Mohon tunggu...
Doharman Sitopu
Doharman Sitopu Mohon Tunggu... Penulis - Manajemen dan Motivasi

Seorang Pembelajar berbasis etos , Founder sebuah lembaga Training Consulting, Alumni YOKOHAMA KENSHU CENTER--JAPAN, Alumni PROAKTIF SCHOOLEN JAKARTA, Penulis buku "Menjadi Ghost Writer"--Chitra Dega Publishing 2010, Founder sebuah perusahaan Mechanical Electrical (Khususnya HVAC), Magister dalam ilmu manajemen, Memiliki impian menjadi Guru.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bangsa Tukang Jahit , Bangsa Penonton

25 November 2009   05:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:12 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ini cerita seorang teman sayapada beberapa tahun lalu. Dia kisahkan saat menyaksikan sebuah pameran industri, dimana turut besertanya seorang advisor perusahaan berkebangsaan Jepang.

Saat mereka memasuki stand Indonesia yang memamerkan mesin –mesin buatan dalam negri kita, tepatnya saat melihat sebuah mesin bubut. Setelah mereka menelisik dan menikmati penampilan dan performance mesin tersebut, muncullah sebuah pertanyaan dari sang advisor tersebut, “Ini mesin buatan Indonesia, tapi bisa mutar kah?”.

Coba anda bayangkan, betapa rendah dan bodohnya bangsa kita dimata bangsa asing. Sudah jelas-jelas bahwa fungsi utama sebuah mesin bubut adalah berputar, namun masih juga ditanyakan dan diragukan kualitasnya. Keterlaluan. Tapi itulah kenyataan, bahwa kemampuan kita banyak diragukan oleh bangsa asing.

Analog dengan kisah teman saya di atas, ada satu anekdot yang menarik untuk saya sharing-kan pada kita semua.

Suatu ketika, pemerintah Jepang mengadakan Plant-tour (Peninjauan pabrik, hal ini sering dilakukan untuk meninjau beberapa industri terkait )ditujukan untuk negara-negara belahan dunia ketiga. Berhubung Indonesia juga termasuk ke dalam kategori tersebut, maka Indonesia pun mengirim delegasinya untuk memenuhi permintaan Negara Matahari terbit tersebut. Ikut pula dalam acara tersebut beberapa Negara Indochina dan China.

Setelah semua degasi berkumpul di suatu tempat yang telah diatur sedemikian rupa oleh tuan rumah Jepang, maka keesokanya , Plant-tour siap dilaksanakan.

Ada satu yang aneh, entah itu merupakan kelebihan, atau kekurangan. Apa pasalnya? Semua anggota delegasi China dikawal satu per satu oleh staff Jepang , sementara delegasi dari Indonesia dibiarkan saja tak ada pendampingnya. Saat itu delegasi dari Indonesia tidak menyadari hal tersebut. Mereka pun mengikuti tour dengan santai dan relaks saja.

Sementara itu, kalau kita mengamati delegasi dari China, wah persis kayak mau perang saja mereka. Mengapa, karena sarat dengan barang bawaan antara-lain ; Kamera digital, catatan, handycam, voice recorder, dan tas yang diisi dengan berbagai macam kebutuhan untuk tour tersebut. Kemudian satu per satu dari mereka selalu dikuntit oleh satu staff orang Jepang.

Dalam setiap pabrik yang dikunjungi, delegasi Indonesiadibebaskan melihat apa saja yang mereka ingin lihat. Termasuk ruang design, laboratorium, dan ruang uji coba. Pokoknya apa saja dan kemana saja boleh, bebas sebebas-bebasnya.

Kompasianer yang budiman, mengapa sih orang Indonesia dibebaskan saja pergi sesuka hati ke mana saja, lalu mengapa delegasi China selalu diikuti oleh orang Jepang? Ternyata orang Jepang sangat khawatir pada teknologi milik mereka dicontek oleh delegasi China. Sementara kekwhawatiran itu tidak terjadi pada delegasi Indonesia. Mengapa? Ya, lihat saja mereka jarang menuliskan dan memotret apa yang mereka lihat, paling juga sesekali mejeng berphoto untuk ditunjukkan pada teman dan keluarga, sepulangnnya ke tanah air nanti.

Itulah dua parodi , yang pertama merupakan kisah nyata, sementara yang kedua adalah anekdot yang sering mengemuka di antara saya dan teman-teman seprofessi. Adapun tujuan saya untuk menuliskan hal ini, tak lain dan tak bukan untuk meningkatkan kepedulian kita akan kondisi bangsa kita. Kita tidak perlu berkecil hati ataupun tersinggung karenanya. Adalah suatu hal yang lumrah, apabila kita masih dikelompokkan menjadi Negara dunia ketiga, karena memang kelas kita masih di situ sekarang. Suatu saat saya yakin akan berbeda.

Sudahkah muncul tanda-tanda pada bangsa kita akan naik kelas? Jawabanya sudah. Coba saja lihat, sudah beberapa anak memenangi lomba olimpiade Fisika dan Matematika. Ya, ini merupakan tanda-tanda yang harus ditindak lanjuti. Agar kita tidak dicap sebagai tukang jahit saja. Coba lihat mobil-mobil yang bersiliweran di jalanan. Mayoritas adalah hasil produksi dalam negri kita. Tapi penguasaan teknologi untuk itu? Sebentar dulu, kita masih berada pada level tukang jahit, alias perakit.

Saya mengajak semua komponen bangsa untuk melakukan yang terbaik untuk bangsa ini. Terutama pada peringatan HARI GURU ini. Motivasilah anak didik untuk melakukan yang luar biasa. Tinggalkanlah gaya lama yang hanya mendidik dengan cara searah. Ajaklah mereka untuk mengeluarkan pendapatnya. Galilah gagasan mereka, ajaklah mereka berfikir kreatif bukan passif.

Dan satu lagi pesan saya, agar semua komponen bangsa untuk meningkatkan minat baca. Bacalah buku agar wawasan kita lebih luas. Kurangilah menonton sonetron atau apalah yang tidak mendidik. Konon menurut survey, bangsa kita lebih senang menonton daripada membaca buku atau koran dan sejenisnya. Seorang anak dapat menghabiskan waktu untuk menonton selama 3 jam per hari. Sementara untuk belajar, 1 jam saja sudah gelisah.

Semoga kekhawatiran untuk menjadi “Bangsa penonton” tidak akan terjadi. Coba kita bayangkan bila bangsa ini bisanya hanya menonton kemajuan, dan keberhasilan bangsa lain. Jangan sampai. Salam Sukses.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun