Gunung putri-Bogor, January 2009
Saat mentari melintas di atas kepala
Terbayang rentang waktu panjang berlalu
Letih Rasa mengenang lintasan
Napak tilas yang tak kunjung henti
Ini perjalanan panjang nan melelahkan
Tiada henti naik mendaki bukit
Naik rakit menelusuri sungai berkelok-kelok
Menelusuri lorong yang panjang pula gelap
Takkan Kulupa mukadimah, asa melimpah
Dengan semangat yang membara, memburu
Tiada siang dan malam, sama dirasa
Terus menerjang dan menjelang kurun kehidupan
Kegagalan-demi kegagalan,harapan dan janji
Ranting demi ranting, rintang demi rintang
Yang aku temui dan jumpai, bendahara perkara
Di Tiap kota kehidupan yang kutemui
Aku tersungkur, tersingkir , tak kunjung tersohor
Tiada Daya, tiada asa tersisa, pasrah berserah
Menangis, mengais dan meratap
Seolah kudapan mewah nan mewabah dimusimnya
Walau sukma meratap, wajah menatap
Sisa asa dan rekayasa jiwa yang terdalam
Yang aku cipta guna pengobat rindu
Akan damai sejahtera nan tak kunjung tiba
Ataukah Damaisejahtera itu hanya semu?
Ataukah Imajiner Belaka?
Ataukah Hanya semacam pernyataan
Yang tidak pernah dipertanyakan?
Ohh…Rekayasa jiwa tolonglah
Yang aku cipta untuk sebuah hargadiri
Yang aku cipta untuk menepis rasa iri
Yang aku cipta untuk melukis rasa iba
Rasa iba yang menghiba-iba terhadap sanubari
Sanubari yang jiwanya terkoyak-koyak
Terkoyak pergolakan jiwa sosial yang memang sial
Dan sial-sial yang selalu ber inkarnasi berulang-ulang
Seandainya hati ini tidak terekayasa, asa yang teguh
Mungkin tidak dapat aku bayangkan banyak prahara
Yang akan datang menjelang dan menantang
Kelak akan menendang dan menentang jiwaku
Seandainya aku tidak pernah mendengar
Petuah, pepatah , pepitih yang walau tertatih
Aku latih dan racik masuk ke dalam hati
Tak terbayangkan cedera mental yang terjadi
Dengan asa tersisa, dan tenaga terpaksa
Aku lihat Mentari melintas di atas kepala
Aku berjanji padamu, Mentari , Lambatkan jalanmu
Agar Hatiku sembuh terapi api sinarmu
Mentari takkan berhenti bersinar, berbinar, berkibar
Ayunkan lagi langkahku yang sempat goyah
Seperti sediakala pertama aku menantang
Setiap Prahara, masalah, pertanyaan, dan pernyataan
Aku memang terjebak dalam kebodohan
Aku memang terperdaya oleh Bumi
Kala aku lihat melalui kaca mata kuda
Kini aku lihat dengan kaca mata Paradigma Baru
Paradigma Baru dan Rekayasa mental
Yang tercipta sendiri secara mandiri
Pada saat aku iri, pada saat aku sendiri
Rasanya seperti menemukan obar penawar
Untuk mengobati semua Luka di Hati
Untuk mengobati semua kecewa di jiwa
Untuk sebuah pengharapan baru menjelang
Untuk Langkah Baru yang tidak Goyah
Mari mulai menguntai dan merajut waktu tersisa
Mari mulai menorehkan warna demi warna
Warna kehidupan yang bersemi dan bersahaja
Demi perjalanan yang nyaman dan damai
Terbayang tanah yang penuh lebah dan subur
Merentang hijau di depan mata dan jalanku
Terimakasih Tuhan, Kau selalu memberi Harapan
Melalui Keteguhan Hati aku anak seorang Guru-Tani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H