Bekerja ke luar negeri menjadi buruh migran adalah salah satu pilihan masyarakat Indonesia saat ini, dimana peluang mendapatkan pekerjaan yang semakin sulit di Indonesia. Salah satu tujuan favorit bekerja menjadi buruh migran adalah ke Korea Selatan. Di mana proses penempatan yang transparan dan upah yang layak yang diterima pekerja menjadi alasan.Â
Mari kita lihat fakta-fakta menarik dari program G to G korea Selatan :
1. Indonesia menjadi pemasok pekerja dengan visa E9 terbesar ketiga di negeri ginseng. Perkembangan ini cukup menggembirakan karena lowongan kerja di tanah air relatif tidak telalu tinggi. Namun kabarnya, dulu Indonesia sempat berkibar di urutan kedua, artinya kini sudah turun pangkat menjadi nomor tiga. Peringkat pertama dipegang oleh Vietnam dengan 16 persen dari seluruh pekerja E9 di Korsel. Kemudian disusul Kamboja 12,8 persen dan Indonesia 12,6 persen. TKI di Korsel saat ini diperkirakan mencapai 38 ribu lebih sedikit.
2. Menurut data statistik dari Kementerian Tenaga Kerja Korea, jumlah pekerja tidak berdokumentasi meningkat cukup signifikan. Kalau tahun 2010 jumlahnya hanya dibawah 14 ribu maka tahun 2013 menjadi hampir 39 ribu orang. Adapun akhir tahun 2015 lalu tercatat 42.191 ribu orang, atau 15 persen dari seluruh tenaga kerja asing di Korsel. Oleh karenanya, Pemerintah Korsel mematok penurunan jumlah tenaga kerja illegal menjadi 36.417 pada tahun ini, lalu turun menjadi 35.414 ribu tahun 2017 dan 34.114 ribu tahun 2018. Hitung-hitungannya pada tahun 2018 pekerja tidak resmi hanya tersisa 11 persen saja.
3. Penempatan TKI ke Korea lewat Pemerintah di bawah Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) mengalami masa keemasan waktu di bawah Jumhur Hidayat. Penempatan TKI ke Korea mendapatkan jatah yang besar. Tetapi sejak pucuk pimpinan di pegang oleh Gatot dan sekarang oleh Nusron Wahid penempatan TKI ke Korea mengalami kemunduran jumlah TKI yang ditempatkan. Paling parah tahun 2016 ini dimana test ujian bahasa korea sektor manufaktur yang menjadi salah satu syarat untuk bekerja di Korea di tunda pelaksanaannya (di tiadakan). Mungkin ini harus menjadi PR bagi para pejabat di lingkungan BNP2TKI untuk memperbaiki diri untuk pelayanan dan diplomasi ke depannya.
4. Tahun 2016 akan dilakukan test kemampuan bahasa Korea hanya untuk sektor Perikanan. Tetapi ada yang aneh di dalam pelaksanaannya. Di karenakan syarat mendaftar yang mengharuskan calon TKI harus mempunyai sertifikat BST(basic safety training). Sebetulnya ini bagus karena calon TKI harus membekali dirinya dengan standart kemampuan. Tetapi yang menjadi masalah untuk mendapatkan sertifikat BST calon TKI harus mengeluarkan uang yang lumayan banyak, sedangkan lulus test pun belum. Negara-negara lain yang mengirimkan tenaga kerjanya di sektor perikanan tidak ada yang mewajibkan syarat yang aneh seperti di Indonesia ini. Alangkah lebih baik andaikata pihak pemerintah mempermudah dengan memberikan pelatihan BST ini setelah calon TKI ini lulus test dan pelaksanaan pelatihan BST di tanggung oleh pemerintah, sehingga kualitas pelatihannya terjamin.
Daripada pihak BNP2TKI melakukan acara sosialisasi ataupun acara pemberdayaan eks TKI dan keluarga TKI yang dananya besar, seperti yang dilakukan oleh BNP2TKI di salah satu daerah di Sukolilo Pati Jawa Tengah yang menghabiskan dana 2M lebih(ini katanya lho....masih perlu untuk di cross check lagi), alangkah lebih baik jika dana tersebut di alokasikan untuk calon TKI yang telah lulus test perikanan untuk pelatihan BST.
Semoga para pejabat di lingkungan BNP2TKI bisa memaklumi dan menyadari sehingga calon TKI tidak dibebani oleh biaya yang besar sebelum proses dan memudahkan calon TKI sesuai dengan slogan BNP2TKI yang melayani TKI dengan hati. Semoga tulisan ini bisa menjadi renungan dan menjadikan perbaikan dalam proses penepatan TKI ke depannya.
salam tki untuk kehidupan yang lebih baik.....................
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H