[caption id="attachment_365875" align="aligncenter" width="300" caption="foto by Dwie Jusuf"][/caption]
Nasib terbaik adalah tak dilahirkan. Yang kedua dilahirkan tapi mati muda... (Soe Hok Gie)
###
Dhanny Elya Tangke. Saya menaruh hormat pada anak muda ini. Saya tidak mengenalnya secara langsung. Tapi saya tau Dhanny anak yang baik, baik sekali. Begitu saya dengar pengakuan dari teman-temannya. Dia aktif di badan kemahasiswaan Tim Bantuan Medis (TBM) FK Unhas dan bergiat di Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK). Masuk kuliah tahun 2006 dan mengangkat sumpah dokter tahun 2011.
“Adalah kegembiraan dan kehormatan bagi saya bila dapat membantu dan melayani masyarakat di daerah terpencil”, begitu dia katakan pada temannya ketika ditanya mau kemana setelah jadi dokter. Dhanny membuktikan kata-katanya. Bulan September 2013 dia berangkat ke Papua menelusuri pegunungan-pegunungan terpencil di sisi timur nusantara. Ia bertugas di Distrik Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang sebagai dokter PTT Kementerian Kesehatan.
Keputusannya berangkat ke pelosok Papua bagi sebagian orang adalah pengorbanan. Mengorbankan waktu bersama teman-teman mudanya. Umurnya 25 tahun waktu itu. Usia yang menggelora. Melewatkan waktu berkumpul dan bercengkrama di café setelah menonton film dibioskop. Atau karaoke bersama di rumah bernyanyi setelah lelah bermain futsal bersama kawan-kawan. Tapi tidak bagi Dhanny. Kegembiraannya adalah mengabdi, kehormatannya adalah melayani (…and i still remember u told me bout how happy n honored you are to serve people in remote area…_ini yang ditulis oleh sahabatnya dr. Dwie Jusuf _).
Dimulailah pengabdian itu. Bertualangan menyusuri gunung dan lembah melayani masyarakat di daerah endemik HIV dan malaria. Dhanny anak mudah yang bergairah, penuh semangat. Toh begitu, Dhanny tetaplah punya hati yang terbuat dari rasa yang menyimpan rindu. Di bulan Desember menjelang natal 2013, rindu itu semakin kuat mendekapnya. Dalam statusnya ia hanya menulis-------Datanglah ya Raja Damai-------. -----Ingin pulang kampung tapi masih terjebak di daerah sangat terpencil….------- (desember 2013).
[caption id="attachment_365877" align="aligncenter" width="300" caption="foto by Dhanny"]
Dua tahun mengabdi, Dhanny seharusnya sudah bisa pulang. Melanjutkan sekolah atau memilih daerah kota yang lebih ramai seperti banyak yang ditempuh oleh teman-temannya. Apa yang kemudian yang membuat Dhanny begitu betah disana? Di tahun 2015 ini adalah tahun ke-3 dia di sana. Nasihat ini mungkin pernah didengar oleh Dhanny “Kesenangan tidak berada dimana-mana tapi dia ada di hati”. Karenanya kesenangan dan kebahagian tidak ditentukan oleh tempat, tidak dibatasi oleh waktu. Begitulah Dhanny membawa dan memelihara kesenangan itu dalam hatinya. Telah menjadi spirit bagi dirinya “kesenangan mengabdi, kehormatan melayani”.
Disaat-saat lelah Dhanny memilih untuk tak mengeluh dan mengobral kesah. Ia menyemangati dirinya “……......Berkat Tuhan mari hitunglah, kau kan kagum o/ kasih Nya....” , “....Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku....”(kutipan status facebook Dhanny Elya 31 maret dan 7 april 2014).
Bagi saya keberangkatan Dhanny ke Oksibil bukan sekedar pengabdian dan pelayanan tapi pertarungan dan pertaruhan. Pertarungan melawan malaria, jiwa adalah taruhannya. Jangan tanya siapa pemenangnya karena sesungguhnya Dhanny telah memenangkan jiwanya sejak pertama dia berniat ke Oksibil.