Pendidikan merupakan sebuah kebutuhan primer dewasa ini, mengingat perkembangan zaman yang begitu pesat saat ini. Mencerdaskan kehidupan Bangsa adalah sebuah amanah konstitusi yang tertuang dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.  Akhir-akhir ini kita dihebohkan kembali oleh pengelola kebijakan (Pemerintah.Red) atas carut marut Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA).  Banyak sekolah negeri yang tidak mendapatkan murid, di sisi lain ada yang tidak bisa masuk sekolah impiannya karena terhalang oleh sistem zonasi.  Lelah memang memperhatikan drama yang terjadi di negeri ini,.... akhir-akhir ini banyak drama yang berseliweran, mulai dari kesemrawutan sistem zonasi, hacker yang menyerang data penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP), kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan yang teranyar adalah wacana penggunaan pinjaman online untuk membayar uang kuliah, serta pembayaran wisuda yang dimahalkan. Â
Menuju Indonesia Emas 2045 rasanya masih jauh panggang dari api, di tengah bonus demografi saat ini pemerintah masih gagap mengelola sumber daya manusia potensial yang akan menjadi generasi emas kelak.  Kegagapan itu nampak dipertontonkan oleh pemerintah, mulai dari kurikulum dan sistem pendidikan, PPDB, alokasi dana pendidikan, dan  tata kelola pendidikan tinggi. Â
Kembali lagi tentang peminjaman online (Pinjol) untuk membayar kuliah bagi mahasiswa yang tidak mampu, sebagai salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk cuci tangan dari ketidakberdayaannya mengelola SDM di negeri ini. Â Perkembangan tekhnologi adalah sebuah keniscayaan seiring dengan berkembang dan kompleksnya kehidupan manusia, pinjol merupakan salah satu "hantu" yang melekat pada era teknologi seperti sekarang. Â Kehadiran pinjol merupakan masalah baru bagi masyarakat Indonesia, kenapa menjadi masalah ? karena sistem yang digunakan tidak manusiawi. Â Akses pinjol memang mudah, cukup Kartu Tanda Penduduk (KTP), foto calon nasabah dan telepon pintar untuk memasang aplikasi. Â
Pinjol adalah hantu teknologi yang menghantui kehidupan masyarakat Indonesia saat ini, sistem yang tidak manusiawi di tengah kesulitan ekonomi seperti saat ini menjadi pil pahit yang harus diterima.  Sedikit bercerita tentang fenomena yang terjadi di masyarakat saat menggunakan fasilitas pinjol, pertama uang administrasi saat pencairan yang tinggin hingga mencapai 12% dcari dana yang dipinjamkan, adapun bunganya juga terbilang fantastis antara 3-12% per periode angsuran.  Dari dua hal tersebut saja sudah menyeramkan di tengah ketidakberdayaan ekonomi seperti saat ini.  Jikalau saja bergeser angsurannya atau nasabah belum mampu membayar angsurannya, maka bersiaplah terror habis-habisan oleh debtcolector melalui telpon dengan kata-kata kasar dan intimidasi verbal, tidak sedikit juga sampai fisik.  Dampak pinjol yang terjadi selama ini adalah meningkatnya angka stress di masyarakat, dan tidak sedikit yang mengakhiri hidupnya karena ketidakmampuan untuk mengangsur bunga yang terus bertambah dan menghadapi terror debtcolector dari pihak aplikasi.  Selain terror tidak sedikit juga yang data pribadinya disebar, baik melalui broadcast melalui aplikasi whatsapp ataupun Facebook dengan menampilkan semua data pribadinya, selain itu membuat kabar yang tidak benar, baik pribadi maupun keluarganya.  Tidak kebayang jika pinjol diberlakukan ke mahasiswa yang sedang fokus untuk belajar.  Berapa banyak mahasiswa yang stress dengan bunga yang menggila disertai dengan terror. Â
Sebagai mahasiswa, mereka memiliki tanggung jawab untuk mengikuti perkuliahan, menyelesaikan tugas akademik, melakukan penelitian, dan seringkali terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler atau organisasi mahasiswa. Status mahasiswa juga bisa memberikan akses ke berbagai fasilitas dan sumber daya pendidikan yang disediakan oleh institusi pendidikan tinggi. Jika mahasiswa melakukan pinjol untuk bayar kuliahnya, sudah dipastikan mahasiswa tersebut tidak akan fokus terhadap tanggungjawabnya sebagai mahasiswa, melainkan terfokus bagaimana dapat membayar angsuran pinjolnya. Â
Jikapun skema pengembalian dilakukan setelah lulus, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya adalah bunga yang sangat besar, belum adanya jaminan kerja setelah lulus mengingat ketersediaan lapangan kerja yang terbatas dengan jumlah angkatan kerja yang menjamur dan munculnya generasi yang depressi karena tertekan secara mental, sehingga kondisi kesehatan mentalnya terganggu. Â Generasi Emas 2045 yakin bisaa diraih kalo modelannya seperti itu ?
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mencerdaskan kehidupan Bangsa, salah satunya adalah mudahnya akses pendidikan tinggi bagi semua kalangan. Â Pemerintah memiliki peran krusial dalam mendukung mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi melalui berbagai program bantuan finansial, peningkatan akses dan kualitas pendidikan, serta dukungan non-finansial. Dengan langkah-langkah ini, pemerintah dapat membantu memastikan bahwa semua mahasiswa, tanpa memandang latar belakang ekonomi mereka, memiliki kesempatan yang sama untuk meraih pendidikan tinggi dan mencapai potensi penuh mereka. Â
Untuk menghindari dampak buruk ini, mahasiswa sebaiknya mencari alternatif lain untuk membiayai kuliah, seperti beasiswa, bantuan dari keluarga, atau pekerjaan paruh waktu. Selain itu, penting juga untuk meningkatkan literasi keuangan agar dapat membuat keputusan yang lebih bijak terkait keuangan pribadi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H