... Seluruh dunia gembira dengan berakhirnya perang dunia yang kedua ini, yang telah memusnahkan berjuta-juta jiwa manusia yang berharga, meruntuhkan bangunan-bangunan peradaban yang didirikan berpuluh abad lamanya. Sebagaimana dalam perang dunia pertama lahir cita-cita yang berdasarkan perikemanusiaan dan keadilan, seperti hak tiap-tiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri, juga dalam Perang Dunia kedua ini dianjurkan semboyan-semboyan yang memikat hati, oleh kedua belah pihak. Apa yang dianjurkan oleh Dai Nippon, kita telah sama mengetahui, dan kita jadikan dasar untuk berusaha mencapai kemerdekaan bangsa dan tanah air kita: Indonesia. Pada pihak negara-negara Sekutu ada pula perjanjian yang disebut "Atlantic Charter", yang antaranya menyebutkan, bahwa "mereka mengakui hak segala bangsa untuk memilih bentuk dan pemerintahan negeri yang disukainya". Selanjutnya dijamin dalam perjanjian itu, bahwa dalam dunia yang akan datang segala bangsa dalam segala negara akan dapat hidup dengan tenteram, bebas daripada perasaan takut dan bebas daripada kekurangan. (M. Hatta, disampaikan pada pidato radio pada 29 Agustus 1945).
Dalam pidato tersebut, Bung Hatta menceritakan peristiwa "detik-detik Proklamasi" yang telah terjadi tempo hari. Pembacaan proklamasi tersebut sudah tersiar ke luar negeri, namun belum mendapat pengakuan dari Dai Nippon karena mereka tidak punya kuasa lagi bertindak untuk kemerdekaan Indonesia. Namun Bung Hatta menambahkan,"Kita mau menjadi bangsa yang merdeka, diakui atau tidak oleh bangsa asing!"
Beliau juga menyampaikan bahwa Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) telah menghasilkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam waktu yang singkat berdasarkan suara-suara rakyat. Panitia tersebut juga telah memilih presiden dan wakil presiden Republik Indonesia. PPKI yang beranggotakan perwakilan dari seluruh Kepulauan Indonesia, kemudian membentuk Komite Nasional Pusat yang akan bersidang tanggal 29 Agustus 1945.
Dalam kesempatan tersebut, Bung Hatta membantah bahwa kemerdekaan Indonesia hanyalah kamuflase belaka, perbuatan Nippon. Undang-undang dasar yang telah disusun berdasarkan pada cita-cita yang sejak 15 tahun lalu telah didengung-dengungkan dalam pergerakan rakyat, yaitu paham "Kedaulatan Rakyat" dan "Kolektivisme". Meskipun UUD dirundingkan dan disusun pada masa pendudukan Jepang, namun bentuk negara serta pemerintahan ditentukan sendiri dan tidak meniru Jepang.
Bung Hatta berpesan untuk para pemuda,"Pemuda sekarang adalah rakyat di kemudian hari. Sebagian besar nasib bangsa dan negara Indonesia adalah di tangan pemuda sekarang. Sebab itu dari mulai sekarang, pemuda ikutlah berjuang dengan bertanggungjawab, sebab mulai dari sekaranglah terjadi perjuangan yang hebat yang memutuskan nasib tanah air kita untuk waktu yang akan datang." Secara umum, Hatta juga menghimbau agar rakyat tetap sabar menderita dan meneruskan perjuangan sampai cita-cita (kemerdekaan) tercapai secara sempurna.
Menutup pidato radio pasca kemerdekaan itu, Bung Hatta berpesan untuk para pemuda:
Suara pemuda menjadi suara rakyat, apabila putusan yang diambilnya berkenaan dengan cita-cita dan keinsafan rakyat. Indonesia ciptaan hati kita telah kita bangunkan. Tinggallah lagi kewajiban yang lebih besar, yaitu memperkokoh sendi-sendinya tempat kemerdekaan bertopang untuk selama-lamanya. Pemuda Republik Indonesia, berjuanglah dengan hati yang panas beserta kepala yang dingin, dengan rakyat dan untuk rakyat. Bahagia Indonesia, merdeka sampai pada akhir zaman.
Tautan tulisan sebelumnya:Â