Mohon tunggu...
Dokter Kusmanto
Dokter Kusmanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - .

.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jalur Pantura, Urat Nadi yang Sering Tersumbat

20 Agustus 2012   08:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:31 1102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13454516901580857660

[caption id="attachment_201205" align="aligncenter" width="655" caption="Peta Jalur mudik dari Bakorsurtanal"][/caption]

Jalur Pantura sebagai jalur Jalan Nasional dengan kode jalan nomor 1 di Pulau Jawa. Mempunyaipanjang 1.316 dari Merak sampai Ketapang. Jalur ini dimulai pembuatannya oleh Belanda pada tahun 1808 dengan nama Jalan Raya Pos. Tujuan utama Belanda membangun jalur ini, adalah untuk menangkal serangan Inggris pada era perang Napoleon. Yang saat itu Inggris mengalahkan Belanda.

Karena jalur ini cukup panjang, harus melewati 4 provinsi (Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur). Berbeda fungsinya dari jaman Belanda, maka tujuan utama di jaman kemerdekaan Indonesia adalah memajukan ekonomi pulau Jawa. Di masa datang, diharapkan jalur ini akan menghubungkan Indonesia bagian selatan, dari Sumatra kota Sabang sampai ke Nusa Tenggara. Dari tahun 1808 sampai saat ini 2012, sudah sangat lama untuk membangun jalur urat nadi yang sangat penting itu, terutama saat ini untuk kepentingan pulau Jawa. Jalur yang sangat dibutuhkan untuk distribusi barang demi meningkatnya ekonomi daerah maupun kepentingan wisata. Saya pribadi sudah mengunakan jalur pantura dan jalur lainnya saat wisata dengan alm. ayah disekitar tahun 1960an sampai tahun 1970an. Tiap tahun kami lewati jalur yang masih banyak lubang lubang, serta perbaikan disana sini. Alm. ayah selalu bilang “Di tahun 2000 jalur ini akan hebat sekali dan akan menjadikan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi Asia”

Di sekitar tahun itu, kami tiap tahun menggunakan dua kendaran sedan Bel Air Chevrolet dan Fiat untuk keliling pulau Jawa Bali dalam rangka wisata. Dan masih teringat, kami harus bawa tanki bensin ekstra maupun persediaan bekal makanan. Maklum lah disaat itu, SPBU dan rumah makan masih sangat jarang sekali. Lagipula jalannya diusahakan tidak sampai matahari terbenam, demi menjaga keamanan dijalan. Dan tidaklah heran bila saja saat jaman itu kecepatan maksimal tidak mungkin mencapai 100 km/jam. Karena jalannya masih sempit dan banyak lubang atau perbaikan.

Pada akhir 1980an, kami kembali dari kuliah luar negeri dan kami tetap cinta wisata lokal. Wisata Sumatra, Jawa, Bali dengan kendaraan pribadi. Dan kami mulai perjalanan keluarga dengan menapak tilas apa yang pernah saya lakukan dengan alm. ayah. Perjalan wisata rutin pulau Jawa kembali dimulai dari tahun 1991 dan ternyata jalur Pantura sudah ada pelebaran dibeberapa bagian tetapi masih tetap menjadi hambatan seperti dijaman saya kecil. Berlanjut lagi saat anak saya mulai dewasa dan sudah bisa setir kendaraan. Kami mempunyai hobby yangs ama, salah satunya adalah wisata. Pada tiap kali saya dan anak saya melakukan wisata, selalu saya ceritakan tentang tapak tilas alm. ayah saya. Dan ada yang disimpulkan oleh anak saya bahwa “Jalan pantura tetap sama seperti 3 generasi sebelumnya” Artinya jalur pantura tidak pernah selesai dikerjakan selama 67 tahun Indonesia Merdeka. Itulah sejarah, dan sejarahtelah mencatat tentang jalur pantura. Walaupun ada perbaikan, tetap saja jalur Pantura sebagai urat nadi yang sering tersumbat

Hambatan pantura inipun kami alami sebagai pengusaha yangmengirimkan produk untuk dijual di Jawa tengah atau Jawa Timur. Bila jalur pantura macet, maka tentu saja kami beralih ke jalur pantai selatan. Sayangnya dipantai selatan pun tidak lebih baik dari jalur pantai utara. Pemerintah sudah demikian serius untuk membangun jalur ini, termasuk Bank Dunia juga sudah sangat banyak membantu pelebaran jalur pantura ini. Sayangnya; secara de facto tetap saja jalur pantura masih sebagai hambatan yang sangat luar biasa. Jalur Jakarta Semarang yang biasanya saya bisa tempuh antara 8 sampai 10 jam, saat ini mencapai rekor nya menjadi 41 jam. Sungguh pelayanan jalan yang sangat keterlaluan, apapun alasannya.

Apapun kendalanya yang menyebabkan kemacetan jalur pantura selalu dijelaskan dan diantisipasi oleh pejabat Pekerjaan Umum atau Pejabat Perhubungan. Bahwa mereka selalu mengantisipasi kemacetan dengan siap menata disiplin maupun keberadaan pasar di pinggir jalan pantura. Selain itu pula dijelaskan bahwa perbaikan yang selalu ada dan selalu membuat macet dijelaskan sebagai kondisi yang normal akibat usia badan jalan yang hanya mampu berusia 20 tahun. Dan perbaikannya selalu berpindah diruas lainnya. Berbeda dengan pendapat saya tentang penjelasan itu. Saya sering melalui jalur pantura dan merasakan perbaikan jalannya masih saja terus terusan di ruas yang sama. Coba saja tanyakan pengemudi lainnya. Saat saya wisata di China dan bicara dengan teman teman disana. Dikatakan bahwa kemampuan dan keseriusan negara China dalam membangun sarana jalan sangat cepat dan sangat baik. Perbandingannya adalah 1 tahun kerja kita di Indonesia, bisa diselesaikan oleh mereka dalam satu bulan, tentu saja dengan kualitas yang sama.

Sebagai perbandingan kinerja SDM kita dan SDM China, menurut mereka menyambung Merak sampai Ketapang sudah bisa selesai dalam beberapa bulan versi mereka. Dan nyatanya kita sudah beberapa kali ganti presiden tetap saja belum tersambung.

Lagi pula di China sangat serius sekali. Seorang pengawas pembangunan jalan kereta api super cepat dan HANYA TERJADI penurunan permukaan tanah sebelum uji coba keretanya, harus dihukum gantung. Lalu bagaimana disiplin kita di Indonesia saat membangun jalur Pantura ?

Semoga saja, apapun kendalanya, apaitu korupsi, pendanaan, pembebasan tanah, teknologi maupun peraturan pemerintah pusat maupun daerah, segera bisa menyelesaikan ketersambungan jalur pantura. Sudah waktunya Pulau Jawa mempunyai jaliur pantura yang memadai dan standart dunia.

Semoga saya masih mampu menikmati ketersambungan dari Sabang – Sumatra sampai ke Nusa Tenggara. Semoga maha karya anak bangsa Indonesia ini segera bisa ter-realisasi. Semoga jalur pantura ini tidak terus menerus memakan korban seperti saat pembangunannya oleh Belanda dengan cara kerja paksa. Semoga dijaman merdeka, jalur pantura tidak lagi memakan banyak korban akibat kecelakaan yang tak semestinya terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun