Mohon tunggu...
Farhandika Mursyid
Farhandika Mursyid Mohon Tunggu... Dokter - Seorang dokter yang hanya doyan menulis dari pikiran yang sumpek ini.

Penulis Buku "Ketika Di Dalam Penjara : Cerita dan Fakta tentang Kecanduan Pornografi" (2017), seorang pembelajar murni, seorang penggemar beberapa budaya Jepang, penulis artikel random, pencari jati diri, dan masih jomblo. Find me at ketikanfarhan(dot)com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Apakah Dia Terpuji Setiap Hari?

23 Juni 2024   16:29 Diperbarui: 23 Juni 2024   16:43 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : Dokumentasi pribadi

kita hidup di dunia dimana hal terkecil selalu dibesar-besarkan.
oh ya, si juara ini, si paling jago, si ilmiahnya keren, si punya publikasi.
dibagi berlebihan layaknya berita utama di koran-koran.
menjadi topik utama di hampir setiap harinya.
pencapaian selalu dipuja-puja bahkan hampir disembah layaknya idola.
diikuti kemana-mana hingga jadi patokan hidup jelata.

ketika sang pujaan melakukan kesalahan, semua pada kabur.
padahal, kita tahu dunia ini berputar, kadang bangun kadang tidur.
kita tidak tahu kapan kita terpuji dan juga tercela.
ketika terpuji, semua pasti berbondong dengan kata-kata penuh puji.
ketika tercela, kebanyakan mulai mencari jalan untuk pergi.
menyesali dan mencari target berhala untuk disembah lagi
atau.. malah sudah buta dengan kekaguman efek ekstasi.

pernah aku marah ke seseorang karena memuji terlalu berlebihan.
menyebut aku sebagai sang juara di hampir setiap waktu pertemuan.
kadang kita butuh pengakuan, tapi ketika berlebihan, mulai tidak tahan.
sebuah kontradiksi, tapi itulah namanya kehidupan.
pengakuan terkadang ada yang dari hati
tapi, ada juga yang hanya bertujuan mencari simpati.
supaya namanya tertulis dalam ucapan terima kasih.

pernah suatu saat aku mendengar cerita seseorang memuji orang lain di depan
mempromosikan semua pencapaian dengan tujuan mengagung-agungkan
padahal beberapa hari setelahnya, seseorang itu malah mengejek di belakang
berbicara tentang inkompetensi, kegagalan, hingga kezaliman.
seolah orang itu manusia sempurna bak dewa yang tertahta di namanya
padahal, dia tak jauh dari pendosa yang hobi melupa.

entah, dia lupa atau hanya pura-pura lupa,
tapi, kenapa ada orang yang hobinya malah menjadi pelupa
mungkin akibat sering dibutakan oleh puja-pujian yang fana
dielu-elukan karena pencapaian dan tingkah sok polos yang membuatnya digemari
padahal di balik itu, sisi narsistik selalu tak sabar untuk disuapi.
supaya dianggap pahlawan dengan patung memorial saat telah pergi
padahal, belum tentu dia terpuji setiap hari.

surakarta, 23 juni 2024

04:27 p.m (GMT+7)

NB: puisi ini akan menjadi teaser dari buku puisi terbaru saya yang berjudul kata-kata para pendosa yang bisa jadi akan keluar akhir 2024 atau awal 2025

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun