Tentu bukan tanpa alasan mengapa beberapa kali saya nonton film sendirian. Ada pertimbangan mengapa saya tak mengajak keluarga. Di antaranya faktor konten film yang menjadi salah satu pertimbangan untuk mengajak keluarga atau tidak. Tentu saya tak akan mengajak Nia, putri saya, yang masih kelas 1 SMP menonton film untuk orang dewasa.Â
Bukan "dewasa" karena konten erotis saja, tapi juga unsur sadistik dan sarkasme yang terlalu vulgar. Istri saya juga tak suka film-film yang terlalu "mikir" dan banyak adegan kekerasan. Pada film-film macam itulah saya bisa menonton sendirian.
Faktor jam tayang dan durasi film juga menjadi pertimbangan sekaligus alasan "permisif" bagi saya untuk menonton sendirian. Seperti saat saya menonton "Avengers : Endgame" di hari pertama tayang jelang tengah malam.Â
Begitu tahu kursi yang masih longgar adanya jelang tengah malam, istri  langsung mempersilahkan saya nonton sendirian saja. Apalagi dengan durasi film 3 jam di waktu tayang selarut itu.
Tentang nonton sendirian tentu setiap orang punya pendapatnya masing-masing. Ada yang menganggapnya wajar dan biasa-biasa saja, seperti saya. Ada pula yang menganggapnya aneh nonton sendirian. Untuk ini, semuanya tentu bebas berpendapat asalkan tidak menggangu kenyamanan masing-masing. Toh yang biasa nonton sendirian beli tiket dengan uangnya sendiri, tidak minta dibelikan tiket kepada mereka yang tak biasa nonton sendiri.
Dan bagi saya pribadi, adalah hal yang biasa nonton film sendirian. Bahkan saya sudah terbiasa nonton sendiri sejak masih SMA. Orang tua ketika itu juga tidak mempermasalahkan, sebab uang untuk membeli tiket bioskop saya kumpulkan setiap hari dari sisa uang jajan sekolah. Pun demikian saat kuliah di Malang. Sisa uang makan saya kumpulkan untuk nonton di akhir pekan jika tak pulang ke Probolinggo.
Sempat istri mempertanyakan kebiasaan saya ini dengan nada protes dan sedikit curiga. Setelah dijelaskan beserta alasan yang logis akhirnya ia bisa memahami. Saya juga meyakinkan, tak akan mungkin mencuri-curi kesempatan mengajak "orang lain" nonton di bioskop. Apalagi ada keponakan kami yang bekerja di gedung bioskop satu-satunya di Probolinggo itu. Maka semakin tenanglah ia jikapun saya berangkat nonton film sendirian.
Ada pengalaman berbeda yang saya dapatkan ketika menonton film di bioskop sendirian. Pada konteks tertentu, nonton sendirian membuat saya lebih fokus dan konsentrasi menikmati film secara utuh. Dengan demikian nyaris tak ada adegan dan dialog penting yang terlewati.Â
Segenap panca indera seolah ikut masuk ke dalam alur cerita. Indera penglihatan dan pendegaran bisa maksimal menangkap gambar di layar sambil menikmati kejernihan audio kualitas HD yang seolah-olah mengitari tempat duduk kita. Satu hal lagi yang tak bisa dibantah, nonton sendirian jauh lebih irit daripada nonton ramai-ramai.
Tapi sekali lagi, hanya pada konteks tertentu saja saya memlih untuk nonton sendirian. Bagaimanapun, menonton bersama keluarga sudah menjadi kebutuhan. Sebisa mungkin di akhir pekan saya selalu berusaha menyempatkan diri mengajak Nia dan mamanya nonton bersama.Â
Ya itu tadi, terkadang film yang kami tonton bersama itu sudah saya tonton sendirian sebelumnya. Jadi nonton sendiri itu juga menjadi sejenis proses sensor awal apakah film tersebut layak kami tonton bersama atau cukup saya tonton sendiri.