Mohon tunggu...
R.Ngt. Anastasia Ririen Pramudyawati
R.Ngt. Anastasia Ririen Pramudyawati Mohon Tunggu... profesional -

..perEMPUan biasa.\r\n[..mengurai makna di deret kata, tuangkan geliat pendulum rasa sukma & benak....di sela hiruk pikuk rutinitas diri sebagai insan biasa, Ibu, dan Dokter..]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pilihan Resah-Reseh Vs Candu Kerangkeng sang Sukma

23 Juli 2010   05:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:39 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kembali kumenangkap berjuta resah di sekitar, Dee.. Dipicu oleh pilihan sikap sebagian Sesamaku, di luar sana. Sesama, yang entah sungguh telah dikenal secara pribadi dan intens ataukah belum.. bahkan (bisa jadi) tidak dikenal sama sekali oleh si Pemilih resah, terlebih soal pengetahuan kepastian modus kejadiannya. Faktanya, sebagian isi Jagad sekitar telah relakan diri bersama resah, sebagian di antaranya bahkan memilih relakan diri ungkapkan keresehan, oleh pemicu yang sama. Bertubi-tubi sorotan berulang plus embel-embel analisa mengemuka. Entah atas motivasi sungguh menjunjung esensi keramatnya Hidup.. ataukah semata demi popularitas.. maupun atas nama "brand" suatu "product" tertentu. . . . Sesama, yang oleh sebagian gempita "dipepet ke dinding" atas tudingan terkait moralitasnya. Terpaksa harus "dipepet" hingga "sesak napas" bila perlu, lantaran pilihan tindakan dan sikapnya terlanjur dilabeli immoralitas. Semakin melebar gempitanya, ketika imbas dan dampak peristiwa disinyalir bermuasal bertubi dari pilihan sang Terpepet. Gempita, yang secara signifikan semakin membuncah gemanya lantaran guliran salah satu pemegang kendali propaganda: Media. Gempita, yang semakin menyesakkan dada dampaknya bagi Insan lain di sekitar sang Terpepet. Semakin miris, ketika guliran maha derita musti ditanggung oleh Insan rapuh terdekat sang Terpepet. O.. miris hatiku, Dee.. . . . Mengapa musti secepat kilat jatuhkan pilihan mengadili pilihan moralitas sang Sesama tanpa ampun.. Mengapa memilih sikap menganggap diri sendiri paling benar dan suci.. Alih-alih memilih menyerahkannya kepada sang pemegang asas Keadilan.. dan Sang Hyang Maha Adil sendiri.. lalu, relakan diri sendiri masuki jagad HENING .. diam .. meletak .. merenung .. tingkatkan kepekaan diri sendiri .. eling .. dan waspada, ..mengapa musti relakan diri memilih masuki jagad gempita resah-reseh menggoyang sekitar..?? . . . O, Dee.. . . . [caption id="attachment_202255" align="alignleft" width="403" caption=""Heart_Soul", www.josephinewall.co.uk"][/caption] Senyatanya, aku pun terlahir terbatas. Sepanjang hidup, titah Sukmaku memang menyatu di kefanaan Ragaku. Relakan diri tetap ada pada balutan Raga berkerangkeng aneka jubah kefanaan. Baurkan diri pada pendulum ketidakpastian keseharian. Hadapi auman keras gilasan roda jaman. Relakan diri senantiasa menjunjung Raga terseok. Sesekali musti tetap bergelayut setia .. bahkan pada detik kemunafikan Raga terbatas ini. ..ughhhh. . . . . . . . . . . Tetapi, seyogyanya Sukma tetaplah bebas. Bebas luapkan kesuciannya.. Lepas lontarkan kemurniannya. Berjarak sungguh dengan ragam kerangkeng candu kefanaan. [caption id="attachment_202283" align="alignright" width="190" caption=""Soul_Calibur", www.creativeuncut.com/galler"][/caption] . . . Sontak mengelebat: "Pengembangan diri adalah nama permainan. Tujuan utama anda adalah MENGUATKAN diri, bukan menghancurkan lawan", Maxwell Maltz (1927-2003) . . . Betapa keramatnya sang prosesi. Betapa sucinya kemurnian sang Sukma. . . . Indahnya pendulum dolanan harmoni Hidup ini, Dee.. andai saat sang aku berhadapan dengan hiruk pikuk anomali di luar sana, sang aku memilih lelaku HENING. Eling. Waspada. Mempertebal kepekaan dan keimanan.. serta mengoptimalisasi potensi diri, ..bukannya memilih menuding sana-sini.. menghancurkan sekitar. Sebagaimana kenegativan akan semakin NEGATIF bila beroleh semakin banyak pasokan energi (perhatian).. demikian pula halnya dengan hal POSITIF. Dalam kesesakan aura kenegativan, seyogyanya sang diri memilih memperbesar fokus perhatian pada energi POSITIF, sehingga atas asas kesetimbangan dan harmonisasi, niscaya kenegativan akan menyusut dengan sendirinya.. bahkan melenyap sirna.. beralih rupa aura POSITIF. Semoga karenanya, pijar kerlip sang Sukma semakin berbinar menyejukkan.. ciptakan Harmoni Agung kedamaian.. dan, menyusup lembut.. suci.. ke setiap Hati. . . . ..semoga, yea.. . . . [kepada Devondha-ku]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun