[caption caption="Tugu Juang Nanga Pinoh"][/caption]Sekitar enam jam perjalanan dari Pontianak sampailah di pertigaan jalan dengan sebuah tugu berada tepat di tengah persimpangan jalan. Simpang Pinoh, begitu orang menamai simpang jalan yang ditandai dengan tugu yang menggambarkan dua orang yang sedang mengibarkan bendera merah putih. Sesuai namanya, simpang Pinoh menjadi jalan masuk ke kota Nanga Pinoh. Sekitar setengah jam kemudian sampailah di kota Nanga Pinoh ditandai dengan jembatan yang membelah sungai Pinoh.
Dari jembatan kita bisa melihat muara sungai Pinoh yang terhubung dengan sungai Melawi. Muara sungai atau dalam bahasa setempat disebut “nanga” seringkali dijadikan pusat perdagangan dan kemudian berkembang menjadi sebuah kota. Setelah melewati jembatan kita memasuki kawasan pertokoan dan pasar yang menjadi pusat keramaian di kota Nanga Pinoh.
Di sebuah perempatan terdapat tugu dengan patung seorang pejuang sedang membawa bendera merah putih. Dua buah tugu peringatan yang ditemui sepanjang perjalanan tadi rasanya cukup menggambarkan semangat perjuangan di masa lalu. Sejarah mencatat bahwa kota Nanga Pinoh menjadi salah satu lokasi pertempuran antara pejuang RI dengan tentara Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia.
[caption caption="muara sungai Pinoh"]
[caption caption="tepian sungai"]
Pada 10 November 1946, setelah kekuatan pasukan dirasa cukup dilakukanlah penyerangan terhadap benteng Belanda di Nanga Pinoh. Beberapa daerah sekitar termasuk para pejuang dari bagian hulu sungai Pinoh turut membantu penyerangan tersebut. Selain itu bala bantuan pun datang dari Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Peperangan berlangsung sengit, banyak korban berjatuhan dari kedua pihak. Pada akhirnya para pejuang berhasil memenangkan pertempuran itu. Bendera merah putih pun dikibarkan di Nanga Pinoh pada keesokan harinya sebagai tanda kemenangan.
Namun sepertinya Belanda tidak mau menyerah begitu saja. Pada 15 November 1946, tentara KNIL yang didatangkan dari Pontianak tiba di Nanga Pinoh. Mereka datang dengan tiga kapal melalui Sungai Kapuas kemudian sesampai Sintang masuk ke arah hulu sungai Melawi. Setibanya di Nanga Pinoh, mereka mendarat di kampung Liang yang berada tepat di seberang benteng Belanda.
Sebelum mendarat mereka melancarkan tembakan secara membabi buta. Selanjutnya di darat mereka langsung disambut dengan perlawanan sengit dari para pejuang meski dengan persenjataan sekadarnya. Semangat perlawanan para pejuang tak mampu menaklukkan tentara KNIL dengan persenjataan lengkapnya. Belanda pun kembali berhasil menduduki Melawi hingga adanya perjanjian Konferensi Meja Bundar.
Nanga Pinoh, sebuah nama yang masih terdengar asing bahkan bagi orang Kalimantan Barat sekalipun. Wajar saja mengingat kota ini baru diresmikan menjadi kota kabupaten pada tahun 2003 sebagai hasil pemekaran kabupaten Melawi. Letaknya yang bukan berada di jalur perlintasan utama Kalimantan Barat membuat daerah ini kurang begitu dikenal. Namun kota kecil ini menyimpan cerita sejarah perjuangan. Dari jantung pulau Kalimantan perjuangan dilakukan. Mereka gigih berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tak gentar menghadapi musuh terlatih dengan persenjataan yang lengkap. Nyala api semangat mereka melengkapi titik-titik api yang berkobar di seantero Nusantara ketika kemerdekaan yang sudah diraih coba dirampas oleh penjajah. Hanya dari beberapa tugu peringatan itulah, semangat juang rakyat Melawi akan tetap terkenang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H