Hei, Cinta.
Apa kabarmu sekarang? Aku harap kamu baik-baik saja di sana. Tersenyum ria tanpa ada keluh kesah. Menikmati kebebasan yang nyata.
Aku sedih saat mendengar kabarmu itu. Ya, aku tau itu dari pesan belasungkawa di tempat kerjamu. Kesal sehabis-habisnya aku dengan pria itu. Ingin aku habisi dia sepuas-puasnya.
Namun, akan lebih baik jika dirimu pergi dahulu. Dunia sekarang semakin kusam. Dipenuhi orang-orang yang mengorbankan rasa malu. Semua demi hawa nafsu.
Aku sendiri bingung harus bergerak ke jalan mana lagi. Semua sudah tak aman untuk dilalui. Ada tukang hardik, tukang hasut sampai tukang dusta. Bergerak membawa rasa benci.
Cintaku, aku iri denganmu. Tuhan selalu mengambil yang terbaik dari mawar. Menyelamatkan dari segala debu tersebar. Serta tontonan lebah yang lapar.Â
Cintaku, aku iri denganmu. Kamu sudah menikmati segala makanan yang lezat. Tanpa bayaran dari kaum tipu muslihat. Membuat air liur turut menggeliat.
Aku ingin bertemu lagi denganmu. Membawamu melangkah ke tempat yang aku janjikan dahulu. Mengitari sisi kota yang belum terpuaskan hati. Mengulang rekaman lama itu lagi.
Sampai jumpa lagi, Cinta.
Surabaya, 20 Februari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H