Dari hasil perhitungan terhadap PYFA dengan harga saham per 13 November 2020 sebesar Rp905 diperoleh alfa sebesar 839 yang artinya risiko kerugian terburuk bila bursa saham bubar maka kerugian investor mencapai Rp839. Beta diperoleh minus 0.06 artinya pengaruh naik turunnya index saham di bursa berpengaruh kecil sekali terhadap saham PYFA dan berkebalikan dengan bursa saham. Kalau bursa naik, harga saham PYFA turun. Stdev diperoleh 309 berarti kemungkinan naik atau turunnya harga saham PYFA dapat mencapai Rp309. Ri SIM diperoleh 514 dan bila dibuat dalam ln menjadi 6.24. Artinya tingkat imbal hasil yang kita peroleh selama menyimpan saham dari tanggal 2 Januari 2020 sampai dengan 13 November 2020 sebesar Rp514 dalam persen sebesar 6,24%. Lebih tinggi dari rata-rata bunga deposito selama tahun 2020.
Ri CAPM PYFA diperoleh sebesar 5,02 artinya tingkat imbal hasil yang diperoleh PYFA dibandingkan kondisi bursa hanya 5,02% sedangkan IDX mencapai 8,55%. Selisih antara RI SIM dengan Ri CAPM sebesar minus 0,40 menunjukan premi risiko yang harus ditanggung bila bursa membaik dan investor cenderung akan melepas atau mengurangi PYFA. Ri APT diperoleh sebesar 5,15 artinya tingkat imbal hasil yang diperoleh PYFA sebesar 5,15% dibandingkan dengan tingkat inflasi, rata-rata bunga deposito dan kurs dollar. Selisih Ri APT dengan Ri SIM sebesar 0,32 menunjukkan kesalahan harga PYFA. Bila dikalikan dengan harga saham per 13 November 2020 diperoleh nilai Rp902 menunjukan selisih harga tidak signifikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan emiten cluster farmasi belum memuaskan dan bursa saham Indonesia masih belum efisien karena ada saham yang salah harga selama jangka waktu yang relative cukup lama.
==18 nov 2020 / dokday
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H