Dunia tanpa jarak sudah mulai terasa sejak maraknya penggunaan internet melalui smartphone. Antara tahun 2010 hingga 2020 perkembangan smartphone begitu pesat baik dari sisi teknologi maupun penggunanya. Jika di awal kemunculannya, smartphone hanya dimiliki oleh kalangan berduit saja karena harganya yang terlampau tinggi.Â
Namun dalam beberapa tahun terakhir, harga smartphone menurun seiring dengan naiknya tingkat pendapatan masyarakat umum. Selain itu, harga paket data pun semakin murah sehingga mempermudah berbagai kalangan untuk mengakses internet dengan gawai pribadi mereka. Banyak tempat publik seperti sekolah, kampus, hingga kafe juga menyediakan fasilitas Wifi gratis.
Kini internet sudah menyatu dengan kehidupan masyarakat dalam jangkauan sinyal. Dalam kompas.com 20 Februari 2020 disebutkan bahwa saat ini pengguna internet di Indonesia mencapai 175,4 juta orang (64% dari seluruh penduduk). Rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktu 4 jam 46 menit untuk mengakses internet. Â Â
Selain faktor keamanan data dan minimnya kuota, sepertinya tidak ada keluhan lain terkait pemanfaatan TI dalam berbagai kegiatan. Saat ini lebih dari 60% penduduk Indonesia memiliki akses terhadap internet melalui smartphone. Jadi masyarakat sebenarnya sudah cukup siap dalam menghadapi perubahan interaksi sosial saat ini.Â
Di sisi lain, para operator seluler juga memperbaiki kualitas dan kuantitas layanan mereka setiap waktu. Menurut laporan "Digital 2020", rata-rata kecepatan internet di Indonesia mencapai 13,83 Mbps. Kualitas jaringan internet memang tidak merata di berbagai daerah. Namun rata-rata kualitas dan kuantitas jaringan internet di Indonesia sudah cukup baik, hal ini dapat dilihat dari sebaran layanan ojek daring di berbagai kota dari Aceh hingga Papua.
Terjadinya pandemi Covid-19 tampaknya membawa penggunaan internet ke level berikutnya. Jika dulu orang-orang menghabiskan sebagian besar kuotanya untuk hiburan, kini banyak yang menggunakannya untuk kegiatan produktif.Â
Sejak himbauan social/physical distancing banyak perusahaan yang menerapkan work from home (WFH), sekolah dan perguruan tinggi pun menggunakan pembelajaran daring. Mereka menggunakan aplikasi bertukar pesan hingga konferensi video untuk menunjang produktivitas di tengah anjuran physical distancing. Kebijakan ini juga memaksa para pekerja di sektor perdagangan untuk memanfaatkan jaringan internet sebagai media penjualan.
Masa "lockdown" seperti sekarang ini memaksa kita untuk memaksimalkan penggunaan teknologi informasi. Masyarakat mulai beradaptasi menggunakan jaringan internet yang dimiliki untuk berbagai keperluan. Diperkirakan, pandemi ini masih berlanjut hingga beberapa bulan ke depan sehingga masa physical distancing pun mengikutinya. Sepertinya masyarakat akan mulai terbiasa memanfaatkan komunikasi jarak jauh.
Nantinya, meski pandemi ini telah berakhir namun sepertinya kegiatan WFH dan sejenisnya tetap berlanjut dan makin berkembang. Menurut Mendagri, kebijakan WFH di kalangan ASNmempercepat penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik dan meningkatkan kemampuan pegawai dalam memanfaatkan teknologi informasi. Â Kebijakan WFH ini juga dinilai dapat menghemat belanja APBN dan APBD.
Jika sudah tersedia jaringan internet yang memadai serta adanya aplikasi e-office yang terjamin keamanannya maka di masa depan akan banyak ASN yang "dirumahkan". Hal yang sama juga berlaku untuk perusahaan swasta yang dapat meneruskan kebijakan WFH. Bagi perusahaan swasta, WFH dapat menghemat biaya operasional kantor meskipun dapat memunculkan biaya tambahan seperti tunjangan internet dan konsekuensi lain terkait kinerja karyawan. Namun jika perusahaan dapat mengelolanya dengan baik, maka WFH dapat menjadi pilihan menarik. Â Â
Begitu juga dengan layanan jasa pesan antar yang bermunculan sebagai penyedia jasa belanja kebutuhan pokok. Para pedagang pun juga mulai beradaptasi dengan pembelian secara daring. Mereka banyak yang bekerjasama dengan penyedia jasa pesan antar dan ada pula yang melayani pembelian daring secara langsung.Â