Mohon tunggu...
R.Ngt. Anastasia Ririen Pramudyawati
R.Ngt. Anastasia Ririen Pramudyawati Mohon Tunggu... profesional -

..perEMPUan biasa.\r\n[..mengurai makna di deret kata, tuangkan geliat pendulum rasa sukma & benak....di sela hiruk pikuk rutinitas diri sebagai insan biasa, Ibu, dan Dokter..]

Selanjutnya

Tutup

Politik

INU, Sang Filosof UNI(k)

7 Agustus 2010   22:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:13 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

INU. Sebuah nama pendek. Pertama kumengenalnya lewat media maya, hampir dua tahun lalu.

..

Suatu hari kudapati photo profile Beliau ketika sedang bertugas di Mombai India, bertahun sebelumnya.Berikan secarik pesan kecil, apa yang meletup bening dari kasat sang sosok.

..

[caption id="attachment_219184" align="aligncenter" width="500" caption="Anton Wisnu Nugroho, Mumbai India, 2007"][/caption]

..

..terasakan kuat bahasa roh pemBEBASan, di sana. Sekali lagi, PEMbebasan. Bukan KEbebasan. Sebagaimana pose Beliau yang sedang rentangkan kedua lengan sambil tersenyum lepas di alam terbuka nan menawan.. di antara kepak sayap beberapa ekor burung berbulu putih keperakan.. yang tampak beterbangan riang kitari raga beraura khas: Beliau.

. .

Kali lain, kudapati Beliau melepas senyum sambil menenteng kamera “pinjaman dari kantor”, berkemeja batik apik.. sedang berpose duduk nyaman pada sebuah kursi di tengah ruangan yang aku kira tidak lagi asing bagi sebagian Masyarakat sang Negeri. Iya..iya.. Mas Inu sedang duduk di salah satu ruang di Istana. Mas Inu sedang jalani tanggung jawabnya sebagai Jurnalist.

[caption id="attachment_219187" align="aligncenter" width="403" caption="Anton Wisnu Nugroho, di Istana"][/caption]

..

Kebetulan, Mas Inu juga bagian dari Kompasiana. Rajin tuangkan geliat keresahan demi keresahan pikir dan bathin Beliau soal institusi “keramat” sang Negeri: Istana.. sedari awal berbagi, di Kompasiana.

Sekedar berbagi soal-soal tidak penting.. agar yang penting tetap penting, sesuai penuturan Beliau.

Dan.. sejauh kutangkap, di situlah keutamaan artikel demi artikel Beliau di Kompasiana.

Membagikan detail serpih “tiada penting” seputaran area “hangat” Ring 1: Pusat Pemerintahan sang Negeri.Sebuah kemewahan yang absurd terwujud di era Pemerintahan sebelum era reformasi.

Hmm.. Istana. Sebuah magnet yang tiada terbantahkan dayanya pada sebuah Negeri. Siapa yang tidak tertarik? Fakta apapun bisa “berbicara”, tumpah ruah.. dan menggelinjang liar bak guliran bola membara darinya, lalu. Terkait detail kebijakan publik.. pernyataan resmi.. kontroversi.. kontrol Masyarakat.. lenggok roda politis.. “behind the story”.. etc.

Jelas menarik.

Pernahkah engkau membayangkan detail dampaknya, Dee.. bila secuil saja dari topik tersebut sempat lolos melontar ke publik sebelum era reformasi? ..bahkan di era kini. Arah gulirannya pun semakin membayang jelas, kini.

Di republik pencitraan manapun, soal-soal semacam itu tetaplah masuk ranah “keramat”.. meski senyatanya sama sekali belum tentu sungguh keramat.

. .

Yang kutahu pula, Mas Inu alumni STF Driyarkara. Sekolah Tinggi Filsafat yang.. sungguh kukenali aroma, cita rasa, sekaligus jejaknya.

Hmm.. setara ekspektasiku terkait pilihan style Beliau saat berbagi di Kompasiana.

Gaya bertutur Mas Inu yang tampak tersaji ringan senyatanya tetap saja tiada mampu sembunyikan hal besar yang nyata meletup di seluruh kesejatian Beliau saat menuangkan setiap opini khas tanpa huruf Capital Beliau selama ini, Dee..

Acapkali memunculkan gelitik kegemasan tertentu di benak ini: “hmm..bandelnya, dia.”

Kebandelan unik.. yang hanya mampu melontar dari concern sesosok Insan yang jeli, cerdas, sekaligus padat. Iya..iya. Melontarnya Mas Inu di setiap opininya tiada secuilpun mampu menghapus kesejatian filosofis yang membidaninya, di mataku. Sajian berbasis fakta keseharian.. beralat bukti pengamatan Beliau sendiri secara langsung.. ditunjang dokumentasi photo. Menarik dicermati.

Sesekali mencubit dengan angin.. menendang dengan satu rengkuhan hangat.. melucuti dengan sekali lirikan. Tanpa sekatapun upaya lugas menghakimi.

. .

Mas Inu. Yang pada kesempatan berbeda, kudapati sedang riang menunggangi sepeda lipat. Menampilkannya sebagai salah satu tunggangan kesayangan yang menyehatkan.

Tampak membumi. Semembumi luberan kasih Mas Inu terhadap Keluarga Beliau.

. .

. .

. .

. .

Mas Inu. Yang baru tiga hari lalu pertama kubertemu muka. Pada peluncuran buku pertama dari empat, Tetralogi, buah karya Beliau: Pak Beye dan Istananya.

[caption id="attachment_219190" align="alignright" width="300" caption="Mas Inu berpose bersama Bung Honny Maitimu, mBaq Linda Djalil, dan penulis, pada peluncuran buku pertama Beliau di Grand Indonesia "][/caption]

Mas Inu.. satu dari sekian Insan maya yang kukenal.. yang senyatanya setara kasat aura raganya.

Hmm.. menariknya media maya. Di tataran tertentu.. interaksi keapaadaan dapat termaknai setara nyata. Kemewahan indah atas hadirnya kebersahajaan dan ketulusan.

Andaipun ada yang imbaskan pangling, mungkin hanya pilihan bingkai kaca mata terkini Mas Inu. Semoga berkontribusi semakin meluasbebaskan kelapangan pandangan bernas-setiti Beliau. Dan, geliat PEMbebasan yang disasar atas prosesi terseok sebuah Bangsa yang sungguh dieman Beliau ini semakin hari semakin mewujud nyata.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun