global. Sehingga memang sudah selayaknya UU ini direvisi.
Selain itu, dinas kesehatan juga tidak punya kewenangan ketika menghadapi persoalan penyakit pada hewan. Lantas, jika sektor kesehatan hewannya strukturalnya tidak ada di daerah, maka sektor kesehatan akan koordinasi dengan siapa?Â
Masih lebih baik jika kesehatan hewan strukturalnya adalah sebuah Bidang (biasanya bergabung dengan bidang sektor Peternakan), ini justru, banyak daerah yang sektor kesehatan hewannya secara struktural tidak ada.
Sehingga secara awam kita dapat menilai: struktural (instansi) keswannya saja tidak ada, apalagi sumberdaya manusia keswannya. Juga pasti tidak akan ada. Dampaknya, pelaksanaan pelayanan keswan tidak ada pernah optimal di daerah.
Sungguh sangat miris!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H