Mohon tunggu...
Dokter Kusmanto
Dokter Kusmanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - .

.

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekonomi Pancasila, Masih Adakah?

29 Januari 2012   08:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:19 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_158956" align="alignleft" width="300" caption="Seorang ibu tua di desa Bantul, merupakan cermin dari ekonomi rakyat Bantul. Difoto bulan November 2011. Koleksi foto Kusmanto"][/caption] Buku Ekonomi Pancasila terbit pada tahun 1981, gagasannya jauh dari neoliberal dan jauh dari orientasi kepentingan asing. Digagas oleh Bapak Prof. Dr. Boediono, M.Ec. dan menjabat wakil presiden RI saat ini. Kalimatekonomi Pancasila sering pula di tulis sebagai ekonomi rakyat atau ekonomi kerakyatan. Buku itu menterjemahan kelima unsur Pancasila dalam roda ekonomi di Indonesia. Sejak buku tersebut ditulis, ada keberhasilan Indonesia yang sudah diakui dunia. Ada gelar bapak Pembangunan dan penghargaan dunia dalam bidang keluarga berencana termasuk proyek Gatot Kaca oleh Bapak Habibie. Saya sendiri sejak tahun 1996 mulai belajar dengan bantuan teman teman; dengan mengumpulkan rongsokan mesin mesin bekas dan kepercayaan. Bidang usaha yang sangat tergantung dari mata rantai ekonomi rakyat.. Nyatanya, bila hanya bermodal semangat, aplikasi ilmu, nasehat para pakar usaha, tetap saja tidak cukup untuk bisa berhasil dalam usaha. Harus punya banyak jurus jurus bisnis yang diperlukan untuk berhasil.

Tahun 1998 entah apa sesungguhnya, terjadi huru hara. Tahun 2002 banjir menyebabkan jaringan bisnis pulau Jawa putus cukup lama. Tahun 2005 bulan, 18 Agustus, seluruh pulau Jawa mati lampu dan tidak ada semua sumber. Tahun 2008 timbul jaman yang disebut jaman krisis global yang berimbas ke Indonesia Tahun 2010 sampai sekarang ekonomi bisa dikatakan lebih sulit dari tahun 1998 setelah huru hara. [caption id="attachment_158957" align="alignleft" width="300" caption="Sebagai fotografer bisa melihatnya sebagai seni. Tetapi rakyat melihatnya sebagai kemiskinan. Apakah ini cermin ekonomi kerakyatan ? Foto koleksi Kusmanto"]

13278198201285311427
13278198201285311427
[/caption] . Disaat keterpurukan ekonomi rakyat, timbul berita bahwa Indonesia sudah kembali ke era sebelum huru hara. Artinya sudah menjadi negara sasaran investasi dunia. Didalam berita koran, media TV maupun internet memang diulas kemajuan Indonesia. Menurut LIPI bahwa ekonomi Indonesia tahun 2012 bisa tumbuh 6,5 persen.

Berita lainnya menulis : “Secara keseluruhan tahun 2011, kata Darmin, pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan mencapai 6,5%, lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar 6,1%.” .

Bila memperhatikan laporan inflasi yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, maka inflasi dan pertumbuhan ekonomi setara. Itupun kalau kita sudah langsung percaya saja dengan data tersaji. Orang awam bilangnya : “ngak ada efeknya, Segitu naik dan segitu juga turun”. Tentu saja untuk para profesional harus dilihat data kenegaraan yang berkaitan dengan “rugi laba maupun neraca berjalan”. [caption id="attachment_158958" align="alignleft" width="300" caption="Banyak warga desa Bantul yang menjadi TKI dan hidup dari kiriman uang. Apakah ekonomi rakyat harus mencari uang dari rakyat negara lain ? Secara langsung, warga desa tidak lagi mengandalkan sumberdaya desanya untuk kehidupan yang layak. Koleksi foto Kusmanto"]

132782033624057840
132782033624057840
[/caption] Apakah sungguh ekonomi rakyat dipahami demikian? Mayoritas rakyat sangat awam sekali, kadang cuma bisa tawar menawar harga pertanian atau peternakannya. Contohnya adalah : “Saya mah…cuma punya uang segini… mau beli makan yang layak dimakan dan terjangkau oleh saya”. Kalimat ini adalah hasil wawancara saya sendiri saat keliling desa mencari lokasi foto yang indah.

Saya tinggal beberapa hari di desa Bantul - Jawa Tengah dan hasil diskusi dengan warga sbb.: Rata rata penyusutan lahan pertanian sekitar 2-3 persen, artinya Bantul sekitar 25 tahun kedepan akan habis tanah pertaniannya. Sedangkan pemuda pemudi desa Bantul sudah tidak minat menjadi petani maupun peladang.

. Saat berdialog dengan pemuda Bantul dikatakan : “Bila pun menjadi petani/peladang, pasti sudah tidak mampu cari kerja atau berwirausaha. Satu satunya jalan adalah balik ke sawah”

Banyak pejabat perbankan menjelaskan, bahwa saat ini banyak OKB di Indonesia, China dan India. Saya melihat dengan mata sendiri, bahwa China sungguh maju dan mayoritas mobil sangat mewah. OKB China menjadi benar benar euphoria kemewahan sehingga mampu beli apa saja. OKB Indonesia beli barang asal China, sedangkan OKB China beli motor dan mobil BMW termasuk seri Limusin nya. Buktinya BMW membuat versi limusin pada awalnya untuk pasar China. Maka OKB China dan Indonesia tidaklah bisa dibandingkan dalam kuantitas maupun kualitas. [caption id="attachment_158960" align="alignleft" width="300" caption="Irama lagu rakyat tidak lagi berperan dalam bisnis pasar modern. Salah rakyat atau salah pejabat ? Koleksi Kusmanto"]

13278207471394049972
13278207471394049972
[/caption] Kembali ke judul artikel: Saat saya keliling berfoto, saya selalu melihat Puskesmas, Rumah sakit, Pasar Tradisional, warung pinggir jalan. Puskesmas sudah berhasil meningkatkan taraf kesehatan rakyat. dari sudut mana kita lihat ? Bayaran periksa dokter hanya Rp. 2.000 dan periksa hamil sekitar Rp. 5.000 Yakin ekonomi rakyat meningkat ? Bila saja rakyat punya Rp. 100.000, nyatanya mereka mau berobat ke dokter praktek pribadi atau ke kerumah sakit yang lebih layak. Menurut saya kondisi ini adalah keterpaksaan dari semua alternatip yang ada. Intinya mereka mayoritas tidak punya uang.

.

Ironis nya dengan berita kenaikan OKB, nyata nya rumah sakit dihampir seluruh pulau Jawa kehilangan pasiennya, alias mencari bidan atau mantri. Tentu saja masih ada bagian kecil yang masih berkembang. Artinya sangat spesifik sekali yang bisa berkembang. Sedangkan kondisi pasar tradisional dan warung telah saya jelaskan dalam artikel: jeruk dan pasar.

Dengan kondisi realitasnya seperti itu, sungguhkah masih ada ekonomi rakyat ? Apakah transaksi upah demo bisa dikategorikan sebagai ekonomi rakyat.? Apakah memang pejabat pemerintahan saat ini ingin kondisinya seperti ini ? Rakyat pasti tidak mau lagi huru hara karena efeknya balik kerakyat lagi dan pasti akan makin sulit. Bila rakyat dan pejabat ingin atau terpaksa seperti ini, maka siap siaplah menanti sampai pemilu berikutnya di tahun 2014

Karena itu, ada  buku karya  bapak Boediono yang diterbitkan oleh PT Gramedia, berjudul : Ekonomi Indonesia Mau ke Mana ? Mungkin buku ini harus kita baca untuk mendapatkan jawaban : "Apakah Ekonomi Pancasila masih ada ?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun