Mohon tunggu...
Dody Kudji Lede
Dody Kudji Lede Mohon Tunggu... profesional -

Laki-laki, gagap, sering gugup tapi cuek, Ingin belajar tapi gak pernah sekolah,suka baca tapi gak punya waktu, pekerja keras tapi belum punya kerja, pemalu tapi punya prinsip, slalu mncintai tapi tak pernah dicintai, jarang berdoa tapi takut Tuhan... Saat ini tinggal di Kupang - NTT

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penyangkalan Kemiskinan NTT

3 Desember 2013   19:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:22 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin, setelah keluar dari ATM di ujung Ruko Oebobo, seorang anak laki-laki berusia 9 tahun dengan adiknya yg berusia 3 tahun menghampiri saya lalu menadahkan tangan sambil berkata "oom, minta uang do, kita belom makan..."

Saya kaget dan marah. Keduanya berpakaian sangat kotor di mata saya. Ingus si balita tampak mengalir panjang di bawah hidung. Area sekitar hidungnya juga tampak hitam oleh ingus yg mengering karna diseka dengan terpaksa.

Saya lalu bertanya di mana orangtuanya dan alasan mereka menjadi peminta di situ. Setelah itu mengantar mereka pulang ke rumah mereka di belakang pasar oebobo. Rumah mereka terbuat dari dinding bebak beratap seng dan terlihat sudah tua termakan hujan dan panas, dekat dengan sebuah kantor LSM Lokal yg cukup punya nama di kota kupang. Tidak ada orangtuanya di rumah itu. Dari cerita tetangganya, saya tau bahwa ibu anak-anak itu berjualan sayur di pasar oebobo dan bapaknya di pasar oeba. Mereka bersekolah di SD Bertingkat Oebobo. Setiap pulang sekolah, mereka selalu bermain di pasar tempat ibunya berjualan. Entah siapa yg menyuruh mereka jadi pengemis.

Saya lalu meminta tolong kepada ibu tetangga itu memberi maka anak-anak itu. Setelah melihat mereka makan, saya pulang tanpa memberi mereka uang.

Beberapa hari lalu, ketika sedang makan di sebuah warung di daerah oebufu, saya juga dihampiri anak kecil yg meminta uang kepada saya dengan alasan belum makan. Karena tidak ingin memberi dia uang, saya mengajak dia makan. Tetapi anak yg mengaku lapar ini menolak dan memilih pergi.

Diperempatan lampu merah kantor gubernur dan juga patung kirab, ada banyak anak kecil menjadi penjual koran. Gaya menjual mereka yg kadang memelas membuat kita kadang tak sampai hati dan membeli koran mereka. Mereka bahkan berjualan sampai malam di tempat itu.

Saya membayangkan eksploitasi berlebihan dilakukan terhadap anak-anak ini. Eksploitasi di depan mata dan hidup kita sehari-hari tapi tak pernah kita hiraukan. Saya heran jika ada yg berkata bahwa di kota ini tidak ada pengemis. Adakah mereka pernah melintas di tempat-tempat yg saya sebutkan di atas ataukah kaca jendela mobil mereka terlalu hitam utk melihat ke samping sepanjang perjalanan mereka?

Saya heran ketika ada yg menyebut kemiskinan kita telah dieksploitasi utk kepentigan corporate tertentu tanpa melihat realitas. Saya kuatir kita terlalu banyak menggunakan angan-angan lantas membungkam fakta yg sedang menari-nari di hadapan kita. Saya kuatir kita terjebak dalam fanatik egosentrisme sehingga tidak lagi melihat jauh ke luar jendela. Saya kuatir kita tidak menggunakan hati nurani utk menggugah diri kita sendiri ketika kita berupaya menggugat orang lain. Saya kuatir kita hanya melihat emas di ujung tugu monas tanpa sadar bahwa di mata kita melintang balok hitam.

Saya percaya bahwa perubahan besar dimulai dari kelompok kecil. Saya percaya utk tidak melihat masalah hanya dari satu sisi. Saya percaya bahwa kekuatan mimpi mampu merubah diri saya jauh lebih baik dari saat kemarin dan hari ini. Saya percaya bahwa dlm diri seorang terdapat kekuatan luar biasa. Saya percaya bahwa kita harus kritis, kritis dengan nilai yg melihat isi gelas setengah penuh dan akan diisi penuh, bukan gelas setengah kosong yg akan menjadi kosong. Saya percaya bahwa kreatifitas lahir dari dalam jiwa terdalam seseorang, jika kita memberi apresiasi, bukan tidak mungkin itulah awal masa depan yg lebih baik.

Saya pernah mengalami, rasa malu terhadap diri dan keadaan membuat saya bangkit, tetapi kemarahan menjerumuskan saya jauh lebih ke dalam jurang kekelaman. @dodydoohan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun