Aku pikir kali ini aku musti "berbicara empat mata". To the point saja. Kembali ku terhenyak pagi ini atas rentetan pilihan tingkah polah para oknum elit petinggi.. termasuk para oknum pelaku kontra di panggung publik. Semakin tambun saja, di tengah kejadian gizi buruk Sesamanya. Masih juga asik mengumbar kemewahan hasil mengemplang di tengah himpitan ekonomi sang Sesama yang dikemplangnya. Tetap saja berkoar jargon manipulatif di tengah fakta yang sudah jauh jelas sodorkan bukti. Bahkan, masih juga petentang petenteng busungkan dada.. tempelkan stempel "pualing huebattz" di dahi sendiri. Terlampau berseberangan. Sedemikian vulgar melampaui titik batas penerimaan publik. Bertindak manipulatif tentu berbeda dengan bersikap sungguh sopan.. terlebih hormat.. apalagi tulus. Bersikap tidak peduli tentu bertolak belakang dengan bertindak sensitif.. terlebih PEKA. Memilih lamban jelas bukan setara bijak. .. [caption id="attachment_245810" align="alignleft" width="259" caption="by Darren Greenwood/Design Pics Inc."][/caption] Apapun bidangnya, seorang Pemimpin seyogyanya memiliki kemampuan mumpuni melihat-merasa-mendengar-menyentuh-mentera-menganalisa-mencerna semuanya secara jelas detail per segmennya, sekaligus menyeluruh. Holistik. Mutlak begitu sebab ialah sang Pemimpin.. bukan sekadar kepala divisi.. terlebih kepala regu. Ia lah sang pengendali utama.. penentu arah dan langkah masing-masing bidak catur Institusinya. Untuk itu, ia seyogyanya mampu menempatkan diri berjarak dari setiap perkara. Hal yang hanya mampu disandangnya bila ia relakan diri rendah hati dan terus menerus sadar diri. Dalam banyak detik prosesi, ia dihadapkan bertubi dengan pilihan demi pilihan kebijakan terus-menerus, di kategori makro ataupun mikro.. yang akan sangat menentukan, ke mana visi kepemimpinannya kelak ia arahkan. .. Rapid Cognition (note: pemahaman cepat) atas Thin Slicing (note: cuplikan kecil selektif dari peristiwa ) dan Snap Judgement (note: kesimpulan sekejap) benar-benar berperan di jeda genting. Kepekaan-kejernihan-kemurnian INTUISI sang Pemimpin lah yang nyata berperan. Tidak mudah menjabarkan detail prosesinya dengan deret kata. Tetapi kemampuan dan kepekaan ini dapat dilatih serius dan intens dengan sepenuh diri. Meski tidak setiap Insan berberkah mampu. Sebagian melabelkannya: "berbakat vs tidak berbakat". .. Kontrol selanjutnya, dapatlah ditarik benang merah evaluasi: masih sesuaikah kebijakan sang Pemimpin dengan visi mulanya, ataukah melenceng. Pada gilirannya, Publik berhak menentukan: pantas tidakkah ia melanjutkan tanggung jawab-wewenangnya sebagai Pemimpin. Masih diberi kesempatan kedua.. ataukah tidak. Terus melanjut.. ataukah TURUN sekarang juga. ..
Bagi para Nyonya dan Tuan Pemimpin,
maaf..
..masih banyak berkubang dalam kawah ketidakadilan-ketidaksejahteraankah elemen di bawah kepemimpinan anda?
..masih seberapa berkharismakah anda?
..seberapa hormatkah anda terhadap para pengikut anda?
..seberapa besar afeksivitas anda?
..seberapa merundukkah anda terhadap kebutuhan per segmen dan menyeluruh para pengikut anda?
..sudah tuluskah ..sudah bijakkah ..sudah PEKA kah anda terhadap para pengikut anda?
Pantasnya, anda sendiri pun sadar diri.. andai masih relakan diri peka.
.. Pertanyaan melanjutnya, SIAPA yang pantas memimpin, lalu? Adakah yang mampu? ..hmm..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H