Wawasan Nusantara adalah wawasan kewilayahan yang berfungsi sebagai pembatasan negara, agar tidak terjadi sengketa dengan negara tetangga. Dasar batas negara Republik Indonesia adalah Risalah sidangBPUPKI tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 tentang negara Republik Indonesia dari beberapa pendapat para pejuang nasional. Dr. Soepomo menyatakan Indonesia meliputi batas Hindia Belanda, Muh. Yamin menyatakan Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Sunda Kecil, Borneo, Celebes, Maluku-Ambon, Semenanjung Melayu, Timor, Papua. Ir. Soekarno menyatakan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Deklarasi Juanda tanggal 13 Desember 1957 merupakan pengumuman pemerintah RI tentang wilayah perairan negara RI, yang isinya:
Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi berdasarkan garis pasang surut (low water line), tetapi pada sistem penarikan garis lurus (straight base line) yang diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar dari pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah RI.
Penentuan wilayah lebar laut dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut.
Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebagai rezimHukum Internasional, di mana batasan nusantara 200 mil yang diukur dari garis pangkal wilayah laut Indonesia. Dengan adanya Deklarasi Juanda, secara yuridis formal, Indonesia menjadi utuh dan tidak terpecah lagi.
Tanggal 20 April 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut) telah diterima baik oleh Konperensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Ketiga di New York dan sebelumnya telah ditandatangani oleh Negara Republik Indonesia bersama-sama seratus delapan belas penandatangan lain di Montego Bay, Jamaica pada tanggal 10 Desember 1982. Dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tersebut diatur rejim-rejim hukum laut, termasuk rejim hukum Negara Kepulauan secara menyeluruh dan dalam satu paket. Berdasarkan UNCLOS, rejim hukum Negara Kepulauan mempunyai arti dan peranan penting untuk memantapkan kedudukan Indonesia sebagai Negara Kepulauan dalam rangka implementasi Wawasan Nusantara sesuai amanat Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Tanggal 31 Desember 1985, Konvensi tersebut diratifikasi oleh DPR RI menjadi Undang-undang nomor 17 tahun 1985.
Tindak lanjut pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982, memuat ketentuan antara lain mengenai hak dan kewajiban kapal asing dalam melaksanakan Lintas Damai serta hak dan kewajiban kapal dan pesawat udara asing dalam melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan dengan kepentingan damai telah diatur dalam Undang-undang nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Juklak dari Undang-undang ini baru diatur dalam PP nomor 36 tahun 2002 Tentang Hak Dan Kewajiban Kapal Asing Dalam Melaksanakan Lintas Damai Melalui Perairan Indonesia Dan PP Nomor 37 Tahun 2002 Tentang Hak Dan Kewajiban Kapal Dan Pesawat Udara Asing Dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan Yang Ditetapkan. Dalam PP nomor 37 tersebut telah ditetapkan 3 Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) sebagai berikut:
 - ALKI I melintasi Laut Cina Selatan, Selat Karimata, Laut Jawa, Selat Sunda.
 - ALKI II melintasi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, Selat Lombok.
 - ALKI III Melintas Samudera Pasifik, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai dan Laut Sawu.
Dengan adanya juklak tersebut berarti Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan wilayah sudah diakui secara internasional dan diterapkan dalam tata peraturan perundangan Indonesia.