Mohon tunggu...
Dokter Kusmanto
Dokter Kusmanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - .

.

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengapa Minimarket Sering Dirampok? Uji Nyalikah?

12 Januari 2012   03:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:00 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_155426" align="alignleft" width="300" caption="foto siaran RCTI tanggal 11 - 01 - 2012"][/caption] . Kemarin malam saya melihat berita pada siaran RCTI tentang terulang lagi perampokan minimarket. Didepan rumah saya juga ada minimarket, dan pernah juga di rampok pada dini hari.

Mengapa belakangan ini sering terjadi perampokan minimarket ? Apakah yang terjadi di negeri kita ini ? Apakah ada yang paham penyebabnya ? Apakah hanya karena uang atau mabok, sehingga nekat merampok ?

.

.

Yang menarik untuk saya pahami adalah kalimat : “Apakah merampok minimarket adalah uji nyali ?” Memang tidak mudah memahami penyakit masyarakat ini. Karena banyak bidang ilmu, budaya, sikap para pemimpin negeri, maupun lingkungan rumah tangga pelaku. Termasuk peran bisnis dan ekonomi negara.

Bila dilihat dari sudut ilmu jiwa dan ilmu sosial, pasti ada motivasinya. Apakah demi uang atau akibat efek obat atau minuman keras serta pergaulan. Bila dilihat dari sudut budaya “sikap gotong royong dan sikap malu”, maka sudah terjadi pergeseran budaya yang sangat cepat dan jauh dari generasi beberapa puluh tahun yang lalu. Bila dilihat dari sikap pemimpin negeri yang banyak korupsi, mungkin saja pelaku perampok meniru para pejabat yang banyak merampok uang rakyat dan uang negara. Bila dilihat dari lingkungan rumah tangga, biasanya ditemukan ketidak harmonisan antara ayah, ibu dan anak. Bila di dilihat dari sudut ekonomi, maka ditemukan tidak memiliki pekerjaan atau tidak mampu berwirausaha.

Saya seorang dokter dan melihat kasusnya lebih sering dari sudut pandang kemampuan dan nalar seorang dokter. Pada dunia kesehatan ada parameter kesehatan negara. Ada korelasi sejajar antara penyakit masyarakat dengan kesehatan negerinya. Satu contoh penyakit Tuberkulose (TBC) : Semakin banyak penderita TBC, maka semakin buruk tingkat kesejahteraan masyarakat negeri itu. Seperti itulah minimal yang saya pelajari dalam ilmu sosial saat saya kuliah.

Bila saya kita perhatikan penyakit masyarakat seperti perampokan, pembunuhan dan pembodohan secara internal maupun pemerkosaan, maka nyata nyata kita harus akui bahwa negeri tercinta kita ini sedang sakit. Kondisi masyarakat kita sakit, dan telah sering kali ayah saya (alm) kirimkan kliping Koran Kompas saat saya masih kuliah di Jerman. Bapak saya komentarkan kliping tersebut dengan beberapa catatan untuk saya yang sedang kuliah kedokteran mata pelajaran ilmu jiwa dan ilmu sosial. Saat itu, saya dan alm. ayah berdiskusi tentang masalah penyakit masyarakat ini. Ada kesimpulan bahwa adanya euphoria yang terlalu lama dan keputus asaan pada mayoritas penduduk. Kondisi ini menyebabkan perilaku seharian seperti saat ini. Selain perikali juga ada pola bicara yang "sakit" dan bisa disebut sebagai bahasa paranoid. Hal dan thema yang sama pula, sering saya bicarakan dengan kedua anak saya yang kuliah ilmu jiwa dan ilmu bisnis. Tetapi sayangnya dari diskusi 3 generasi, terbukti dan terlihat bahwa kualitas dan kwantitas penyakit masyarakat terus bertambah drastis.

Kemarin malam saat kami selesai menonton siaran TV perampokan minimarket,  terjadi diskusi dengan teman teman yang juga dari aneka bidang ilmu. Ada yang lulusan lokal Indonesia dan ada juga yang dari luar negeri. Termasuk yang sudah menjadi profesional muda maupun sebagai pengusaha.

Memang kami bergurau sambil menyayangkan negeri tercinta ini. Setelahnya diskusi timbul kesepakatan bahwa situasi yang sudah berlarut menyebabkan terbentuknya suatu kebiasaan. Kebiasaan yang diterima oleh lingkungan, sehingga menjadikan pembentukan budaya baru tersendiri. Karena itu… apakah saat ini perampokan minimarket sudah menjadi pola UJI NYALI di jaman ini ? Mengapa saya tulis uji nyali, apakah karena nilai rampokannya hanya sekitar satu juta rupiah saja tetapi dilakukan oleh beberapa orang? Sedangkan resiko dan nilai rampokan sesungguhnya tidak sebanding.

Bila memang budaya ini bukan budaya yang kita dambakan, dan kita menolaknya, maka semoga pemerintah dan para pemimpin negeri segera tergugah untuk menyembuhkan penyakit masayarakat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun