Mohon tunggu...
Dquestion
Dquestion Mohon Tunggu... -

just usual man with usual ability Mahasiswa Ilmu Komunikasi, FISIP, UNDIP

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Lagu F**k The Police, Lagu yang Mengena namun Ironis

18 Juli 2016   19:54 Diperbarui: 18 Juli 2016   20:02 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

F**k the police coming straight from the underground
A young nigga got it bad cause I'm brown
And not the other color so police think
they have the authority to kill a minority
Fuck that shit, cause I ain't the one
for a punk motherfucker with a badge and a gun
to be beating on, and thrown in jail
We can go toe to toe in the middle of a cell
Fucking with me cause I'm a teenager
with a little bit of gold and a pager
Searching my car, looking for the product
Thinking every nigga is selling narcotics
You'd rather see, me in the pen
than me and Lorenzo rolling in a Benz-o
Beat a police out of shape
and when I'm finished, bring the yellow tape
To tape off the scene of the slaughter
Still getting swoll off bread and water
I don't know if they fags or what
Search a nigga down, and grabbing his nuts
And on the other hand, without a gun they can't get none
But don't let it be a black and a white one
Cause they'll slam ya down to the street top
Black police showing out for the white cop
Ice Cube will swarm
on ANY motherfucker in a blue uniform
Just cause I'm from, the CPT
Punk police are afraid of me!
HUH, a young nigga on the warpath
And when I'm finished, it's gonna be a bloodbath
of cops, dying in L.A.
Yo Dre, I got something to say

"F*ck the police"

Yah, penggalan lirik diatas merupakan musik yang dinyanyikan N.W.A dan dibawakan kembali di film Straight Outta Compton menggambarkan permasalahan sosial terkait prejudice, rasism, etnosentrism, atau diskriminasi sosial lainnya terkait ras atau etnis, ini ironis karena konflik sebab akibat yang didasarkan kebencian yang membuat rasa kritis hilang, dimana yang sebagian kulit putih benci berlebihan karena sebagian ras kulit hitam kebetulan melakukan hal buruk seperti kriminal sehingga membuat mereka menggeneralisir dan mengidentikan kulit hitam dengan gangster, perampokan, maling, pengedar narkoba dan lainnya padahal yang melakukan itu hanya sebagian dan sebagian lain tidak seperti itu, dan karena label seperti itu membuat sebagian kulit hitam jengkel dan menuduh kulit putih sebagai orang yang diskriminatif, rasis, pembunuh minoritas dll padahal tidak semua kulit putih seperti itu, berbeda dengan era sebelumnya dimana kulit hitam diidentikan dengan kelas rendah atau budak karena unsur superior, stereotype sekarang lebih ke unsur kriminal.

 Hal ini juga tergambar dalam media sana seperti media konservatif yang menulis judul berita terkait perampokan dimana kebetulan kulit hitam pelakunya, maka akan ditulis perampok kulit hitam menggasak sebuah toko di wilayah x, dimana mengidentikan kulit hitam dg kriminal, sedangkan media liberal akan melihat dari sisi sebaliknya misal ada polisi kulit putih yang kebetulan melakukan aniaya pada citizen kulit hitam maka akan ditulis polisi kulit putih berbuat kasar pada warga kulit hitam yang seolah kulit putih identik dengan penindas yang lemah atau minoritas, padahal yang namanya perbuatan jahat tidak terkait dengan ras, etnis, agama, gender, atau status sosial, jika diidentikan seperti itu maka akan bermunculan pula label lain misal pada kulit kuning, merah, sawo matang dan lainnya, hanya karena kebetulan segelintir orang melakukanny.

 Jika ingin menegur pun bukan cuma ke kulit hitam atau kulit putih namun kepada dan sebagai manusia person atau kelompok tanpa pandang bulu ras etnis agama dll, jika tidak ya kejahatan identik ras etnis dll akan terus terjadi, belum lagi sifat denial dari kedua kubu yang menganggap seolah tidak ada yang jahat dari kubu mereka yang ada cuma tuduhan palsu semata, hanya karena emosional yg berlebihan, padahal yg namanya manusia gak ada yg pure 100% perfect, pasti ada yang baik dan buruk bahkan didaerah yang damai dan toleran sekalipun.

 Hilangnya rasa kritis juga jadi peyebab hal itu terjadi dimana kubu ras satu dan lainnya benci dan suka berlebihan terhadap satu sama lainnya. Hal ini juga mirip dengan konservatif dan liberal sana dimana yang satu menganggap kelompok agama atau ras atau warga daerag lain identik dengan hal yg buruk, sedangkan liberal malah menganggap semua orang itu seolah positif dan baik, bagi yang terlihat diskriminatif atau berbeda pandangan akan dimusuhinya dan dituduh dengan label sosial yang buruk, 

padahal sama seperti sebelumnya yanh namanya manusia ada yg baik dan buruk, bahkan sempat dicap libtard atau liberal retard karena pandangan dan pemikirannya sering kali dimanfaatkan orang yang punya kepentingan buruk untuk berlindung agar kepentingannya tidak di ganggu atau di curigai misal seperti bandar narkoba atau penjahat keji yang berharap tidak mendapat hukuman mati.

 Sikap dan perilaku rasisme, prejudice, dan lain sejenisnya bukan hanya menghampiri mayoritas saja, minoritaspun bisa kena, atau daerah yang dianggap nyaman dan toleran seperti negara - negara di eropa atau negara di asia seperti Jepang sekalipun. Beberapa faktor yang membuat sikap dan perilaku tadi ada ialah karena adanya sikap superioritas (seperti kkk dan nazi Jerman), faktor sejarah yang buruk misalnya negara yang jengkel karena dulunya sempat dijajah oleh negara lainya, ketidak tahuan akan budaya daerah lain sehingga kerap menimbulkan salah paham, dan juga seperti yang dibilang sebelumnya, adanya rasa kritis yang hilang karena emosional yang berlebihan seperti suka atau benci berlebihan.

 Ini bisa jadi pelajaran pada tempat lain jika ada kasus seperti diatas, ada baiknya jika menyingkirkan segala perbedaan, menguatamakan sikap kritis dan rasional plus empiris, tetap manusiawi mengedepankan etika ketika menanggapi masalah bukan amarah biar tidak tergiring dan terhasut pihak - pihak tertentu. Dengan begitu masalah bisa didiskusikan dan diselesaikan secara baik tanpa menimbulkan masalah sosial baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun