[caption id="attachment_214572" align="aligncenter" width="655" caption="foto milik pribadi"][/caption]
Buruh bisa kelola perusahaan bila pengusaha tidak bisa. Biarkan buruh yang mengelola perusahaan karena selama ini juga buruh yang lakukan.
Langsung saya teringat perusahaan Kodak. Perusahaan yang sangat besar kelas dunia dan buruhnya yakin sekali bahwa perusahaan Kodak tidak akan bisa dikalahkan oleh kompetiternya. Nyatanya saat ini kodak sudah tumbang. Walapun ilmu marketing dunia, juga  berasal dari para profesional (buruh) perusahaan Kodak. Beritanya bisa dibaca dalam artikel : Kodak Tumbang, Kerupuk Putih Mendunia
Itulah yang saya pahami sekilas pembicaraan dalam berita TV1 pada tanggal 3 November 2012. Intinya buruh menuntut hidup yang lebih layak.
Sedangkan pembicara wakil pengusaha menjelaskan, untuk berusaha mempertahankan eksistensi usahanya sambil berupaya memahami masalah perburuhan. Dan wakil dari pemerintah adalah menteri tenaga kerja.
Dalam diskusi juga telah dijelaskan bahwa peran pemerintah yang khususnya diwakilkan gubernur DKI, telah berusaha menaikkan item tuntutan buruh dari 40an menjadi 60an item. Walaupun yang dituntut buruh lebih dari sekitar 120 an item.
Saya sendiri sering berdiskusi dengan para pengusaha, perbankan, buruh maupun para penjual. Yang saya maksud penjual adalah mata rantai dari pabrik sampai bisa dinikmati oleh konsumen.
Bila kita bicara bisnis, sesungguhnya  kita berbicara tentang produsen dan pasar. Bila kita bicara pasar, maka kita harus paham pemilik uangnya, yaitu masyarakat. Bila kita bicara masyarakat, ternyata adalah para pengusaha maupun para buruh. Semua ini bisa dibaca dalam ilmu sosial, ilmu ekonomi maupun dalam ilmu psiko-sosial.
Lepas dari apa yang dirasakan oleh pengusaha maupun buruh, saya sering memperhatikan pasar saat saya keliling travel hobby berfoto. Hampir semua pelosok pulau Jawa sudah saya pahami. Termasuk sekitaran Sumatra Selatan maupun Lampung , sudah saya pahami kehidupannya.
Apakah berita di Media Elektronik ini Paradox ? Atau terbalik balik ? Di satu sisi bahwa dijelaskan Indonesia sedang bagus bagusnya menyongsong era globalisasi. Berita besoknya atau hari ini, malah kita dikasih berita yang terbaliknya. Rusuh lagi di berbagai lokasi negeri Nusantara.
Dari artikel yang saya pernah tulis, menurut saya berita elektronik memberitakan yang tidak konsisten. kadang kala memberitakan kemajuan ekonomi yang baik. Berita itu seperti : 1. Kemajuan ekonomi dunia yang baik, yaitu 3 besar, (China, India dan Indonesia) 2. Indonesia akan menjadi macan ASIA disekitar tahun 2025. Untuk berita sejenis itu, artikel yang pernah saya tuliskan adalah : Beijing Tidak Ingin Beli Eropa Berita Metronwes.com : RI Semakin Seksi
Dipihak pengusaha; terutama pengusaha menengah kebawah, makin hari makin sulit usahanya. Banyak kendala yang harus dihadapi oleh para pengusaha. Baik itu bahan baku produksi, sarana dan pra sarana pabrik, tenaga kerja maupun dukungan pemerintah atau dukungan perbankan. Kondisi seperti itu telah saya tuliskan dalam artikel : Investor Gebrak Meja di Kantor Dinas ketenagakerjaan Ekonomi Pancasila, Masih Adakah ? 13 Tahun Kemudian, Bukti Kemampuan Gus Dur membaca Masa Depan
Dari segi buruh tidak lah usah saya jelaskan. Sudah diberitakan terus menerus tentang perdebatan upah buruh, anarkis dalam demo atau yang disebut unjuk rasa, maupun hancurnya desa akibat hal yang sepele. Semua itu menurut saya adalah rendahnya pendidikan dan kesempatan kerja sehingga sangat mudah di provokasi. Termasuk juga kemampuan daya beli masyarakat.
Beberapa fakta yang bisa saya tuliskan dari apa yang saya bisa dapatkan saat berdiskusi dilapangan selama travel keliling Pulau Jawa.
[caption id="attachment_214559" align="aligncenter" width="655" caption="Pemilik warung dengan barang yang dianggap laku. Walaupun lakunya sangat sedikit. Â Difoto oleh Kusmanto di kota Banyumas"]
Berbicara dengan penjualan di warung tradisional. Bahwa item barang yang tradisional masih lebih dominan. Sejenis buatan ibu rumah tangga (industri kecil di rumah rumah dengan peralatan sangat sederharna).
Sedangkan jenis makanan dari pabrik sangat minim penjualannya. Mungkin kita tidak percaya bahwa satu bungkus makanan ukuran Rp. 500 atau Rp. 1.000, hanya laku sekitar 5 bungkus per minggu. Data yang drastis sekali dan memang itu merata se pulau Jawa. Sedangkan pemiliknya hanya mendapat laba kotor sebelum pajak dan biaya, hanya 1 bungkus dari 10 bungkus yang dijual. Artinya hanya mendapatkan laba kotor sekitar Rp 2.500 sampai Rp. 5.000 per minggu dari tiap item merek yang terjual. Berapa merek yang mereka bisa jual…. Sudah sangat sedikit, karena produsen sudah tidak mampu menjual lagi.
[caption id="attachment_214565" align="aligncenter" width="655" caption="Warung di punggir pantai Binangeun- Malimping - Pantai Banten Selatan. Di foto oleh Kusmanto"]
Saat bicara di warung pinggir pantai wisata. Ada beberapa lokasi wisata yang sudah sangat sepi. Dan bila semua warung jualan rokok dan pop mie atau sejenis mie, maka mereka lebih suka menjual jasa. Jasa serupa menjaga WC atau charger HP. Laba kotor menjual satu botol coca cola hanya menghasilkan laba kotor sebelum pajak sekitar Rp. 500. Dan kemampuan jualnya sangat sedikit sekali. Sedangkan jasa WC buang air atau mandi dapat Rp. 3,000. Jasa WC buang air kecil mendapatkan Rp. 2.000 Jasa Charger HP malah mendapatkan Rp. 5.000
Karena jasa ini sangat mudah ditiru, maka dalam waktu dekat, semua tetangga juga melakukan ide penjualan yang sama pula. Dengan kata lain, pasar menjadi ramai dan pembeli semakin sendikit.
[caption id="attachment_214566" align="aligncenter" width="655" caption="di foto di pasar tradisional Jakarta. Pasar tradisonal daerahpun sama saja sulitnya. Foto oleh Kusmanto"]
Saat bicara dengan masyarakat didesa dan kota kecil. Terutama ibu ibu menjelaskan bahwa mereka tidak lagi mempunyai tabungan. Jaman dahulu saat orde baru, mereka masih mempunyai tabungan. Baik itu uang tunai maupun dalam bentuk perhiasan emas. Tetapi sekarang sudah habis semua itu. Istilah untuk kebutuhan besok, maka kita cari lagi besok.
[caption id="attachment_214569" align="aligncenter" width="655" caption="Pasar di Serang yang baru dibangun sejak 3 tahun. Foto milik pribadi"]
Saat bicara dengan pengusaha menengah. Para pengusaha menengah sudah mulai putus asa, dimana efisiensi produksi terus makin kalah dengan produk yang masuk dari luar negeri. Sebut saja makan asal Malaysia, bahwa kualitas yang sama dan merek yang sama dari merek dagang Indonesia tetapi di produksi di Malaysia, malah lebih murah bila bikinnya di Malaysia. Saat bicara dengan perbankan. Bahwa target mereka harus tetap optimis dan terus meningkat. Segala cara terus dilakukan untuk mendapatkan target demi jabatan dan juga bonus. Sesungguhnya bank juga paham kondisi dan perputaran uang yang beredar di segmen atas saja. Mayoritas perusahaan besar yang mampu bertahan dan mendapatkan laba yang besar. Artinya bisnis saat ini untuk kalangan Atas. Sedangkan untuk kalangan bawah dikuasai oleh unjuk rasa buruh. Sehingga segment usaha menengah bawah sangat hancur.
Bila melihat pasar tradisional. Mayoritasnya hancur lebur. Seperti yang juga gubernur DKI Jokowi katakan, bahwa mayoritas pasar di Jakarta adalah bau, kumuh, dan becek. Saya sendiri sudah sangat banyak melihat pasar tradisional, dimana mata rantai pasar tradisional sudha putus. Sungguh ironis bila dikatakan ekonomi sedang meningkat tetapi pasar sangat hancur. [caption id="attachment_214570" align="aligncenter" width="614" caption="Sepasang generasi muda di Mesjid Agung Waru, Jawa Timur. Di foto oleh Kusmanto"]
Bila bicara dengan generasi muda pekerja. Segmen ini dianggapnya menjadi OKB di Indonesia. Nomor 3 di dunia. Mereka dengan salari saat ini dan kemampuan daya belinya, sangat terbukti bisa dilihat dari sifat komsumen. Apa saja dibeli. Handphone mahal, mobil maupun rumah serta motor. Bisa dikira perubahan gaya hidup dalam komunikasi, ratusan triliun dalam setahun. Demikian juga kredit motor melebihi dari ratus triliun per tahun. Termasuk juga omset kartu kredit mencapai ratus triliun per tahun.
Sebagai informasi tentang kemajuan ekonomi, telah saya buatkan artikelnya sbb: OKB negri China Borong Mobil Mewah Uang Triliun-an, Banyak tidak yah ?
Lalu apa sesungguhnya yang terjadi di era globaliasi ini? Apakah Era usaha Kreatif ? Menurut saya, bahwateknologi sudah sangat maju sekali dan cepat sekali. Sebagai perbandingan adalah jaman batu sampai mulainya terjadi revolusi industri di tahun 1900an, waktunya butuh ribuan tahun. Sedangkan dari jaman revolusi industri sampai jaman teknologi modern hanya sekitar 100 tahun saja. Dan makin cepat lagi, dari tahun 2000an yang masuk ke ara digital harus beralih lagi ke era ekonomi kreatip. Di Indonesia era ekonomi kreatip mulai di canangkan oleh pemerintah pada tahun 2007an. [caption id="attachment_214571" align="aligncenter" width="655" caption="Felix Kusmanto dari Kuala Lumpur sedang memberikan kuliah usaha kreatif dalam seminar tingkat nasional. Di foto oleh kusmanto"]
Karena itu, sungguh komplek permasalahan yang didiskusikan dalam waktu singkat di berita TV1 tersebut. Dan marilah kita melihat kenyataan dilapangan. Tidaklah wajar bila buruh tetap pada pendiriannya, yakni harus tetap minta dipenuhi tuntutan upahnya. Demikian juga Pengusaha, harus di bina dan dimediasikan oleh pemerintah, sehingga tidak mematikan mesin produksinya. Harus ada kompromi tri-partit antara Pemerintah, Pengusaha dan Buruh. Semoga ada jalan keluar yang baik. Bila saja buruh tetap ngotot naik upah, maka pengusaha pasti mematikan mesin produksinya. Bisa pengusaha itu berdiam diri atau dia pindah ke negara lainnya. Lalu.... apakah sungguh para buruh bisa mengoperasikan usaha yang dijual nya ? Sebagai akhir kata dan saya kasih pula contohnya. Di jalan Gajah Mada - Jakarta, dijaman dahulu banyak yang jual obat pinggir jalan. Kemudian terjadi alih bisnis sejak huru hara tahun 1998. Yang tadinya buruh, sekarang ambil alih usaha. Sebab pengusaha lamanya sudah tidak lagi tertarik  jualan obat di pinggir jalan. Apakah buruh masih tetap mau buktikan seperti alih bisnis seperti ini ?
Semoga dalam waktu dekat, Indonesia bisa segera menjadi macan ASIA. Semoga apa yang terdapat dalam Pancasila dan lima lambang Bhineka Tunggal Ika bisa menyelesaikan semua persoalan yang sangat komplek sekali.
Sudah saatnya semua pihak berpikir secara rasional, bahwa fakta sesungguhnya untuk kelas menengah bawah sudah sangat sulit. Hampir semua sektor bisnis sedang lesu. Walaupun memang faktanya OKB di Indonesia juga makin meningkat. Disinilah kita butuh yang sangat kreatif dan inovatif. Dan bukan lagi yang mengandalkan kekuatan otot.
Belum lagi akan dibuktikan oleh Foxconn dari Taiwan. Sebagian pabrik di China akan di alihkan ke Tangerang. Apakah Foxconn butuh tenaga kerja ? Pada dasarnya tidak. Secara mayoritas tugas kerja, mampu mengunakan robot. Lalu dimanakan peran tenaga kerja sektor menengah di masa depan ? Dan bagaimana tenaga kerja yang belum bisa mendapatkan kerja. Haruskah yang tidak bisa mendapatkan kerja, pergi ke luar negeri sebagai TKI ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H