[ . . . . hmm... pantai ini nyata indah dan asli. Matur sembah nuwun, Gusti. . . . Akhirnya kembali kunikmati. Pa, aku masih ingat semua detail kisah sekaligus penjelasan tentang segala rupa esensi enigma HIDUP.. yang rutin Engkau bagikan ke puteri kecilmu ini, hampir setiap petang hingga 23 tahun lalu.. di tepian Pantai MAAF Nabire, tepat di bawah pohon besar itu.. sambil menikmati anugerah maha indah, SUNSET. ] Bulir peluh di dahi ini masih juga mengucur.. ketika kembali kusadari penuh.. raga-ku telah kembali ke habitat mula-ku, Bumi Papua.. setelah lebih dari 23 tahun kutinggalkan. Ach.. memang sudah setahun belakangan ini ku kembali tepekur jalani hari-ku di Bumi tempat tumpah darah pertama-ku, Bumi Papua. Seorang diri. Terpisah sedemikian jauh dari Putera kesayangan dan Pappi-nya. Bermula dari niatan aneh pada suatu pagi, akhir November 2008 lalu.. yang tiba-tiba begitu menyesak ingin kuutarakan ke hadapan Suami tercinta.. ..yang bersamaan waktunya.. tanpa jeda.. lebih dari sekali ku"melihat" raga-ku berjalan mendaki perbukitan entah apa.. lengkap dengan back pack.. topi.. alas kali sport.. handschoone.. "Pa, aku pengen mendaki gunung..", akhirnya kuutarakan. "Ha? Yang bener, Ma.. ..ada apa? ...Mengapa? ..apa yang telah terjadi? ...", Suami-ku terus memberondongku dengan ragam deret tanya. "Pokoknya aku pengen naik gunung, Pa.. Tolong cari info, siapa teman kepercayaan Pappi yang dalam waktu dekat ini berniat naik gunung. Oya, 9 Desember besok long week end, Pa.. Aku denger temen-temen de Britto pada mau naik Ceremai. Tolong sampaikan.. aku berniat ikut, Pa.. Aku pengen...", rengekku.. Jujur.. aku pun tiada tahu.. mengapa niatan itu sedemikian mendera ingin-ku. Hal yang satu kalipun belum pernah kuniati sebelumnya selama berprosesi di P.Jawa. Kusadari penuh.. sebab, entah sudah berapa ratus kali ajakan mendaki gunung dari rekan-rekan Komunitas Pencinta Alam sedari SMA kutolak mentah-mentah. ..berbeda, akhir November 2008.. niatan tersebut benar terasa menggulung raga sukma diam-ku.. berkeras kuutarakan ke Suami.. yang terkaget-kaget.. sekaligus bertanya-tanya.. plus segudang rasa khawatir atas niatan keras aneh sang Istri Beliau, aku. Begitulah.. waktu berlalu.. dan. . . . . . . . . . terlupakan. Hingga pada suatu pagi, 25 Februari 2009... "Pa, mengapa tidak bisa di-edit, yea?", tanyaku gusar pada Suami-ku. "Kenapa, Ma? Engkau pilih Kabupaten apa, jadinya?", tanya balik Suami-ku. "Kepencet Fakfak, Pa.. Tidak bisa diedit lagi. Padahal aku tidak memaksudkannya, tadi. Sekedar buka aja.. Uhgg... gimana, yea Pa? Kota itu asing banget, bagi-ku.. Aku telphon Pak Kuning, deh..abis ini. Mo nanya mBaq Tien juga.. ..duhhh... gimana, yea..." Begitulah, awalan sang prosesi. Dan, atas waktu dan Kehendak-NYA.. tiada terasakan berat lagi, sudah hampir setahun belakangan ini, kujalani prosesi rutinku.. persis seperti yang ku"lihat" kualami.. sekaligus setengah mati ku"ingin"kan.. akhir 2008 lalu. Setiap pagi dan siang, dari Mess Dokter Wagom.. menyusuri jalan setapak .. menyusuri tepian kediaman dan teras Tetangga.. berjalan melintasi jalanan plus tebing tinggi berdinding curam.. bertepi jurang maha dalam.. mendaki menikung tajam.. menuju lokasi pengabdianku.. di Werba, Distrik Fakfak Barat, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat. Niatan.. serius ..dua rius.. celetukan.. candaan.. Jalan-NYA.. Cara-NYA.. siapa yang pernah tahu, Sahabat kesayangan.. [..kepada sang pencari..]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI